"MENJADI MELAYU YANG ISLAM": SEBUAH POLITIK IDENTITAS ETNIS MINORITAS DALAM, MENGHADAPI DOMINASI NEGARA DAN ETNIS MAYORITAS 1 (original) (raw)
Related papers
ISLAM ETNISITAS DAN POLITIK IDENTITAS
ABSTRAK Dalam kerangka pemikiran Durkhemian masyarakat terikat karena adanya solidaritas sosial, dan solidaritas sosial dibangun oleh nilai-nilai dan norma kolektif yang menjadi pegangan bersama. Individu yang lepas dari norma dan aturan-aturan bersama akan merusak solidaritas sosial dan dianggap menyimpang, sehingga ia akan berhadapan dengan sanksi sosial yang dapat berujung pada dikeluarkannya dari kelompoknya. Begitu pula masyarakat Sunda terikat oleh norma-norma dan nilai-nilai budaya bersama yang diwariskan secara turun temurun. Mayoritas orang Sunda beragama Islam, yang mengindikasikan bahwa budaya dan norma masyarakat Sunda bersumber dari, atau sesuai dengan, nilai-nilai ajaran Islam, sehingga melahirkan ungkapan bahwa " Sunda adalah Islam. " Kenyataan adanya kelompok-kelompok yang bukan muslim tetapi mereka masih bagian dari dan mengaku sebagai orang Sunda menunjukkan keterbatasan model pemikiran di atas. Alternatif lain adalah memfokuskan analisis terhadap wacana " Sunda adalah Islam " dengan menggunakan pendekatan teori identitas. Kata kunci: Sunda, Islam, budaya, identitas Sementara sebagian orang memahami bahwa masyarakat merupakan kumpulan individu dan mereka membentuk masyarakat melalui ikatan kontrak sosial, Emile Durkheim (1858-1917) 2 justru memandang bahwa tidak ada individu yang lahir dari belah batu dan terasing dari masyarakat. Sebaliknya, setiap individu lahir dari sebuah keluarga dan besar di tengah-tengah masyarakat. Konsekwensi metodologis dari pandangan Durkheim ini ialah bahwa setiap penelitian sosial harus meletakkan perhatiannya pertama-tama pada masyarakat, yaitu adanya fakta-fakta sosial yang mengikatnya dan bersifat memaksa kepada setiap individu tersebut. Sebagai contoh, individu yang lahir dari orang-orang Sunda akan diperkenalkan dan dipaksa untuk berbicara bahasa Sunda, berperilaku menggunakan standar norma dan etika masyarakat Sunda, dan kalau kebetulan orang tuanya beragama Islam maka ia akan diperkenalkan tentang agama Islam dan diajari melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam sebagaimana yang dipeluk oleh kedua orang tuanya dan masyarakat di sekitarnya.
POLITIK ISLAMISASI: PERDEBATAN IDEOLOGI NEGARA DI INDONESIA
Penelitian ini membahas jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi negara dan sejumlah kekuatan politik menggunakan isu-isu Islam dalam percaturan politik di Indonesia. Penelitian ini juga menganalisasi proses politik islamisasi itu berlangsung dan implikasi dari model kebijakan politik islamisasi itu bagi perkembangan demokrasi, kebebasan sipil dan prinsip bernegara yang pluralis. Dalam proses pembentukan negara bangsa (nation building) seperti Indonesia, politik yang menggunakan preferensi Islam dan cita-cita Islam menjadi persoalan serius di Indonesia sebagai negara majemuk, baik agama, suku, maupun bahasa. Indonesia menghadapi masalah fundamental dalam menentukan arah bangsa, yakni perumusan dasar negara. Persoalan mendasar itu lebih lagi dihadapkan dengan varian corak pemikiran mengenai rumusan bangsa, yang kemudian mengerucut menjadi polarisasi, dan perdebatan pemikiran atas pilihan menggabungkan Islam atau kebangsaan dalam suatu konstitusi negara. Tak terbantahkan, bahwa mayoritas penduduk di Indonesia beragama Islam. Agama samawi terakhir ini menjadi identitas masyarakat Indonesia yang tidak bisa dipisah dari identitas keindonesiaan. Karenanya wajar bila kekuatan-kekuatan sosial dan politik, termasuk negara, menjadikan Islam untuk menjustifikasi dasar perjuangan dan kepentingannya dalam pergulatan politik. Para pemimpin bangsa, baik pada masa Orde Lama (Soekarno), Orde Baru (Soeharto), maupun Orde Reformasi (B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo), telah berupaya mencarikan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah fundamental krusial itu. Dengan varian yang berbeda-beda, mereka mengeluarkan kebijakan politik islamisasi yang kadang memojokkan dan kadang menguntungkan umat Islam. Islam, dan T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy di dalam Lasjkar Islam. Bahkan Natsir, tokoh yang menjadi "teman" berdebat Soekarno, mengkritisi ulasan Soekarno melalui beberapa tulisan yang mengulas persatuan agama dan negara. 9
