Proses Islamisasi Di Jawa (original) (raw)
Related papers
Teori Dan Proses Islamisasi DI Indonesia
2014
Various studies scientists and historians about the theories of the entry process and development of Islam in Indonesia, has always been a topic of interest also actual, to learn and explore, especially among Muslims, and especially the Muslims who are involved in the world of academia. This statement is closely related with the track record of the history, how the Indonesian nation in writing, through the relic inscriptions own civilization, culture and culture, even thought that is quite advanced, but can receive and adopt the culture, culture, beliefs, and foreign ideas (Islam) by peaceful means. This article will reveal scientifically how the process of Islamization in Indonesia based on historical facts
Dakwah Wali Songo Dan Islamisasi DI Jawa
2017
Islam masuk ke Jawa pada abad pertama hijriyah atau abad ke 7 M, namun proses Islamisasi secara masif terjadi setelah berdirinya kerajaan Islam di Demak Jawa Tengah pada abad 15 ( tahun 1475M ), dan didukung oleh para da‟i kharismatik yang dikenal sebagai Wali Songo. Ada dua model da‟wah wali songo, pertama dilakukan Sunan Giri di Gresik yakni dengan pendekatan struktural, karena sebagai da‟i dia juga sekaligus sebagai penguasa ( Raja Giri ) yang otomatis dapat menekan terjadinya puritanisasi atas adat istiadat / budaya yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Model kedua, yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga, yakni dengan pendekatan kultural, karena dia berada diluar kekuasaan, sehingga da‟wahnya justru melalui simpul-simpul budaya yang ada pada saat itu. Kata Kunci : Islamisasi, dakwah, wali songo
Islamisasi di Wilayah Indochina
AN NUR: Jurnal Studi Islam
Indochina was divided into three main regions namely Cambodia, Laos and Vietnam. These three countries were countries where the majority of the population adheres to the Buddhist belief system or religion. Islam was a very minority religion in these three countries. This article aimed to explain how the process of Islamization in the Indochina region. This research used qualitative research methods by focusing on literature studies through historical methods with three stages, namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The results of this study indicated that the process of Islamization in Cambodia which was initially welcomed by the king and local people went through the dark period of the red Khemr regime and finally the Muslim community in Cambodia was free and they rebuilt their religious system, so that the latter could live hand in hand with other religions. The process of Islamization in Laos was engaged in trading and managing butcher shops. The...
Penelusuran Poa Islamisasi DI Indonesia
2016
Jika ada pihak yang melontarkan klaim, bahwa terdapat Islam Historis di Indonesia, maka kemungkinan besar akan muncul banyak protes. Pasti, jika satu kebudayaan Islam disebut sebagai historis, maka ia akan menafikan historisitas keberislaman ‘yang lain’. Apalagi dalam pluralitas keberislaman di tanah air, yang memang sejak awal islamisasi telah menunjukkan perbedaan, baik kultur geografi Nusantara maupun daerah ‘luar’ dimana Islam datang untuk melakukan konversi. Hanya saja, jika kita percaya akan adanya local genius, atau cultural core (inti pola kebudayaan) di sebuah masyarakat, maka pastilah terdapat satu ‘ruh’ kebudayaan yang menjadi kesatuan inti dari semua pluralitas tersebut. Dari sinilah penggalian Islam Historis di Indonesia menjadi urgen. Kebutuhan ini berangkat dari satu postulat, bahwa keindonesiaan Islam kita telahlamamengalami proses dehistorisasi. Sebuah proses ketercerabutan akar baik kesejarahan, otentisitas kebudayaan, maupun genealogi keilmuan, yang me...
