Epistimologi Pendidikan (original) (raw)
Related papers
Kontruksi Epistimologi Ilmu Pengetahuan
Jurnal Filsafat Indonesia
Artikel ini secara keseluruhan membahas tentang filsafat ilmu dan pengembangan kontruksi epistemologi ilmu pengetahuan. Antara filsafat ilmu dan pengembangan ilmu pengetahuan memiliki hubungan yang erat, dikarenakan filsafat ilmu selalu menjadi tolak ukur dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu merupakan pondasi awal dari terbentuknya kontruksi epistemologi ilmu pengetahuan yang berkembang. Beberapa pengembangan epistemologi ilmu pengetahuan tidak terlepas dari landasan filsafat ilmu yang berkembang dengan baik. Hakikat ilmu pengetahuan yang modern terkini tidak terlepas dari dasar-dasar filsafat ilmu. Faktor lain yang menjadi pengikat ilmu pengetahuan adalah realisme dan idealisme yang menjadi dasar kuat pengembangan konstruksi epistemologi ilmu pengetahuan di era peradaban modern seperti sekarang. Adapun metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan library research, yaitu dengan menelaah sumber bacaan yang ada hubungannya dengan kajian yang dibahas. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan studi dokumen. Adapun teknik analisis yag digunakan yaitu studi dokumen hasil-hasil penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan filsafat ilmu. Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri buku-buku bacaan, jurnal ilmiah yang terbit di Google Cendekia, digital library, serta perpustakaan. Penelitian ini sangat penting dilakukan karena filsafat ilmu merupakan induk dari pengembangan ilmu pengetahuan yang ada.
PENDAHULUAN Salah satu bagian yang paling penting dari ilmu pengetahuan adalah kajian epistimologi mengenai keberadaan suatu ilmu. Kajian mengenai epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat ilmu, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dari sebuah pertanyaan, diharapkan mendapatkan jawaban yang benar. Maka dari itu muncullah masalah, bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar?. Masalah inilah yang pada ilmu filsafat di sebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan saling memiliki keterkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. (Suriasumantri, 2007:105) Epistemologi merupakan salah satu diantara tiga hal besar yang menentukan pandangan hidup seseorang. Pandangan disini berkaitan erat dengan kebenaran, baik itu sifat dasar, sumber maupun keabsahan kebenaran tersebut. Konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya. Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu adalah karena para pemikir melihat bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat penghubung manusia dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur pengindraan valid yang rasional. Namun pada sisi lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak persoalan mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran aliran Sophisme yang mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk eksistensi eksternal. Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius sedemikian sehingga filosof Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika sebagai aturan dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini masih digunakan. Lahirnya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya validitas akal dan indra lahir sedemikian sehingga untuk kedua kalinya berakibat memunculkan keraguan terhadap nilai akal dan indra lahir di Eropa, dan setelah Renaissance dan kemajuan ilmu empirik, lahir kembali kepercayaan kuat terhadap indra lahir yang
Di dalam ajaran agama yang diwahyukan ada dua jalan untuk memperoleh pengetahuan, pertama, jalan wahyu dalam arti komunikasi dari Tuhan kepada manusia, dan kedua jalan akal, yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia, dengan memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.
DIMENSI EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Epistemology is the study of philosophy what investigates about the source, requirements, and the process of knowledge. In western epistemology studies, its known schools of thought, such as empiricism, rationalism and intuitisme. In Islamic thought studies is also several major streams in relation to the theory of knowledge (epistemology). There are at least three models of thought systems in Islam, its named Bayani, Burhani and Irfani. The third epistemology should be dialogue and go hand in hand. So with this assumption, try to be revealed various problems in Islamic education, particularly related to Islamic education epistemology, and then look for a new alternative epistemological reconstruction of thought which is certainly more realistic, innovative, transformative, accommodative, ekuilibratif and dynamic.