POLITIK IDENTITAS ETNIS DI MALUKU UTARA
Politik identitas etnis menjadi fokus utama dalam konteks PILKADA langsung, sehingga dalam praktiknya melibatkan peran aktor informal dan struktur partai serta birokrasi. Proses politik identitas melahirkan semangat etnisitas kian menguat dalam Pemilihan Gubernur Maluku Utara 2013. Pertama, politik identitas etnis memberi ruang besar akan bangkitnya semangat para aktor untuk menguatkan dan membangkitkan posisi elit dan para penguasa lokal di Maluku Utara. Kedua, peran aktor dan struktur menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik yang ada di daerah. Ketiga. Politik identitas etnis yang berkembang di Maluku Utara, yang dilandasi semangat pragmatisme etnisitas sesunguhnya mendorong etnis menjadi kekuatan politik yang lembut dengan lahirnya budaya politik yang harmonis demi terciptanya iklim berdemokrasi yang baik di Provinsi Maluku Utara Pendahuluan Pasca Orde Baru, kajian politik indentitas di Indonesia mendapat perhatian yang khusus. Pada masa ini, nuansa kajian politik identitas di Indonesia, lebih terkait pada masalah etnisitas, agama, ideologi, dan kepentingan-kepentingan lokal yang pada umumnya diwakili oleh para elit dengan artikulasinya masing-masing. Gerakan pemekaran daerah, bahkan dapat dipandang sebagai salah satu wujud dari politik identitas. Isu-isu tentang keadilan dan pembangunan daerah menjadi sentral dalam wacana politik mereka, akan tetapi, sejatinya, semuanya banyak dipengaruhi oleh ambisi masalah yang tidak secara mudah untuk dijelaskan (Maarif, 2012). Di arena politik, identitas etnis dihembuskan sebagai isu putra daerah yang kebanyakan dilakukan oleh elit lokal untuk merebut dan melanggengkan kekuasaan politiknya. Tentang hal ini, Eindhoven dengan tegas menyatakan bahwa momentum reformasi telah menghantarkan elit lokal mengonsolidasikan kekuatan identitas (etnis) untuk menolak kepala daerah yang berasal dari non-etnisnya. Hal ini tampak dengan jelas dalam fenomena pembentukan kabupaten baru, di sini, para elit etnis berupaya memisahkan atau melepaskan diri dari kabupaten induknya dengan alasan distingsi sejarah kebudayaan, agama dan etnisnya, (Sjaf, 2014).
POLITIK IDENTITAS MAHASISWA ISLAM FUNDAMENTALIS
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 2010
Tulisan ini mengkaji tentang politik identitas mahasiswa lslam fundamentalis. Politik identitas dalam tulisan ini diartikan sebagai strategi yang ditempuh oleh sekelompok orang untuk membentuk dan menegaskan identitasnya yang otentik di tengah berbagai serangan yang mengancam musnahnya identitas tersebut. Sementara mahasiswa lslam fundamentalis meruiuk pada kelompok-kelompok aktivis dakwah di kampus perguruan tinggi. Sesuai dengan strategi berbagai gerakan fundamentalis lain, para aktivis dakwah membentuk dan menegaskan identitasnya melalui strategi pemisahan simbolik dan kognitif tapi tidak secara fisik. Namun strategi pemisahan initidak lepas dari ambivalensi karena sekalipun beriuang untuk memurnikan identitaslslammelaluipembentukan kelompokeksklusif,paraaktivisdakwahjugaberambisiuntuk mengajak sebanyak mungkin mahasiiwa lslam bergabung dalam kelompoknya sehingga harus tetap me njali n pe rgau lan secara Iuas.
UMY PRESS, 2019
POLITIK INKLUSIF MUHAMMADIYAH: Narasi Pencerahan Islam untuk Indonesia Berkemajuan © Ridho Al-Hamdi, David Efendi, Bachtiar Dwi Kurniawan, Hilman Latief (Editors) Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Right Reserved x + 258 hlm, 17 cm x 25 cm ISBN: 978-623-90189-1-7 Prolog: Dr. H. Haedar Nashir, M.Si Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P Editors: Ridho Al-Hamdi, David Efendi, Bachtiar Dwi Kurniawan, Hilman Latief Desain Cover: Gramasurya Layout: Gramasurya Cetakan I, Februari 2019 Diterbitkan Oleh: UMY Press Jl. Brawijaya, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183 Telp. (+62 274) 387656 (hunting) Fax. (+62 274) 387646 Email: bhp@umy.ac.id