EKSISTENSI PEWARISAN HUKUM ADAT BATAK (original) (raw)
Related papers
Perkawinan merupakan suatu pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan hidup keluarganya dan diikuti adanya norma-norma maupun nilai yang terkandung di dalam perkawinan tersebut sebagai media budaya dalam mengatur hubungan antara sesama manusia yang berlainan jenis kelamin. Menurut ketentuan dalam Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa: "Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa." Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan Pancasila di mana sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungannya dengan turunan, yang merupakan pula tujuan perkawinan, pemeliharaan, dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA
The existence of tribute people on the Constitution of 1945, the result of amendment has acknowledged and appreciated in chapter 18 B verses 2. This chapter gives position of constitution to tribute people dealing with state, how they are performed. The coming of tribute people is a fact that history can be avoided by government. The regional government is given the authorization to make rules clearly. It can raise conflict either for between regional or regional government with certain law society. Since reformation, law of civil society inIndonesiademands much their rights which are stolen by government or other certain groups.
HUKUM ADAT DAERAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM DUNIA, 2019
A Judul Penelitian Praktik Budaya "Sadranan" dalam Aspek Hukum Adat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya pada Era Globalisasi Saat Ini. Latar Belakang Hukum adat memiliki makna sebagai hukum asli bangsa Indonesia.Namun,hukum adat adalah salah satu bentuk hukum yang tidak tertulis secara formal didalam suatu kitab peraturan perundang-undangan seperti kaidah peraturan perundang-undangan lain yang berlaku di Indonesia.Walaupun begitu,hukum adat tetap tumbuh,berkembang,dan terus dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakat sebagai suatu bentuk aturan hukum yang mengikat diantara masyarakat tersebut dan dipertahankan turun-temurun oleh kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Selain hukum adat,di Indonesia juga dikenal istilah masyarakat hukum adat.Masyarakat hukum adat berarti sekelompok manusia yang terikat dalam suatu tatanan hukum adat tertentu sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum oleh atas dasar faktor kesamaan daerah tempat tinggal atau faktor hukum adat tersebut yag sudah diwariskan turun-temurun. Eksistensi hukum adat di era globalisasi yang memungkinkan
Kajian-kajian para ahli hukum semenjak masa penjajahan Belanda sampai masa kemerdekaan juga menunjukkan adanya keberadaan Hukum Adat, di mana dalam perkembangannya terhadap studi hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia telah melahirkan teori yang saling tarik menarik dalam melihat keutamaannya. Teori-teori tersebut adalah receptio in complexu, receptie theorie, dan receptio a contrario. 1 Hukum Adat Banjar adalah Hukum Adat lokal yang ada di Kalimantan Selatan, karenanya ia adalah salah satu bagian dari Hukum Adat Indonesia. Hukum Adat Banjar merupakan hukum asli yang berlaku pada masyarakat Banjar, yang sifatnya tidak tertulis, sekalipun demikian Hukum Adat itu telah terakomodir dalam beberapa tulisan dan dokumen-dokumen, seperti yang tertuang dalam Undang-undang Sultan Adam Tahun 1835 dan dalam Kitab Sabilal Muhtadin karangan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary. Adapun suku bangsa Banjar ialah penduduk asli sebagian wilayah Propinsi Kalimantan Selantan. Mereka diduga berintikan penduduk asal Sumatera atau daerah sekitarnya, yang berimigrasi ke kawasan ini sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama dan setelah bercampur dengan penduduk yang lebih asli (biasanya disebut suku Dayak), serta bercampur dengan imigran-imigran yang berdatangan belakangan, maka terbentuklah setidak-tidaknya tiga sub suku, yaitu (Banjar) Pahuluan, (Banjar) Batang Banyu dan Banjar (Kuala). Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang asalnya ialah bahasa Melayu. Sedangkan nama Banjar diperoleh 1 Neng Djubaedah, "Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Masyarakat Muslim di Indonesia Suatu Harapan", Artikel dalam Mimbar Hukum,
TUGAS HUKUM ACARA PERDATA ALAT BUKTI
pertama, berbeda dengaan perkara pidana yan g menempatkan kesaksian pada urutan pertama, mengapa demikian? Hal ini karena seseorang yang melakukan tindak pidana selalu menyingkirkan atau melenyapkan buktibukti tertulis dan apa saja yang memungkinkan terbongkarnya tindak pidana yang dilakukannya, sehingga terbongkarnya tindak pidana dan pelaku-pelakunya kebanyakan darii orang-orang yan g secara kebetulan melihat, mendengar, atau mengalami sendiri kejadian yang merupakan tindakan pidana itu.