PRAKIRAAN CUACA BERBASIS DAMPAK UNTUK SEKTOR PENERBANGAN MENGGUNAKAN DATA DARI SYSTEM OF INDONESIAN AVIATION METEOROLOGY (original) (raw)
Related papers
Jurnal Widya Climago Pusdiklat BMKG, 2020
In the early 2020s, the world was shocked by the coronavirus outbreak (Covid-19) which infected almost all countries in the world. As the rapid spreading of the virus and its impact on respiratory disorders and its complications with other diseases causes the world health organization or WHO declared Covid-19 to be a pandemic on March 11. The policies in many countries imposed lockdown or social distancing to prevent transmission of this virus which results in limited human activities. However, policies that are not concurrent in each country and even cities caused the reduction of pollutants will vary. The purpose of this research is to find out the differences density of air pollutants in the atmosphere before and after the Covid-19 in big cities in Indonesia using weather modeling data with Particulate Matter (PM) parameters of less than 10 µm. The results showed that the most significant decreased pollutant intensity in the Special Capital Region of Jakarta, the City of Bandung, and the City of Semarang. However, the reduction of pollutant density was less significant in the City of Surabaya.
PEMANFATAN DATA MINING UNTUK PRAKIRAAN CUACA UTILIZATION OF DATA MINING FOR WEATHER FORECASTING
Weather forecasting process needs many weather components, big data size and forecaster experience. They cause the accuracy and rapid of forecasting were not well-fulfilled. In order to solve this problem, the research of prediction model was done by using Association Rule and Classification (C4.5, Classification Tree and Random Forest) methods. The input of model production were wind speed, cloud cover, dew point temperature and temperature from 9 marine stations in 2009. The input for testing the resulted model was synoptic data of Tanjung Priok Marine Station since 2002-2010. The result shows the accuracy of C4.5 is highest than others. Accuracy of C4.5 and Association Rule are about 68.5%, and 60.9%, respectively. Thus, the appropriate prediction model is the C4.5. Dominant weather component of C4.5 are cloud cover, dew point temperatur and temperature. ABSTRAK Proses prakiraan cuaca memerlukan banyak komponen data cuaca, jumlah data yang besar serta kemampuan prakirawan. Hal ini menyebabkan ketepatan dan kecepatan prakiraan kurang terpenuhi. Untuk memecahkan masalah tersebut, telah dilakukan penelitian model prediksi menggunakan beberapa teknik data mining yakni Association Rule, C4.5, Classification dan Random Forest. Data masukan adalah data sinoptik 9 stasiun maritim tahun 2009. Data masukan tersebut terdiri dari kecepatan angin, tutupan awan, suhu udara dan suhu titik embun. Data untuk pengujian model adalah data sinoptik Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok sejak tahun 2002 hingga 2010. Dari serangkaian pembuatan, pemilihan dan pengujian model, hasil penelitian menunjukkan Association Rule mempunyai tingkat akurasi 60.9%, sedangkan C4.5 mempunyai tingkat akurasi 68.5%. Dengan demikian model prediksi yang dipilih adalah model prediksi C4.5. Komponen cuaca yang dominan memungkinkan terjadinya hujan adalah suhu udara, suhu titik embun, dan tutupan awan.
Prosiding SNFA (Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya), 2019
Numerical weather predictions are currently being developed to address the need for high resolution rainfall forecasting. However, numerical weather forecasts in Indonesia are still problematic in terms of the accuracy of numerical models. Several previous studies have shown that modeling accuracy is strongly influenced by errors in the initial condition data. This study examines efforts from the research and development of the Weather Forecast and Forecast (WRF) model of preliminary data using a satellite beam assimilation procedure for forecasting rainfall in the Ambon region for two different case studies in 2018. Six experimental models are carried out by assimilation of sensors AMSU-A and MHS satellites use the WRFDA 3DVar system. This research was conducted by increasing the assimilation analysis on the initial data model, analyzing the model skills in the dichotomy of rainfall predictions, rainfall criteria, spatial rainfall, and time series of rainfall accumulation compared to BMKG rainfall observation data. The results showed that the DA AMSU-A and MHS experiments correctly modified the initial condition data of the model. Meanwhile, the results of dichotomous verification revealed that the DA observation experiment had the highest skill score forecast compared to other assimilation. but more experiments are needed in the northern Sumatra area to provide more significant results.
