Kitāb al-Luma‘ fī al-Radd ‘alā Ahl al-Zaygh wa al-Bida‘ Karangan Imām Abū al-Ḥasan al-Ash‘arī: Terjemahan Perbahasan al-Qadr (original) (raw)

Al-I’Tizᾱlᾱt Dalam Tafsir Anwᾱr Al-Tanzῑl Wa Asrār Al-Ta’Wīl Karya Al-Baiḍawi

el-'Umdah, 2018

Penafsiran al-Qur’an menampakkan kontestasi ideologi oleh para mufassirnya, sebagaimana yang terjadi di era afrmatif perjalanan tafsir al-Qur’an. Kontestasi ini dirasakan secara lansung maupun tidak lansung berupa keterpengaruhan intelektual. Artikel ini membuktikan tesis tersebut, dengan menemukan adanya beberapa ajaran kemu’tazilahan (I’tizālāt) dalam tafsir Anwār al-Tanzīl karya al-Baiḍāwi yang notabene nya seorang sunni. al-Baiḍāwi menawarkan penafsiran seperti mu’tazilah dalam memahami ayat eskatologis semisal: azab kubur, bertemu Tuhan dll. Dalam analisis tafsirnya, al-Baiḍāwi terlihat memiliki kekaguman kepada sosok al-Zamakhshariy, sehingga membuat analisis tafsirnya seolah mengandung atau meng-iyakan ajaran/ faham mu’tazilah (I’tizālāt)

Penerjemahan Qashash Al-Qur’ân li al-Athfâl Karya Mahmud Al-Mishri.pdf

ABSTRAK Ida Nur Jannah, 11140240000038. “Penerjemahan Qashash Al-Qur’ân li al-Athfâl Karya Mahmud Al-Mishri”. Skripsi, Jurusan Tarjamah, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan metode penerjemahan adaptasi digunakan dalam menerjemahkan kisah-kisah yang terdapat pada buku Qashash Al-Qur’ân li al-Athfâl Karya Mahmud Al-Mishri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-deskriptif. Setelah menerjemahkan objek data, dilakukan pertanggungjawaban akademik dengan mendeskripsikan penerapan metode adaptasi. Hasil penelitian ini adalah bahwa metode penerjemahan adaptasi dalam buku Qashash Al-Qur’ân li al-Athfâl Karya Mahmud Al-Mishri merupakan metode yang efektif untuk digunakan dalam menerjemahkan kisah-kisah, yang memudahkan penerjemah untuk menghasilkan terjemahan yang berterima, mudah dipahami dan sedekat mungkin tepat dengan makna Tsu.

TRANSLATION ON al Luma al Ashari in Malay THE DISCUSSION OF AL QADR

At the end of the Salaf era, too many misguided firqah emerged mainly from the Qadariyyah and Jabariyyah groups that addressed the issue of Allah’s qadr. Imām al-Ash‘arī was born around the third century Hijrah who bring the faith of Ahli Sunnah Wa al-Jama‘ah to defend the issue of the qadr of Allah until he had authored the book of al-Luma‘ and addressed a specific issue in the matter of the human acts against the Qadariyyah and Jabariyyah groups. This study attempts to translate al-Luma‘ works by al-Ash‘arī which takes only the part of qadr of Allah the Almighty only. The study also attempts to provide an understanding of the issue of Allah’s qadr in the perspective of al-Ash‘arī in opposing the deviant group. This study uses data collection methods, data analysis which includes comparative analysis, historical-based analysis, content analysis, and inductive and deductive methods. The study finds that al-Ash‘arī has unraveled the entire problem of qadr Allah in the book al-Luma‘ in order to provide an understanding to the public in eradicating the deviant teachings of the Qadariyyah understanding which led to the misunderstanding of the issue of and human act. This study has also completed the translation of a chapter from al-Luma‘ in the qadr problem in order to show the view of Imam al-Ash‘arī in answer the arguments of the Qadariyyah and Jabariyyah groups in the issue of qadr and the acts of Human.

