Politik Hukum Pemekaran Daerah (original) (raw)
Related papers
Permasalahan Daya Saing Daerah Terkait Pemekaran Beserta Solusinya
Jumlah kabupaten dan provinsi di Indonesia hasil pemekaran terus bertambah, Jumlah daerah pemekaran sampai dengan 2007 telah mencapai 179 daerah, meningkat 77% dari tahun 2006 yang hanya berjumlah 101 daerah pemekaran. Jumlah ini ditengarai akan terus bertambah karena belum lama berselang DPR telah menyetujui 21 calon daerah pemekaran baru dimana sebagian besar merupakan daerah usulan hak inisiatif DPR sendiri. Tidak mengherankan banyak kalangan menganggap bahwa isu pemekaran wilayah akhir-akhir ini sudah keluar dari arah semula yaitu tujuan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan menjadi hanya isu politik belaka.
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah seluasluasnya. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1
Otonomi Daerah Permasalahan Pemekaran Daerah Maluku Utara
Indonesia merupakan negara kepualauan yang terletak di posisi strategis dengan dua lautan yang mengelilinginya. Hal ini turut mempengaruhi mekanisme pemerintahan di Indonesia, dimana sulitnya koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini pula yang mendorong akan terwujudnya suatu sistem pemerintahan yang efisien dan mandiri untuk memudahkan koordinasi antara kedua belah pihak tersebut. Sejalan dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan kewenangan penyelenggaraan kepada pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Disinilah peran pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola daerah yang jauh dari jangkauan pemerintah pusat agar tidak terjadi pengabaian sumber daya dan potensi yang ada. Maka dibentuklah suatu sistem yang dinamakan otonomi daerah oleh pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menjalankan kebijakan otonomi daerah terdapat hambatan yang menimbulkan berbagai permasalahan. Misalnya, pelayanan publik, Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan konflik pemekaran daerah. Ketimpangan-ketimpangan tersebut berdampak pada tidak maksimalnya kinerja otonomi daerah di tiap wilayah. Konflik pemekaran daerah merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam ketimpangan-ketimpangan yang terjadi seperti pengelolaan sumber daya yang tidak efisien, pembangunan yang kurang merata dan pelbagai permasalahan-permasalahan lain. Berdasarkan hal tersebut, menarik untuk dilakukan telaah yang di arahkan pada bagaimana permasalahan-permasalahan otonomi daerah terkait pemekaran daerah.
Model Pemekaran Daerah yang Menyejahterakan Masyarakat
2013
Sejak diundangkannya UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintahan diselenggarakan berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan dengan titik berat pada desentralisasi. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, pemerintah pusat menyerahkan sebagian besar urusan pemerintahan kepada daerah otonom. Pemerintah pusat hanya memegang 6 urusan pemerintahan: politik luar negeri, keuangan dan moneter nasional, pertahanan, keamanan, yustisi, dan agama. Sistem pemerintahan daerah model baru tersebut disamping memberikan kewenangan yang luas kepada daerah juga membuka peluang adanya pemekaran daerah, yaitu memekarkan satu daerah otonom yang sudah ada menjadi dua daerah dengan cara menjadikan bagian dari daerah otonom tersebut menjadi daerah otonom baru. Sampai tahun 2007 ini telah terbentuk 173 daerah otonom yang terdiri atas tujuh provinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota (Suara Karya, 30 Oktober 2006). Pemekaran daerah ditujukan untuk mengatasi masalah administrasi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam yang dihadapi oleh daerah otonom sebagai akibat dari perubahan lingkungan. Akan tetapi, dalam kenyataan tidak sedikit pemekaran daerah justru menimbulkan masalah baru. Banyak daerah otonom baru tidak mampu membiayai dirinya sendiri, berselisih batas wilayah, warga daerah induk berkonflik dengan warga daerah pemekaran karena tidak setuju disatukan dengan "komunitas lain", dan rebutan sumber daya alam. Kondisi semacam ini tentu berdampak pada kinerja pemerintahan daerah otonom baru dan daerah otonom induk. Daerah otonom baru mengalami ketidakefektifan administrasi dan daerah otonom induk mengalami defisit anggaran belanja dan penurunan kinerja.
Otonomi Daerah & Otonomi Khusus, 2017
Otonomi daerah telah menjadi suatu dasar hukum yang sangat menguntungkan bagi pemerintah karena pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengembangkan potensi-potensi kedaerahannya (tanpa perlu meminta persetujuan yang berarti ke pemerintah pusat) guna mendapatkan keuntungan-keuntungan materil & immateril yang bertujuan untuk membangun daerahnya, yakni peningkatan kualitas sumber daya manusia & mutu hidupnya, serta pengelolaan lingkungan yang beradab.
Pemekaran Daerah: Dilema Kebutuhan Demokrasi 1
Pengantar Laju desentralisasi di indonesia dalam beberapa tahun terakhir terbilang sangat mengesankan. Wacana-wacana tentang desentralisasi seakan menjadi "primadona" dalam euforia demokrasi yang semakin mengglobal. Desentralisasi diyakini secara general merupakan ekspresi demokrasi yang mampu mengejawantahkan kepentingan rakyat secara terpadu. Hal itu pulalah yang mendorong mencuatnya konsep kebijakan pemekaran daerah sebagai implementasi dari konsep desentralisasi tersebut. Istilah pemekaran sendiri bukan merujuk pada perluasan teritori sebuah daerah, melainkan merujuk pada pemekaran jumlah daerah otonom, yang dari sisi internal daerah justru luas daerah dan jumlah penduduk mengalami pengurangan, namun jikalau dilihat dalam level nasional jumlah daerah otonom mengalami penambahan (Pratikno 2006, hh. 177). Pemekaran daerah akhirnya menjadi suatu dinamika yang unik dalam pengimplementasian desentralisasi di Indonesia. Dimulai dengan hadirnya UU No. 22/1999 dilanjutkan PP No. 129/2000, dinilai kurang efektif dan terlalu longgar sehingga terjadilah pembengkakan usulan-usulan pemekaran wilayah sebagai dampak "decentralization boom" ibarat cendawan di musim penghujan. Hal ini tentu saja berdampak pada kurang fokusnya tujuan pemekaran daerah, yakni untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena motivasi pemekaran daerah hanya berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu. Cerita terus berlanjut ketika dikeluarkannya UU No. 32/2004 yang lebih ketat dalam mengawal pemekaran daerah sehingga hasil dari pemekaran daerah 1 Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hubungan Pusat dan Daerah yang diampu Oleh Josef Riwu Kaho dan Nur Azizah. 2 Aris Supriyadi adalah Mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM.