AL-QUR'AN DAN MODERNITAS (Pergeseran Paradigma Pemahaman Al-Qur'an (original) (raw)
Al-Qur'an Dan Modernitas: Pergeseran Paradigma Pemahaman Al-Qur'an: Pada era globalisai dan informasi ini, masihkah Al-Qur'an mempunyai peran dan fungsi yang konstruktif? Peran konstruktif tersebut tidak hanya terbatas pada terapi Al-Qur'an terhadap patologi sosial yang mengitarinya (eksternal), tetapi juga Peran konstruktif Al-Qur'an di dalam berdialog dengan corak dan warna pemahan muslim terhadap Al-Qur'an itu sendiri (internal). Dengan begitu, maka tantangan atau apalah namanya mempunyai dua dimensi: pertama, eksternal dalam usahanya mengahadapi patologi individual dan sosial, dan yang kedua adalah internal, dalam arti, bagaimana Al-Qur'an menuntun dan mengkoreksi pemahamaman orang Muslim terhadap kitabnya sendiri. Pendahuluan Setidaknya ada dua perhatian dan keprihatinan umat Islam dewasa ini tentang bagiman memahami Al-Qur'an. Pertama, Bagaimana kita dapat memahami ajaran Al-Qur'an yang bersifat universal (rahamatan lil'alamin) secara tepat, setelah terjadi proses modernisasi, globalisasi dan informasi yang membawa perubahan sosial yang begitu cepat? Hal ini perlu kita rumuskan kembali lantaran diperkuat oleh asumsi dasar bahwa setiap perubahan membawa serta perubahan pemahaman orang terhadap alam, manusia dan Tuhan, termasuk di dalamnya pemahaman kita terhadap Al-Qur'an. Sedang warna dan corak pemahaman kita terhadap Al-Qur'an erat kaitannya dengan corak dan strategi dakwah yang akan kita canangkan dalam era Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 9, No. 2, Januari-Juni 2010 195 perubahan tata sosial tersebut. Keprihatinan dan perhatian dalam level pertama ini lebih terfokus kepada pemahaman internal umat Islam terhadap Al-Qur'an dalam mengemban misinya di dunia pasca era modernitas. Kedua, bagaimana sebenarnya konsepsi dasar Al-Qur'an dalam memahami ekses-ekses negatif dari deru roda perubahan sosial pada era modernitas seperti pada saat ini. Apakah konsepsi-konsepsi Al-Qur'an masih cukup applicable dalam mencari solusi dan terapi kegalauan sosial yang diakibatkan modernitas dan perubahan sosial yang begitu cepat? Keprihatinan yang kedua ini lebih terkait pada Al-Qur'an sebagai ajaran yang bersifat normative dihadapkan dengan realitas sosial yang dihadapinya. Secara psikologis istilah 'tantangan' sebenarnya juga kurang tepat. Istilah itu mengandung konotasi seolah-olah Al-Qur'an (baca: bukan pemahaman orang terhadap Al-Qur'an) sudah kehilangan pamor dalam mengantisipasi dan memberi terapi terhadap persoalan-persoalan modernitas. Istilah 'tantangan' agaknya lebih menekankan Al-Qur'an pada posisi yang selalu definisif, tetapi kurang aktif dan agresif dalam merumuskan ramuan terapi yang ingin ditawarkan. Sudah barang tentu, kita kurang sependapat dengan alur pemikiran seperti ini. Masih dalam kaitan itu, apa yang segera ditambahkan adalah kita perlu menggaris bawahi suatu kenyataan bahwa pemahaman orang (ulama, pendidik, da'i, para cendikiawan, tokoh masyarakat) terhadap Al-Qur'an dapat saja tidak atau kurang tepat, lantaran proses perjalanan sejarah yang dilalui manusia itu sendiri. Mengkaji pemahan orang terhadap Al-Qur'an adalah termasuk pada level pertama di atas. Kajian ini tidak kalah pentingnya dibandingkan jenis kajian yang kedua, karena kita dapat mengkajinya secara empiris. Kita dapat mempelajari penafsiran dan pemahaman orang terhadap Al-Qur'an pada penggal sejarah tertentu dan membandingkannya dengan pemahaman dan penafsiran orang pada penggal sejarah yang lain. Respon terhadap Al-Qur'an pada priode sejarah tertentu pasti akan berbeda dengan respon orang pada penggal sejarah yang lain. Kajian empiris dengan nuansa historisitas manusia akan memperlihatkan