Ketidakselarasan Penisbahan Qiraat Dalam Tafsir Al-Muḥarrar Al-Wajīz: Satu Penelitian Berasaskan Ikhtiyār Ibn Al-Jazari

QIRAAT: Jurnal Al-Quran dan isi-isu kontemporari

Nama-nama imam dalam kalangan qurrā’ sabcah merupakan tunjang utama penisbahan qiraat dalam karya-karya tafsir. Salah satu tafsir yang meraikan qurrā’ sabcah ialah tafsir yang dihasilkan oleh imam Ibn cAṭiyyah berjudul tafsir al-Muḥarrar al-Wajīz. Nukilan nama para qurrā’ sabcah mahupun casharah memenuhi ruang bicara qiraat dalam tafsir ini. Ibn cAṭiyyah dalam mukadimah tafsinya menyatakan qurra mutawairah terutamanya al-sabcah merupakan keutamaan beliau kerana mereka bacaan mereka diterima dan diredai. Persoalan yang timbul, adakah qiraat setiap wujūh al-qirā’āt yang dinisbahkan kepada qurrā’ sabcah ini selaras dengan qiraat yang direkodkan oleh ibn al-Jazari dalam kitab al-Nashr. Oleh itu, objektif kajian ini mengkaji dan menganalisis keselarasan penisbahan qiraat oleh ibn cAṭiyyah dengan ikhtiyar yang telah disusun oleh Ibn al-Jazari. Kajian ini merupakan kajian kualitatif yang menggunakan reka bentuk analisis kandungan bersumberkan Tafsir al-Muḥarrar al-Wajīz. Kajian ini memfoku...

Studi Kritis Atas “Al-Tafsīr Al-Bayāni LI Al-Qur’Ān Al-Karīm“Karya ‘Āisyah ‘Abdurrahmān Bintu Syāti’ (W. 1998 M.)

At-Tahfidz: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Aisyah Abdurrahman or better known as Bintu Syati 'is a very famous female mufassirah in her era. The existence of Amin al-Khulli's style of thought - who is also Bintu Syathi's teacher and husband - made Aisyah Bintu Syathi's preference in explaining or using methods in her interpretation. The book that is in the hands of this author is Bintu Syati's monumental work in the field of interpretation "Al-Tafsīr Al-Bayāni Li Al-Qur'ān Al-Karīm" which is very concerned with enthusiasts of al-Qur'an studies. This book consists of two volumes, each of which includes 7 chapters, consisting of the letters al-Dhuha, al-Insyirah, al-Zalzalah, al-A'diyat, al-Nazi'at, al-Balad, and al-Takatsur. While the second volume consists of the letters al-Alaq, al-Qalam, al-Ashr, al-Lail, al-Fajr, al-Humazah and al-Ma'un. Thus this commentary only contains 14 short suras, taken from juz 'Ammah, chapter 30 of the Qur'an.After studying further, the st...

ASINOMINITAS DALAM PEMBACAAN KRITIS ATAS BUKU AL-KITĀB WA AL-QUR`ĀN QIRĀ`AH MU’ĀṢIRAH KARYA M. SYAḤRŪR.pdf

Muhammad Syaḥrūr is one of the Islamic thinkers who introduces a new accounts related to the study of Qur'anic exegesis. By using historical and scientific approaches, he refuses the idea of sinonymity (tarāduf) in the Qur'an. For him, there is a substantial difference between "nabi" and "rasūl", as well as other terms such as "al-kitāb, al-Qur'ān, al-ẓikr, and al-Furqān". Based on his rejection to this idea, Syaḥrūr constructs his own theories concerning Qur'anic interpretation. There are several books that represent the anti-thesis to the Syaḥrūr's ideas. This article tries to formulate its synthesis. With reference to the classic linguistic literatures, the author proves that the Qur'an contains the synonymities, and it apparently weakens the Syaḥrūr's argumentation.