Cloud computing adalah teknologi yang memanfaatkan layanan internet menggunakan pusat server yang bersifat virtual dengan tujuan untuk menjaga/mengolah data dan aplikasi [Akhmad 2010]. Lahirnya cloud computing secara tidak langsung menimbulkan perubahan dalam cara kerja sistem teknologi informasi pada sebuah organisasi. Karena cloud computing dapat mengurangi biaya Teknologi Informasi (TI), menyederhanakan pengelolaan layanan TI, dan bekerja secara remote. Secara umum arsitektur komputasi awan terdiri dari (1) Infrastructure as a Service (IaaS) (2) Platform as a Service (PaaS) dan (3) Software as a Service (SaaS). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai instansi pemerintah yang mempunyai tugas untuk menyebarkan informasi Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika (MKKuG) dan mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang luas di wilayah Indonesia. Inisiatif penerapan cloud computing di BMKG untuk memudahkan UPT memiliki website tanpa harus membangun server sendiri dan memudahkan dalam integrasi penyebaran data dan informasi MKKuG. Disamping itu bisa menekan biaya pembelian hardware, efisiensi sumber daya manusia, menghemat biaya maintenance, biaya lisensi software, dan biaya investasi bidang TIK. Dibutuhkan perencanaan yang matang dan terintegrasi sehingga strategi penerapan cloud computing pada sistem diseminasi MKKuG bisa terwujud. Penelitian ini menggunakan metode analisis SWOT dan Analytic Network Process (ANP). Didapat 4 alternatif terbaik yaitu Pembangunan web center, pengadaan infrastruktur jaringan, virtualisasi hosting, dan Program pengembangan TIK, serta mendapat gambaran tentang strategi penerapan cloud computing pada sistem diseminasi MKKuG. Sehingga di masa yang akan datang BMKG dapat memberikan layanan yang terbaik, mutakhir dan berkesinambungan kepada penggunanya. Kata kunci : Cloud Computing, Analisis SWOT, ANP, diseminasi MKKuG
PERANCANGAN DATA MART KEPEGAWAIAN PADA UNIT SUMBER DAYA MANUSIA (HUMAN RESOURCE) PT. GMF AEROASIA
ABSTRAK Proses manajemen informasi sumber daya manusia yang menangani seluruh transaksi kepegawaian, mulai dari pendataan pegawai baru, turnover pegawai, cuti, pelanggaran, promosi, demosi, sampai penggajian, membutuhkan data dalam jumlah yang sangat banyak setiap bulannya. Ditambah lagi apabila perusahaan memiliki pegawai yang berjumlah lebih dari 2000 orang, tentunya proses pencarian data untuk membuat laporan akan memakan waktu yang cukup lama. Berdasarkan alasan tersebut, penulis mencoba membuat suatu datamart, yang diharapkan mampu menghasilkan data sesuai dengan kriteria yang diinginkan secara cepat dan akurat. Datamart ini dibuat dengan menggunakan fasilitas DTS (Data Transformation Services) yang ada di SQL Server 2000, mulai dari proses ekstraksi, transformasi, sampai proses loading. Sedangkan aplikasi untuk mengakses data mart ini dibangun dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 Kata Kunci : Data Mart, Human Resource, dan ETL
Abstrak: Emisi gas yang dihasilkan dari cerobong-cerobong kegiatan industri mengandung berbagai macam jenis partikulat, beberapa diantaranya yaitu TSP dan PM 10. PM 10 (Particulate Matter) merupakan partikel udara dalam wujud padat dengan diamater kurang dari 10 μm, sedangkan partikel padat TSP (Total Suspended Particulate) memiliki diameter maksimum sekitar 45 μm. Partikel tersebut akan berada di udara dengan waktu yang relatif lama, dalam keadaan melayang-layang, dan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen permodelan udara emisi titik tetap, sehingga didapatkan perkiraan besarnya paparan kontaminan yang dihasilkan oleh sumber emisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seiring bertambahnya ketinggian cerobong maka kecepatan angin di ketinggian cerobong juga mengalami peningkatan. Semakin besar kecepatan angin, ketinggian semburan dan konsentrasi polutan yang diemisikan suatu sumber juga semakin kecil. Ketinggian cerobong juga mempengaruhi estimasi jarak maksimum pemaparan. Semakin tinggi ketinggian cerobong yang digunakan, maka semakin jauh estimasi jarak maksimum pemaparan yang diemisikan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara maka konsentrasi emisi TSP dan PM 10 pada setiap ketinggian cerobong termasuk dalam kategori tidak aman, dikarenakan berada jauh di atas batas ambang maksimum yang diperbolehkan, yaitu sebesar 230 μg/Nm 3 untuk TSP dan 150 μg/Nm 3 untuk PM 10. Nilai konsentrasi sebaran TSP dan PM 10 tertinggi terdapat pada ketinggian cerobong 50 meter, secara berturut-turut sebesar 30156.252 µg/m 3 dan 19709.968 µg/m 3. Sedangkan, nilai konsentrasi TSP dan PM 10 terendah terdapat pada ketinggian cerobong 250 meter, secara berturut-turut sebesar 1893.271 µg/m 3 dan 1237.432 µg/m 3. Abstract: Gas emissions generated from the chimneys of industrial activities contain various types of particulate, some of which are TSP and PM 10. PM 10 (Particulate Matter) is an airborne particles in solid form with a diameter of less than 10 μm, whereas the solid particles TSP (Total Suspended Particulate) has a maximum diameter of about 45 μm. The particles in the air with a relatively long time, in a state of hovering, and can enter the human body through the respiratory tract. This research aimed to find out the components of air emission modeling fixed point, to obtain estimates of the magnitude of exposure to contaminants generated by emission sources. The results showed that with increasing height of the chimney, the wind speed at the height of the chimney also increased. The greater the wind speed, altitude bursts and concentration of pollutants emitted a source is also getting smaller. Chimney height also affect the estimate of the maximum exposure distance. The higher height of the chimney is used, the maximum distance farther estimate exposure emitted. Based on Government Regulation No. 41 of 1999 about Air Pollution Control, the concentrations of TSP and PM 10 emissions in each chimney height categorized unsafe, due to being far above the maximum allowable threshold, that is equal to 230 μg/Nm 3 for TSP and 150 μg/Nm 3 for PM 10. Value distribution of TSP and PM10 concentration is highest at the chimney height of 50 meters, respectively for 30156,252 μg/Nm 3 and 19709,968 μg/Nm 3. Meanwhile, the value of TSP and PM 10 concentrations are lowest at the height of the chimney of 250 meters, respectively amounted to 1893,271 μg/Nm 3 and 1237.432 μg/Nm 3 .