Perencanaan Penempatan Base Station WCDMA di Denpasar (original) (raw)

Perencanaan Sistem Long Term Evolution di Wilayah Kota Denpasar Memanfaatkan Bale Banjar untuk Menempatkan Base Station

Jurnal SPEKTRUM, 2018

Perencanaan sistem jaringan LTE dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor kontur wilayah yang berbeda. Kontur permukaan wilayah berpengaruh terhadap cakupan area yang dihasilkan suatu base station. Perencanaan jaringan berdasarkan analisis perhitungan, tidak mempertimbangkan kontur wilayah, maka untuk menunjang hal tersebut diperlukan simulasi menggunakan software Atoll. Metode pada penelitian ini menggunakan perhitungan dan simulasi software Atoll. Penempatan base station memanfaatkan 385 Bale Banjar sebagai titik site menara rooftop. Penempatan ini dilakukan di Bale Banjar dikarenakan mudahnya akses perijinan tempat, seperti base station pada Bale Banjar Balun. Berdasarkan hasil perhitungan dan pemodelan simulasi jarak jangkauan antena base station dengan model propagasi Cost-231 Hatta frekuensi 1800 MHz, diperoleh jarak sebesar 1,186 km. Simulasi perencanaan sistem LTE di wilayah kota Denpasar memerlukan 55 site, terdiri dari 54 site yang memanfaatkan Bale Ban...

Perencanaan Penambahan Base Tranciever Station (BTS) Jaringan GSM Pt. Telkomsel Pada Wilayah Konawe Utara

Jurnal Fokus Elektroda : Energi Listrik, Telekomunikasi, Komputer, Elektronika dan Kendali), 2018

Global System for mobile Communication (GSM) merupakan sistem telekomunikasi seluler digital yang diimplementasikan PT. Telkomsel di Kendari. Dalam sistem jaringan GSM, terdapat dua band frekuensi yaitu untuk arah uplink yang menggunakan frekuensi 890-915 MHz dan arah downlink yang menggunakan frekuensi 935-960 MHz. Dengan melihat peta topografi dari kecamatan Langgikima dan daerah sekitarnya, maka direncanakan BTS akan dipasang di daerah Langgikima, dengan mencari lokasi dengan dataran yang paling tinggi yaitu 55 meter di atas permukaan laut, tinggi dari BTS yang direncanakan yaitu 42 meter. Dengan melihat kondisi sosial geografis kecamatan Langgikima sebagai pusat pemerintahan dari Kabupaten Konawe Utara, maka BTS ini menggunakan antena sectorized dengan dua sektor. Alokasi frekuensi kerja untuk sektor 1 adalah : Uplink =900.80 MHz dan Downlink = 945.80 MHz, sektor 2 adalah : Uplink = 901.80 MHz dan Downlink = 946.80 MHz. Adapun cakupan wilayah BTS, diharapkan akan menjangkau k...

Perencanaan Jaringan Lte Dengan Memanfaatkan Lampu Penerangan Jalan Sebagai Titik Base Station DI Wilayah Denpasar

Jurnal SPEKTRUM

Perkembangan teknologi seluler LTE dengan kecepatan data yang tinggi mengakibatkan cakupan BTS menjadi lebih kecil. Akibatnya jumlah BTS yang dibutuhkan bertambah dan ketinggiannya menurun. Kebutuhan BTS dalam penelitian ini memanfaatkan LPJ di kota Denpasar. Jumlah LPJ sebanyak 16.685 titik dengan ketinggian 11meter hingga 23meter. Dengan memanfaatkan 16.685 titik LPJ pada penelitian ini, maka dapat mencakupi layanan LTE di wilayah Denpasar. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu mengumpulkan data dan gambaran LPJ, melakukan desain BTS pada lampu penerangan jalan, melakukan perhitungan dengan menggunakan model propagasi Cost-231 dan simulasi dengan menggunakan software Atoll, menghapus beberapa titik apabila terjadi overlapping coverage, melakukan tilt antena apabila terjadi blankspot. Sehingga hasil simulasi dari jumlah LPJ yang digunakan untuk mencakupi seluruh wilayah Denpasar yaitu 30 titik yang terdiri dari 5 site dengan tinggi antena 23meter, 4 site dengan tinggi antena...

