PEMERINTAHAN ALI BIN ABHI THALIB DAN PERMULAAN KONFLIK UMAT ISLAM: PERISTIWA TAHKIM (original) (raw)

KONSEP TA'LIM DALAM AL-QUR’AN

Farida, 2024

Konsep ta'lim dalam Al-Qur'an merujuk pada proses pembelajaran dan penyampaian ilmu yang bertujuan untuk mendidik umat manusia agar memahami ajaran-ajaran Islam secara mendalam. Dalam Al-Qur'an, ta'lim tidak hanya terbatas pada pengajaran informasi semata, tetapi juga melibatkan pembentukan karakter dan pemahaman spiritual yang mendalam. Kata ta'lim sendiri dalam bahasa Arab berasal dari akar kata 'alam yang berarti "mengetahui" atau "mengajar". Proses ini mencakup pengajaran tentang hakikat kehidupan, tujuan penciptaan, serta hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama makhluk. Dalam berbagai ayat, Al-Qur'an menunjukkan pentingnya ilmu sebagai sumber petunjuk hidup. Proses ta'lim yang tercermin dalam Al-Qur'an tidak hanya mengandalkan rasio dan logika semata, tetapi juga melibatkan aspek wahyu dan kebijaksanaan yang datang dari Allah. Dalam konteks ini, Al-Qur'an mengajarkan bahwa ilmu adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki kualitas hidup di dunia dan akhirat. Salah satu contoh yang sangat jelas adalah perintah untuk membaca (iqra) dalam Surah Al-Alaq yang menjadi dasar pentingnya menuntut ilmu dalam Islam. Pentingnya ta'lim dalam Al-Qur'an juga mencakup aspek pembinaan moral dan etika. Pembelajaran yang diinstruksikan oleh Al-Qur'an bukan hanya untuk memahami teks-teks suci, tetapi juga untuk menginternalisasi nilainilai yang terkandung dalamnya, seperti keadilan, kasih sayang, dan kesabaran. Oleh karena itu, ta'lim dalam Al-Qur'an memiliki dimensi multidimensional yang tidak hanya menyentuh aspek kognitif, tetapi juga emosional dan sosial. Dengan demikian, konsep ta'lim dalam Al-Qur'an menjadi landasan bagi umat Islam dalam mengembangkan diri baik secara individu maupun kolektif untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

MAKALAH TAFSIR TARBAWI "PENGERTIAN TA'LIM DALAM AL-QUR'AN" (Q.S Al-Baqarah : 31, Q.S Ar-Rahman : 2 dan 4, Q.S Al-Kahfi : 66

Kata pengantar Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wabarakatuh Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "pengertian ta'lim dalam al-qur'an" Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah tafsir tarbawi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang tafsir pendidikan beserta pengembangannya bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak hamid selaku dosen Mata kuliah Tafsir Tarbawi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

PENGERTIAN TA'LIM DALAM AL-QUR'AN

2021

Al-Quran merupakan bacaan sempurna dan mulia karena sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu tidak ada satu bacaan maupun surat bahkan satu huruf pun yang memiliki kandungan seperti Al-Qur’an yang diciptakan oleh manusia untuk dapat menandingi Al Qur’an. Tiada bacaan melebihi Al-Qur’an dalam perhatian, pengetahuan dan atau ilmu maupun sejarahnya secara umum, tetapi juga ayat demi ayat baik segi waktu dan saat turunnya, maupun sampai kepada sebab-sebab serta turunnya. Itu dapat dijadikan pengetahuan dan hukum. Istilah pendidikan sering kali tumpang tindih dengan istilah pengajaran. Oleh karena itu, tidak heran jika “pendidikan” juga dikatakan”pengajaran” atau sebaliknya “pengajaran” disebut “pendidikan”. 3 Konsep dasar pendidikan Islam setidaknya mengacu kepada tiga kata, yakni; tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Ada juga ilmuan yang menambahi istilah tersebut dengan istilah riyadhah, irsyad dan tadris.

“AT-TAHRIF ” DALAM NASKAH KEAGAMAAN

Tahrif adalah adanya perbedaan tulisan atau makna dalam suatu manuskrip dengan tujuan untuk pembelokan makna-makna yang dikandung dalam manuskrip tersebut

PAN-ARABISME DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERAN LIGA ARAB DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TIMUR TENGAH

Pan-Arabisme merupakan salah satu ideologi yang berkembang di Timur Tengah selain Pan Islamisme dan Nasionalisme kebangsaan mewarnai panggung sejarah di semenanjung Arab. Dengan dibentuknya Liga Arab oleh beberapa negara, organisasi ini digunakan untuk mewadahi, mempererat tali persaudaraan Bangsa Arab dan memerdekakan negara di kawasan Arab. Walaupun dalam realisasinya tidak selalu lurus dan mencapai tujuan signifikan. Namun, pengaruh Pan-Arabisme tidak dapat dipungkiri amat berpengaruh terhadap peranan Liga Arab tentunya dalam penyelesaian konflik di Timur Tengah, salah satunya mencegah berdirinya negara Yahudi di Palestina.