Strategi Epistimologis Implementasi Pendidikan Holistik Pada Pondok Pesantren
Ulumuddin : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, 2021
the basic principles of Islamic boarding school education, namely; Al Muhafadhah ala al-qadim al shalih wa al akhdzu bi al jadid al ashlah. This principle has encouraged pesantren to maintain good old Islamic values without denying better changes. This paper intends to explore two sides of the coin for Pondok Persantren where one side is a distinct advantage for but can be a boomerang that hinders the progress of Islamic education based on understanding the basic elements and values of Islamic boarding schools and, then contributing thoughts in building a holistic Islamic boarding school education so that can follow the development of science without losing the obligation to maintain basic values. Holistic pesantren education can only be achieved if it is reaffirmed that the elements of the boarding school education system are not oriented towards learning religious knowledge but how kyai, teachers / ustaz and santri can learn to live in religion.
At-Tuhfah, 2019
One of the problems of Islamic education today is the issue of dichotomy between "the relegious science" oriented to the hereafter happiness and "the non relegious science" oriented to worldly happiness. In fact, Islam does not distinguish between the two. This problem is directed from the formulation of an inaccurate Islamic education epistemology. Therefore, this paper seeks to unravel the epistemological foundation of Islamic education by discussing the essence of Islamic education, knowledge sources of Islamic education, the methodology of Islamic education and the alternative paradigm of integralism in religious sciences with nonreligious sciences. The conclusion of this discussion explains that the essence of Islamic education is the process of adab cultivation, the process of transferring knowledge and the process of purification of the soul. These processes are actually related to the sources of knowledge in Islamic education, namely the five senses, ratios, intuition, and revelation (wahyu). The functions of these sources are complementary or integral. But in reality, the source of intuition, for example, has not yet gotten an adequate portion in Islamic education".
Epistimologi Nalar Bayani Dan Burhani Serta Implementasinya Pada Pembelajaran Madrasah
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM AL-ILMI
Pada saat sekarang pelajar atau anak muda ada yang belum mengerti tentang pemikiran nalar Bayani dan Burhani yang dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi pemikirannya. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana epistimologi nalar Bayani dan Burhani serta implementasinya pada pembelajaran Madrasah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan berbasis penelitian perpustakaan, strategi penelitian kepustakaan yang didasarkan pada penelusuran literatur artikel jurnal, buku-buku tentang masalah yang sedang diteliti oleh peneliti, serta membaca dan mencatat bahan-bahan untuk diolah atau bisa disebut penelitian kualitatif deskriptif . teknik pengumpulan data yang digunakan adalah mencari dan membaca berbagai jurnal atau buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian. Hasil temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa penalaran atau metodologi bayani merupakan bentuk khas pemikiran Arab yang memfokuskan ke dominasi teks (nash), baik secara langsung ataupun ...
KEPEMIMPINAN ETIS DI INSTITUSI PENDIDIKAN
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan belakangan ini adalah menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan etika moral dalam praktik kehidupan sekolah. Berbagai pelanggaran etika yang terjadi pada institusi sekolah menyoroti peran penting kepemimpinan etika pada lembaga sekolah. Bibit-bibit pelanggaran etika di sekolah kalau tidak dihilangkan akan menjadi kebiasaan dan tidak menutup kemungkinan akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang pintar tapi tidak memiliki etika dan akhlak dalam mengelola akuntabilitas etis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan kepemimpinan etis di institusi pendidikan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kajian pustaka atau studi kepustakaan dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil temuan menunjukkan bahwa tugas kepemimpinan etika pada institusi pendidikan adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap fakta-fakta dan keterampilan-keterampilan. Pendekatan yang digunakan adalah menyisipkan nilai-nilai moral dalam setiap kaidah pengajaran fakta-fakta dan keterampilan pada setiap mata pelajaran di sekolah. Sebab kalau tidak maka suatu masa nanti akan timbul dalam masyarakat pemimpinpemimpin pintar tapi tidak menghayati ajaran agama.