Perencanaan Compact Mobile Base Station Minimalis UMTS Pada Acara Music Jazz Di Candi Prambanan Yogyakarta

ABSTRAKSI Perkembangan teknologi telekomunikasi saat ini memiliki peranan yang sangat penting di dunia telekomunikasi. Dengan berkembangnya jumlah pelanggan selular WCDMA dipastikan membutuhkan kapasitas trafik pelanggan dan cakupan jaringan pada suatu area yang baik.Penambahan BTS COMIS akan mengatasi kedua masalah tersebut yaitu disisi kapasitas dan kualitas cakupan sinyalnya. Pembahasan studi kasus ini mengenai analisa cakupan sinyal sistem WCDMA dan penambahan kapasitas trafik pelanggan pada sebuah area. Yang paling berpengaruh dalam penelitian ini adalah Effective Isotropic Radiated Power(EIRP), Received Signal Code Power (RSCP) dan Ec/Io. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kondisi awal EIRP sebesar 51 dBm, daya terima sinyal atau RSCP sebesar-107,63 dBm dan Ec/Io-20,7 dB. Selanjutnya, setelah dilakukan perhitungan berdasarkan perencanaan kapasitas dan cakupan didapatkan jumlah BTS COMIS yan diperlukan adalah 1 sel/BTS, sehingga pada simulasi software atoll dilakukan penambahan BTS COMIS sebanyak 1 sel/BTS, berdasarkan hasil simulasi penambahan 1 sel tersebut terjadi peningkatannilai RSCP atau daya terima sinyalyaitu menjadi-83 dBm, sedangkan untuk hasil dari Ec/Io atau kualitas sinyalnyatetap yaitu sebesar-20,7 dB. Kata kunci : 3G, Effective Isotropic Radiated Power (EIRP), Received Signal Code Power (RSCP) dan Ec/Io ABSTRACT The development of telecommunication technology today has a very important role in the world of telecommunications. With the growing number of cellular subscribers WCDMA certainly require the capacity of customer and network traffic in a good area. Addition of BTS COMIS will overcome both of them is the capacity and signal quality. Discussion of this case study on analysis. The most in this research is Effective Isotropic Radiated Power (EIRP), Received Signal Code Power (RSCP) and Ec / Io. The results of this study indicate the initial condition of EIRP of 51 dBm, receive signal or RSCP equal to-107.63 dBm and Ec / Io-20.7 dB. Furthermore, after the calculation based on the capacity and the size of the BTS base BTS required is 1 cell / BTS, so at simulation software atol done addition of BTS COMIS as much as 1 cell / BTS, based on simulation result of 1 cell that happened increase of RSCP or signal receiving power ie to-83 dBm, for the results of Ec / Io or the fixed signal quality of-20.7 dB.. Keywords: 3G, Effective Isotropic Radiated Power (EIRP), Received Signal Code Power (RSCP) and Ec / Io 1

Optimasi Peletakan Base Transceiver Station Di Kabupaten Mojokerto Menggunakan Algoritma Differential Evolution