AL-TAFARRUD MENURUT ULAMA HADITH MUTAQADDIMÔN DAN MUTA’AKHKHIRÔN: KAJIAN PERBANDINGAN ANTARA AHMAD BIN HANBAL DAN IBN AL-SALAH

2020

Tesis ini secara umumnya mengkaji perbezaan pandangan antara ulama hadith Mutaqaddimin dan Muta’akhkhirin dalam penerimaan hadith Tafarrud. Perbezaan pandangan tersebut boleh membawa kepada perbezaan pendapat dalam menilai status hadith. Dalam hal ini, kajian ditumpukan kepada Ahmad bin Hanbal dan Ibn al-Salah. Justeru, kajian ini bertujuan mengkaji konsep Tafarrud menurut ahli hadith, ketokohan Ahmad bin Hanbal dan Ibn al-Salah dalam Ilmu Hadith serta menganalisis pandangan kedua-duanya mengenai konsep Tafarrud. Kajian ini berbentuk kualitatif dan dijalankan dengan menggunakan metod kajian kepustakaan. Data kajian diambil daripada kitab al-Muntakhab Min al-‘Ilal Li al-Khallal yang mengumpulkan pandangan Ahmad bin Hanbal sekaligus mewakili pandangan Mutaqaddimin. Adapun pandangan Ulama Hadith Muta’akhkhirin diambil daripada kitab al-Muqaddimah oleh Ibn al-Salah. Seterusnya, data tersebut dianalisis menggunakan metod induktif, deduktif, perbandingan dan Al-Jarh wa al-Ta‘dil. Hasil kajian mendapati Ahmad bin Hanbal menerima hadith Tafarrud secara selektif dengan memberikan perhatian yang tinggi terhadap qara'in dan ‘Illah. Manakala Ibn al-Salah pula menerima Tafarrud dengan memerhatikan kepada pertentangan antara riwayat dan juga status umum perawi hadith sama ada thiqah ataupun tidak.

MENEROPONG DINAMIKA MUSLIM DI BARAT MELALUI FIQH AL-AQALLIYA> T

Semakin meningkatnya angka demografis masyarakat Muslim dan lembaga-lembaga Islam yang didirikan di negara-negara Barat membuktikan bahwa Islam adalah agama yang paling cepat berkembang di sana. Namun demikian, masyarakat Muslim di Barat adalah komunitas minoritas yang hidup di tengah-tengah budaya masyarakat selain Islam. Karena itu, mereka harus berhadapan dengan persoalan-persoalan unik dalam mempraktekkan syariat, lebih tepatnya fikih. Persoalan tersebut mungkin tidak pernah dihadapi oleh masyarakat Muslim lain yang hidup di negara-negara Muslim. Mereka harus berhadapan dengan persoalan bagaimana menerapkan syariat dalam konteks masyarakat Barat. Fiqh al-aqalliyat (fikih minoritas) adalah salah satu jawaban atas persoalan tersebut. Fiqh al-aqalliyat merupakan hasil kreasi Muslim minoritas yang hidup di Barat serta menjadi metode penting dalam merumuskan fikih yang aplikatif (di Barat). Iftā' adalah institusionalisasi dari upaya tersebut.

PENGAMALAN TALFIQ (PERCAMPURAN MAZHAB) DI KALANGAN MASYARAKAT ISLAM DI MALAYSIA

Journal of Education and Social Sciences, 2018

Persoalan talfiq timbul ketika masyarakat Islam mengikat diri memilih salah satu cara dalam memahami Islam dan menjadikannya penghukum mutlak bagi setiap perkara yang timbul. Pertentangan yang tercetus antara cara ini dan cara yang tidak terikat adalah pada kemutlakan cara penghukuman yang diambil, kerana usaha mencampur adukkan cara penghukuman menyebabkan kemasukan unsur luar ke dalam cara yang dipegang. Kebimbangan dilihat pada ketidakseragaman dasar dan hasil yang disebabkan oleh kepelbagaian cara yang dipakai. Kertas kerja ini akan berusaha menilai tanggapan masyarakat Islam di Malaysia terhadap persoalan talfiq dan sejauh mana pengamalannya dalam kehidupan mereka seharian. Adalah menjadi satu persepsi awal bahawa masyarakat Islam di Malaysia berada di keadaan pertama iaitu memilih mazhab Syafie sebagai pegangan penghukuman bagi semua masalah fiqh. Penelusuran ke atas sejarah dan pengamalan semasa yang akan dibentangkan oleh kertas kerja ini bakal memberikan jawapannya.

TAFSĪR AL-HUKAMᾹ’: MEMOTRET PERSINGGUNGAN TAFSIR AL-QUR’AN DAN TRADISI HIKMAH

TANZIL: Jurnal Studi Al-Qur'an, 2016

This paper discusses a neglected exegetical tradition in the Qur'anic studies, namely the heritage of " tafsīr al-ẖukamā' " , (tafsīr of the theosophers/ẖikmah masters) which is the representation of the ẖikmah (theosophical) tradition in the Islamic philosophy. In addition to the study of " tafsīr al-falāsifah " (tafsir of Hellenistic/Peripatetic philosophers), this heritage is an area of study that needs further exploration in the light of philosophical school of Qur'anic exegesis. It is mainly motivated by the revision of the history of Islamic philosophy in general, that must include " ẖikmah " tradition as the integral part. In turn, the study of Qur'anic exegesis should also correspond with the development of the discourse. Started with a discussion related to the ẖikmah tradition, this paper focuses on two major issues. Firstly, it highlights the contact between Qur'anic exegesis and ẖikmah tradition in a historical and chronological context. Secondly, it also explains the intersection of both in epistemological relation. This research shows that through examining some Qur'anic commentaries written by theolosophers such as Suhrāwardī, Mullā Shadrā, up to the current tradition, the treasury tafsīr hukamā' has a rich but still abandoned material. In addition, this tradition also has a distinguishing epistemological characteristic compared to other with tafsir traditions.