Hilmar Farid_Arus Balik Kebudayaan: Sejarah Sebagai Kritik (original) (raw)

2014, Buku Program Pidato Kebudayaan, Dewan Kesenian Jakarta

Bukan lautan hanya kolam susu Kail dan jala cukup menghidupimu Tiada badai tiada topan kau temui Ikan dan udang menghampiri dirimu Selamat malam, ibu-bapak, saudara sekalian, yang saya hormati. Selamat datang, terima kasih sudah menyempatkan diri hadir dalam acara pidato kebudayaan ini. Sengaja saya memilih lagu Kolam Susu karya Koes Plus sebagai pembuka pidato ini, karena lagu ini begitu sederhana musik maupun liriknya, dan berbicara mengenai fakta yang begitu gamblang, bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya. Tepatnya negeri maritim yang kaya. Perjalanan saya berkeliling ke berbagai tempat di negeri ini beberapa kali mengkonfirmasi kebenaran syair lagu itu, bahwa "kail dan jala cukup menghidupimu." Koes Plus tentu tidak sendirian dalam keyakinannya bahwa Indonesia adalah negeri maritim yang kaya. Di bangku sekolah kita belajar tentang wilayah lautan Indonesia yang luasnya mencapai 3,2 juta kilometer persegi. Kita belajar tentang panjang pantai Indonesia yang lebih dari 95.000 kilometer dan membuat Indonesia menjadi negeri dengan pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Kita juga belajar tentang 17.000 lebih pulau dengan sumber daya alam yang beragam, baik yang berada di darat, daerah pesisir maupun lautnya. Saat ini diperkirakan lebih dari 160 juta orang atau lebih dari 60 persen penduduk Indonesia bermukim di daerah pesisir. Dengan geografi dan demografi seperti itu potensi Indonesia sebagai negeri maritim memang luar biasa. Para ahli mengatakan, jika potensi ini, potensi sebagai negeri maritim ini digarap dengan baik, maka nilainya bisa mencapai Rp 3.000 trilyun per tahun. Kegiatan ekonominya akan menyerap lebih dari 40 juta tenaga kerja di berbagai bidang, mulai dari perikanan, pengembangan wilayah pesisir, sampai bioteknologi dan transportasi laut. Luar biasa. Tapi mengapa sampai hari ini perekonomian Indonesia masih bertumpu pada industri pengolahan, pertambangan dan kehutanan, pertanian dan peternakan, yang semuanya berbasis di daratan? Total kontribusi sektor kelautan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia saat ini hanya sekitar 20 persen, di bawah Thailand dan Korea Selatan, dua negeri yang kalau panjang pantainya digabung pun tidak sampai sepuluh persen dari panjang pantai Indonesia. Ini bukan perkara preferensi atau prioritas dalam pembangunan tapi menyangkut keselamatan dan masa depan. Pembangunan ekonomi yang bertumpu di daratan memang berhasil membawa Indonesia ke dalam kelompok 16 besar perekonomian dunia. Tapi harga yang harus dibayar oleh masyarakat Indonesia untuk sampai pada posisi itu sangatlah mahal dan boleh jadi tidak seimbang dengan pencapaiannya. Antara tahun 2001-2013 setiap hari ada areal hutan seluas 500 lapangan sepakbola yang habis dibabat. Tidak perlu menjadi ahli lingkungan hidup kitanya untuk melihat korelasi antara pembabatan hutan dengan bencana banjir dan tanah longsor yang sering terjadi belakangan ini. Setiap tahun kita mendengar ribuan orang mengungsi karena banjir di seluruh negeri.