Jurnal Teknik ITS, 2015

Salah satu aspek penting dalam perencanaan infrastruktur jaringan seluler adalah Base Transceiver Station (BTS) yang merupakan sebuah pemancar dan penerima sinyal telephone seluler. Di satu sisi, peningkatan jumlah menara memang akan mendukung tercapainya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap layanan telekomunikasi. Namun di sisi lain, penempatan menara yang tanpa perencanaan serta koordinasi yang tepat akan menimbulkan jumlah menara yang berlebih sehingga dapat mengganggu estetika lingkungan, tata ruang suatu wilayah, dan radiasi gelombang radio yang tidak terkontrol sehingga sangat mengganggu. Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat diselesaikan dengan cara menyusun suatu master plan yang lengkap dan rinci tentang penataan lokasi menara di kabupaten Mojokerto untuk lima tahun mendatang. Penataan lokasi menara dilakukan dengan menggunakan algoritma Differential Evolution (DE) untuk menemukan solusi penataan menara yang baik berdasarkan luas cakupan area sel yang dihasilkan, kemudian menggunakan software Map Info sebagai media visualisasi peta lokasi penempatan menara telekomunikasi. Dalam perancangan kebutuhkan BTS untuk tahun 2019, kabupaten Mojokerto membutuhkan penambahan BTS 3G sebanyak 174 BTS dengan ditopang oleh 53 menara telekomunikasi bersama. Penempatan menara telekomunikasi hasil perancangan mampu mengcover 72% dari luas wilayah kabupaten Mojokerto. Kata kunci-BTS, Differential Evolution, Map Info, menara telekomunikasi.

Potensi Lokasi Base Transceiver Station (BTS) Berdasarkan Pemerintah Dan Mayarakat di Kota Mataram

Jurnal Tata Kota Dan Daerah, 2013

Perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia, khususnya daerah perkotaan mendorong berkembangnya sarana pendukung telekomunikasi. Salah satu diantaranya adalah menara telekomunikasi yang biasa disebut Base Transceiver Station (BTS). Kota Mataram merupakan salah satu kota yang belum memiliki peraturan daerah mengenai peletakan bangunan BTS. Sehingga, beberapa BTS yang ada di Kota Mataram berada lokasi yang seharusnya tidak diperbolehkan. Hal tersebut diperparah karena belum adanya kesamaan persepsi serta kerjasama antara pihak pemerintah dan masyarakat dalam penentuan lokasi yang sesuai untuk pendirian BTS di Kota Mataram. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan kajian tentang Potensi Lokasi Base Transceiver Station (BTS) berdasarkan pemerintah dan mayarakat di Kota Mataram. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) berdasarkan persepsi dari perwakilan informan pemerintah dan masyarakat. Penelitian ini menggunakan empat belas variabel penentuan lokasi BTS yaitu Variabel Guna Lahan

Perencanaan Kebutuhan Base Station Jaringan Fixed WiMAX Berdasarkan Demand Site

This research is done to know the cell range and base station needs in specific area by using fixed WiMAX technology. The planning is started with some of assumption as the initial data to do a calculation of growth and density of customer which is used to calculate the cell range and base station needs for voice services and data. In this research, for 500.000 population in an area with 240 km 2 has taken the base station needs as 148 cell for the urban area with range of each cell is 0,98 km 2 and 63 cell for suburban area with the cell range of each cell is 1,53 km 2. Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui luas sel dan kebutuhan base station pada suatu wilayah tertentu dengan menggunakan teknologi fixed WiMAX. Perencanaan diawali dengan beberapa asumsi-asumsi sebagai data awal untuk melakukan perhitungan pertumbuhan dan kepadatan pelanggan yang selanjutnya digunakan untuk menghitung luas sel dan kebutuhan base station untuk layanan voice dan data. Pada penelitian ini u...

Pola Sebaran Lokasi Minimarket Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya DI Kota Denpasar

Pranatacara Bhumandala: Jurnal Riset Planologi

The purpose of this study was to determine the distribution patterns of minimarket locations and what factors influence the distribution patterns of minimarkets in South Denpasar District. The research method uses a quantitative approach. The unit of analysis consists of 209 minimarket data points. For analytical purposes, the techniques used are the nearest neighbor analysis and buffer analysis. In the analysis of minimarket distribution patterns, it shows clustering patterns. Based on a buffer analysis consisting of three factors: demographic factors, service coverage factors and road network factors. From the analysis it was found that (1) spatial demographic factors did not affect the existence of minimarket locations in South Denpasar Regency; (2) service coverage factors found to be overlapping; (3) Road network factor, the location of minimarkets is more dominant in the local road network, this is due to the fact that local roads have a high level of accessibility and are in ...