Menyoal Marginalisasi dan Kesejahteraan Pekerja Perempuan Sektor Informal (original) (raw)

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA

Sejarah telah mencatat bahwa perempuan selalu berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dalam relasinya dengan laki-laki. Mereka hanya dijadikan sebagai pelengkap dan bahkan menjadi korban, dianggap makhluk Tuhan kelas dua (second class) dan sering dianggap budak. Kalangan elit bangsa Yunani kuno, misalnya, perempuan ditempatkan sebagai mahkluk tahanan yang disekap di istana. Kalangan bawahnya pun memperlakukan perempuan sebagai barang dagangan yang bisa diperjual belikan. Bila sudah menikah, para suami berkuasa penuh terhadap istrinya. Peradaban Romawi menempatkan perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan suami sangat mutlak, kewenangan untuk menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh (Aminuddin, 2002). Kondisi yang menempatkan perempuan sebagai makhluk lemah terus berlanjut dari waktu ke waktu dan hampir sama-meskipun dengan bentuknya yang berbeda-dari tempat yang satu dengan tempat yang lain. Berbagai bentuk perjuangan dari para aktivis dan pemerhati perempuan gencar dilakukan dimanapun, dari tingkatan lokal, nasional, sampai internasional untuk merubah kondisi ini. Perjuangan tersebut tentu tidak berakhir sia-sia, dalam dunia politik misalnya, hasil dari perjuangan panjang para aktivis terjawab dengan terbukanya akses untuk perempuan agar sama-sama bisa berpartisipasi dalam menyalurkan hak pilihnya untuk menentukan pemimpin sesuai dengan pilihan dan kehendaknya (Rania, 2018). Tidak hanya dalam dunia politik, akses perempuan untuk mendapatkan haknya dan mempunyai peluang untuk bisa mengejar ketertinggalannya dari kaum laki-laki juga terbuka lebar dalam ruang-ruang lain. Meskipun kondisinya belum merata diberbagai belahan dunia, akan tetapi terbukanya peluang tersebut dalam dunia pendidikan, akses kesehatan, dunia kerja, merupakan satu hal yang harus direspon dengan baik disatu sisi, disamping juga harus terus diperjuangkan agar kondisi kesetaraan benar-benar dapat terwujud disisi lain. Dalam dunia kerja

Tunggu Tubang: Marginalisasi Perempuan Semende

2017

Semende ataupun komunitas Semendo adalah sebuah kelompok etnik yang tinggal di daerah pegunungan Sumatra Selatan. Sebuah aspek penting dari kultur kehidupan mereka adalah tunggu tubang. Menurut tradisi, kekayaan keluarga yang terdiri dari rumah keluarga dan lahan pertanian, akan diserahkan kepada anak perempuan tertua dalam setiap generasi. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tradisi tunggu tubang sebagai identitas yang unik yang membedakan komunitas Semende dengan komunitas lain. Disamping untuk menjaga keberlangsungan komunitas, tunggu tubang juga sebagai alat legitimasi untuk kontrol kekuasaan gender oleh laki-laki di masyarakat. Tunggu Tubang sebagai alat legitimasi laki-laki terbukti dari penempatan perempuan “atas nama adat” tampaknya memiliki kekuatan. Maka, komunitas Semende dikenal menggunakan sistem matrilineal. Bagaimanapun, tunggu tubang menguatkan posisi laki-laki yang memposisikan dirinya sebagai meraje, yang “atas bama adat” juga dianggap berhak untukk mengontrol ...

Analisis Dampak Partisipasi Perempuan Dalam Usaha Sektor Informal Terhadap Pemberdayaan Perempuan Berdasarkan Koefisien Kontingensi Cramer

Heuristic, 2017

This research was conducted to find the changing phenomenon in women informal business actors that impact on women empowerment in Surabaya area by using cross sectional and Cramer’s contingency coefficient. The tools of women empowerment used are decision making in home economics, economic resilience, and mobility. The results of the questionnaires tell us that women had an important role in decision-making in home improvement, household expenses, secondary needs expenditure, bank loans, and children's schools, but the mobility level was still low. The results of cross-sectional analysis and Cramer’s contingency coefficient analysis known that women with relatively equal and or greater income compared to husband, have more role in household economic problem decision making compared to them who have relatively lower income. In addition, the expectancy value of women with economic resilience have lower household mobility. Keywords: female empowerment, informal effort, cross se...