Islamisasi di Jakarta Final Version
Sering muncul pertanyaan kapan sebenarnya orang Betawi masuk Islam. Pertanyaan ini kerap terlontar dalam diskusi seputar masuknya Islam ke Nusantara. Tentu orang mafhum Betawi merupakan kelompok etnis yang kental dengan identitas keislamannya. Dan belakangan identitas keagamaan ini campurbaur dengan identitas kesukuan. Dari sisi historiografi Islam, pertanyaan ini juga penting. Pertama, teori Islamisasi Nusantra selama ini didominasi oleh sejarawan Barat yang hanya menggunakan sumber-sumber Barat dan sama sekali mengabaikan sumber-sumber lokal. Kedua, dalam peta historiografi Islam, suku Betawi muncul belakangan sekali. 1 Seolah-olah mereka tidak memiliki kaitan sama sekali dengan tempat yang berabadabad mereka tempati. Bisa saja konstruksi identitas Betawi muncul belakangan, tapi itu tidak berarti tidak ada peristiwa yang terjadi sebelumnya. Justru di sinilah pentingnya pertanyaan tersebut yang akhirnya membawa kita pada perlunya penelusuran Islamisasi di Betawi. Bila memang orang Betawi memiliki sejarah, bagaimana ia tercipta? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus melihat sumber-sumber lokal yang tak kalah pentingnya dengan sumber-sumber kolonial. Melihat topografi Betawi pada abad ke-13 dan 14, tempat ini bukanlah negeri yang asing. Ia sudah memiliki pelabuhan yang disebut Sunda Kelapa dan banyak dikunjungi kapal dagang. Pelabuhan ini didirikan oleh Kerajaan Pajajaran yang pusatnya terletak lebih ke Selatan. Tempat ini diyakini telah berperan penting dalam lalu lintas perdagangan jauh sebelum orang Eropa datang. Untuk melanjutkan pelayaran ke negeri-negeri di sebelah Timur mau tidak mau sang nakhoda melabuhkan kapalnya di tempat ini. Dalam konteks inilah pertanyaan di atas relevan untuk dilontarkan kembali. Dalam diskusi kecil di Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) pada awal 2000-an, pertanyaan ini muncul kembali. 2 Selama ini teori yang ada menyebutkan Islamisasi di Betawi baru terjadi setelah terjadi penaklukan Sunda Kelapa oleh Faletehan. Artinya sebelum panglima Kerajaan Demak tersebut datang tidak atau belum ada catatan mengenai adanya Islamisasi di sana. Pertanyaannya adalah, kalau memang Sunda Kelapa penting, seharusnya tempat ini juga dikunjungi oleh pedagang atau pelaut semasyhur Cheng Ho yang pada 1412 melakukan muhibah dunia dan melintas di Pantai Utara Jawa. Di sinilah sejarah Nusa Kelapa dimulai. Memang tidak bisa dipastikan apakah laksamana Muslim ini mampir di Sunda Kelapa. Namun yang jelas sepanjang perjalanannya di Pantai Utara Jawa ia mengunjungi banyak tempat. Jejaknya bertebaran di sana. Untuk konteks Betawi, Cheng Ho juga meninggalkan jejak yang sangat penting. Memang tidak langsung, namun jejak ini berimplikasi jauh pada pembentukan sejarah Sunda Kelapa. Seorang anggota rombongannya, yaitu Syekh Kuro, memutuskan untuk menyiarkan Islam di Karawang. Dari sini kemudian, penyiaran Islam ke Betawi dilakukan. Dengan demikian, menghubungkan Islamisasi Betawi dengan Syekh Kuro dan Cheng Ho adalah sah dan dapat dipertanggungjawabkan secara historis. Tulisan ini hendak menelusuri peran murid-murid Syekh Kuro dalam proses Islamisasi di Betawi. Murid di sini tidak perlu ditafsirkan secara harfiah yaitu orang yang belajar secara langsung dengan guru tertentu, namun mereka yang mengambil peran yang sama yaitu sebagai penyiar Islam, dan secara historis terhubung. Lewat santri-santrinya yang sebagian berasal dari kalangan ningrat, Islam dengan cepat menyebar di Tanah Sunda. Meski Prabu Siliwangi tetap beragama Hindu, namun ia tidak bisa mencegah keturunannya memeluk agama baru bahkan menyebarkannya. Diperkirakan proses Islamisasi di Betawi dan sekitarnya terjadi pada abad ke-14 sampai 16. 3 Tulisan ini juga bertujuan memperkaya historiografi Islam Betawi yang selama ini dihubungkan dengan penaklukan Faletehan atas Sunda Kelapa. Memang ini bukan masalah mudah untuk menyusunli (susun kembali) proses Islamisasi di Betawi dan daerah-daerah sekitarnya.
Gerakan Islam Moderat di Jawa Barat
2018
Buku ini merupakan laporan penelitian, tentu tidak dimaksudkan untuk mengetengahkan seluruh aspeknya tentang Islam moderat di Jawa Barat. Penyusunan buku ini lebih ditujukan kepada dokumentasi pemikiran Islam moderat dari kelima ormas Islam tersebut, terutama yang tercermin pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Hasil-hasil Musyawarah Wilayah, Hasil Rapat Kerja, Program Kerja Organisasi, dan pandangan para pimpinan organisasi Islam Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Persatuan Ummat Islam, dan Jam’iyatul Washliyah Jawa Barat, sehingga nilai-nilai kejuangannya dapat dipublikasikan kepada khalayak yang membutuhkan. Bagi keperluan studi gerakan sosial, penyusunan laporan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah guna memperkaya khazanah literasi ormas Islam di Indonesia. Melalui kajian ini diharapkan dapat memperjelas peran lima ormas Islam di Jawa Barat terkait isu intoleransi, sesuai dengan topik kajian