INDUSTRIALISASI POLITIK DAN REKAYASA CITRA (original) (raw)
Industrialisasi politik merupakan suatu hal yang baru bagi proses politik dinegeri ini. Khususnya ketika menjelang Pemilihan Umum (pemilu) 2004, berbagai partai politik dan aktor-aktornya mulai menggelar berbagai langkah, manuver dan strategi politik dalam rangka meraih kemenangan politik. Hal ini dilakukan untuk mengajak orang lain yang belum sepaham atau belum yakin pada ide-ide yang di tawarkan agar bersedia bergabung dan mendukungnya dalam pemilu. Mereka, para kontestan pemilu, menyadari bahwa personalisasi politik begitu penting untuk menjaring suara dalam pemilu, karena saat ini kita sedang melangkah pada sistem politik yang dianggap lebih modern, berkualitas dan rasional. Indikasi dari industrialisasi politik ini adalah dengan pemanfaatan konsultan kampanye (electioneer) profesional untuk mengemas atau merekayasa citra. Para electioneer ini tidak hanya direkrut dari dalam negeri, banyak partai politik "gemuk" yang menggunakan konsultan dari mancanegara. Kita tidak bisa menafikan bahwa Model kampanye seperti inilah yang kini sedang dikembangkan di Indonesia di masa reformasi. Yaitu sebuah model kampanye yang lebih menekankan pada citra dan simulasi ketimbang realitas, dimana rekayasa citra individu kontestan menjadi lebih penting daripada platform dan isu yang diperjuangkan partai. Menurut Dedy Nur Hidayat, ketua program pascasarjana ilmu komunikasi Universitas Indonesia, dalam Amerikanisasi Industri Kampanye Pemilu (2004), kelompok electioneer profesional