Marginalisasi Masyarakat Miskin

Dalam era otonomi daerah, pemerintah kabupaten diberi wewenang untuk mengeluarkan izin penebangan hutan skala kecil dengan luasan kurang lebih 100 ha di kawasan hutan. Bupati-bupati di seluruh Kalimantan Barat menanggapinya dengan mengeluarkan kebijakan pengaturan pemberian izin, yang dikenal dengan HPHH 100 ha. Namun demikian, pada tahun 2002 1 pemerintah pusat membatalkan keputusan yang memberikan kewenangan tersebut dengan alasan telah terjadinya berbagai penyimpangan, seperti tumpang tindih areal HPHH 100 ha dengan kawasan HPH dan hutan lindung. Namun, para bupati di Kalimantan Barat tetap memberikan perpanjangan izin dan berdasarkan informasi terakhir diketahui bahwa proses perpanjangan tersebut berakhir pada akhir 2003.

Sektor Informal dan Ibu Rumah Tangga

Ekonomi informal saat ini tidak dapat disepelekan lagi, karena sektor ini banyak membantu kehidupan masyarakat walaupun secara garis besar jarang terlihat oleh orang umum. Namun sektor ini memiliki pengaruh yang besar bagi perekonomian masyarakat, ibu rumah tangga salah satunya, yang dapat memiliki penghasilan sembari melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak tanpa harus meninggalkan rumah. Dengan begitu ibu rumah tangga tidak lagi sepenuhnya bergantung pada penghasilan suami untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, jenis pekerja ini disebut dengan Home-Based Worker, yakni pekerja yang bekerja hanya dari rumah mereka masing-masing. Artikel ini akan membahas bagaimana pekerja dari rumah dapat memiliki penghasilan yang besar dengan penjualan menembus empat negara, berdasarkan kisah nyata dari bisnis ibu rumah tangga asal Tulungagung, Jawa Timur.

Pernikahan Dini dan Marginalisasi Perempuan Nuaulu

PUBLIC POLICY (Jurnal Aplikasi Kebijakan Publik & Bisnis)

This study was almet at learning the view of Nuaulu tribe toward the early marriage of women also to know how women of Nuaulu which is still and education can avoid the early marriage. The result showed that 2 major culture factors influenced the early marriage, are Nuaulu people tend to consider the women in the lowest position in the their tribe also people of nuaulu are not well educated. The influenced their way of the thinking and prompted the early marriage within their tribe. Meanwhile, being kept marginalize by the situation such as when the girl is labled as dowry, it is consider that the girl can produce the money to help her parents by being married. Moreover, after the girl have their first period, they will Pinamoukan. Therefore the solution to this early marriage is the women of Nuaulu must get an education to a high level.

Marginalisasi kaum perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat aceh

Oetoesan-Hindia: Telaah Pemikiran Kebangsaan

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana marginalisasi kaum perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh dan untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terkait dengan persoalan marginalisasi kaum perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh. Metode penelitian kualitatif menjadi acuan dalam kajian ini yang menghasilkan data deskriptif. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa marginalisasi kaum perempuan di Aceh masih terjadi di sebagian masyarakatnya, dikarenakan mindset dan ideologi yang dibangun sejak lama. Di sisi lain, jika dikaji dari segi keagamaan, Islam justru sangat memuliakan perempuan. Meskipun, masih terdapat pembatasan akses sosial seperti dalam kehidupan masyarakat. Keputusan tetap pada kaum lelaki, musyawarah dalam masyarakat identik dikuasai oleh kaum lelaki, cara bergaul juga masih dibatasi dengan maksud tidak terjadinya pergaulan bebas.Kata Kunci: Gender, Marginalisasi, Perempuan Aceh

Tunggu Tubang Marginalisasi Perempuan Semende (Zainal Arifin).docx

The Semende or also known as Semendo communities are a distinctive ethnic group residing in the mountainous areas of South Sumatra Province. An important aspect of their cultural life is known as tunggu tubang. According to tradition the family's property, which consist of family house and agricultural fields, are passed on to the eldest daughter in each generation. This article attempts to explain the position of tunggu tubang as a unique identity differentiator of the Semende communities in contrast with other communities. Besides a means to protect the community's survival, tunggu tubang has developed at the same time as a tool of legitimacy of political gender power control by males in the community.

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Tenaga Kerja Perempuan Di Sektor Informal (Studi Kasus Pedagang Pasar Sanggeng Manokwari)

JFRES: Journal of Fiscal and Regional Economy Studies, 2020

Women act as wives and even mothers for children in the household by carrying out domestic tasks at home to take care of and serve their husbands and family members. When women have many dependent needs in the family, women take on a dual role to be absorbed in the world of work in the informal sector as traders by trading in the market in order to generate income in order to meet the needs of family life. This study aims to analyze the factors of age, working hours, education level, and the number of dependents on the income of female traders in Sanggeng Manokwari Market by using multiple linear regression analysis tools. The regression results show that there is a significant effect of age and working hours on the income of female traders, while the level of education and number of dependents does not show a significant effect on the income of female traders in the Sanggeng Manokwari Market.