FENOMENA ILHĀD DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’ĀN TINJAUAN HISTORIS DAN KEKINIAN Studi Terhadap Tafsir bil Ra’yi al-Mazhmum

2020

ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai Fenomena Ilhād dalam Penafsiran al-Qur’ān Tinjauan Historis dan Kekinian (Studi Terhadap Tafsir bil Ra’yi al-Mazhmum) merupakan kata yang dipakai dalam al-Qur’ān untuk menggambarkan tentang penyimpangan, asal (makna) ilhād dalam bahasa Arab adalah berpaling dari tujuan, dan (berbuat) menyimpang, aniaya dan menyeleweng. Di antara (contoh penggunaannya) adalah (kata) lahd (liang lahad) dalam kuburan, (dinamakan demikian) karena liang lahad tersebut menyimpang dari pertengahan kuburan ke arah kiblat dalam kamus Lughotul wa al-A’lam kata ilhād juga memiliki berbagai makna diantaranya, kufur, zhalim, meninggalkan sesuatu yang diperintahkan Allah. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dan metodologi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode tematik, yaitu dengan menjelaskan ayat dan surah yang berhubungan, dengan merujuk pada al-Qur’ān dan kitab tafsir klasik juga kontemporer sebagai data primer dan buku-buku lite...

BUKU PANDUAN PENGKAFIRAN: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī

Jurnal THEOLOGIA

The aim of this article is to critically evaluate the thought of Nūr al-Dīn al-Ranīrī, particularly his thought in Tibyān fī Ma'rifat al-Adyān. The book contained his accusation of others as being a kafir. This Indian origin theologian explained the history of religions from the times of Adam to the times of Jesus. He claimed that those pre-Islamic religion had perverted. He discussed also Islamic theological schools such as Rafidi, Khawarij, Jabbariyah, Qadariyah, Jahmiyah, Murji'ah and Karamiyah. He said that those schools are perverted as well. According to him, only Ahl al-Sunnah wa 'l-jamā'ah is the right theology. He also discussed various ideologies and the practices of mysticism that have ever grown and claimed that those are perverted too, except the akhlaqi tasawwuf. This article reviews the historical background of Aceh chronically till this "guidance book of takfir" come into existence. For that cause, the content of Tibyān fī Ma'rifat al-Adyānwill is discussed in brief. Finally, the theological thought of al-Ranīrī regarding the unity of being. The article focuses on the criticism over the attack of al-Ranīrī against the concept of the unity of being held by Hamzah Fansūrī and Shams al-Dīn al-Sumatranī. Abstrak: Tulisan ini bertujuan melakukan evaluasi kritis atas pemikiran Nūr al-Dīn al-Ranīrī, khususnya dalam bukunya Tibyān fī Ma'rifat al-Adyān. Dalam buku tersebut dia mengkafirkan banyak pihak. Teolog asal India itu mengulas sejarah agama-agama sejak Adam hingga Isa al-Masih. Dia mengatakan agama-agama tersebut telah menjadi agama yang sesat setelah Islam muncul. Selanjutnya dia membahas aliran-aliran teologi seperti Rafidi, Khawarij, Jabariyah, Qadariyah, Jamamiyah, Murji'ah dan Karamiyah. Dia mengatakan semua aliran teologi tersebut adalah sesat. Menurutnya aliran yang benar hanya Ahl al-Sunnah wa 'l-Jamā'ah. Selanjutnya dia mengulas berbagai itikad dan praktik mistisme yang pernah berkembang dan mengatakan semua itu sesat kecuali aliran tasawuf akhlaqi. Tulisan ini mengulas tentang latar belakang Aceh secara kronologis hingga "buku panduan pengkafiran" tersebut hadir. Selanjutnya diulas secara ringkan isi Tibyān fī Ma'rifat al-Adyān. Terakhir dilakukan evaluasi kritis atas pandangan teologis al-Ranīrī tentang Waḥdat al-Wujūd. Tulisan ini berfokus pada kritik atas serangan al-Ranīrī terhadap pemikiran Waḥdat al-Wujūd yang dipegang oleh Hamzah Fansūrī dan Shams al-Dīn al-Sumatranī.