Paulo Freire, Pendidikan Kritis (original) (raw)

FILSAFAT PENDIDIKAN PAULO FREIRE

Abstrak Artikel disusun untuk memaparkan aliran filsafat pendidikan Paulo Freire yang merupakan tokoh pendidikan asal Brasil yang fenomenal. Paulo Freire merupakan tokoh yang mencetuskan sistem pendidikan untuk kaum tertindas. Dengan menggunakan metode studi pustaka dari beberapa sumber yang sudah didapatkan, maka kami dapat menginterpretasi dan memaparkan biografi ringkas mengenai Paulo Freire, filsafat dan tujuan pendidikan yang telah digagas, kurikulum serta elemen penting pendidikan. Dalam artikel ini kami juga menjelaskan mengenai pandangan Paulo Freire tentang guru yang ideal yang mampu mendidik dan memotivasi murid yang memiliki karakter yang kritis dan demokratis, sehingga mampu mengembangkan potensi yang

PENDIDIKAN KRITIS DALAM PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI ISLAM (Kajian atas Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Kritis)

Pendidikan kritis lahir dilatari oleh pemikiran Karl Marx di masa mudanya yang sering disebut “Hegelian Muda” mengenai isu praxis-emansipatoris, di samping juga dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran pendidikan yang diusung oleh Ivan Illich, Everett Reimer dan Paulo Freire. Dilihat dari akar-akar historis kelahiran pendidikan kritis seperti ini, orang lebih menduga kuat bahwa pendidikan kritis bersumber dan lahir dari pemikiran Marxisme dan atau Neo-Marxisme. Oleh karena itu, untuk konteks Indonesia, jarang sekali ditemukan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mengikuti konsep dan teori pendidikan kritis dalam pelaksanaan pendidikannya secara formal-kelembagaan. Dalam banyak hal, pendidikan Indonesia masih didesain sebagai model pendidikan yang lebih menekankan pada dimensi pengetahuan teoritik atau konseptual, sehingga dimensi praksis pendidikan yang menjadikan out putnya memiliki seperangkat keterampilan praksis masih jauh dari harapan. Dalam kaitan ini, pendidikan Islam kiranya perlu juga mengadopsi dan menginkorporasikannya dengan pendidikan kritis, agar wajah pendidikan Islam tidak melulu kutat pada wilayah normatif, belum menyentuh aspek praksis-emansipatoris. Akan tetapi, sebelum ini dilakukan, perlu kiranya dikaji terlebih dulu apakah prinsip-prinsip dasar pendidikan kritis itu? Apakah prinsip-prinsip dasar ini bersesuaian dengan epistemologi Islam? Tulisan ini dengan pendekatan filsafat menemukan bahwa terdapat empat prinsip dasar yang dipegangi oleh para pendukung pendidikan kritis, yaituhumanisasi, analisis hegemoni untuk melihat segala bentuk penindasan, konsep intelektual transformatif dan praksis tranformasi yang merelasikan antara teori dan praktik. Keempat prinsip ini sejatinya sejalan dengan ajaran normativitas Islam sebagai agama rahmat bagi semua lingkungan. Dengan demikian, tidak ada alasan epistemologis untuk menolakkeberadaan pendidikan kritis. Bahkan, ide dan gagasan pendidikan kritis sesunguhnya layak untuk diinkorporasikan dan diadopsi dalam ranah pendidikan Islam, agar pendidikan Islam memiliki peran yang signfikan bagi transformasi sosial.

Buku Pendidikan Popular

Membangun Kesadaran Kritis, dimaksudkan untuk “mengurai” pengalaman para pengguna metode pendidikan partisifatif kepada para fasilitator lain atau yang sedang belajar menjadi fasilitator masyarakat.

GURU BUKAN BURUH ANDRI F GULTOM

SERVAMINORA, 2011

Alur buku dibagi dalam empat bagian. Antar bagian diatur sedemikian rupa untuk menyatukan tema-tema yang berdekatan antar satu dengan lainnya. Bagian pertama, terdapat lima tulisan di bagian awal buku ini. Isu utama yang hendak dibahas adalah masalah identitas guru sebagai bagian dari realitas sosial, dan bagaimana hal itu menjadi masalah. Penulis mencoba menyorotnya dari beberapa sisi, sambil memaparkan unsur-unsur pembanding dan landasan teoritisnya. Bagian kedua menjelaskan secara deskriptif problem inti di mana kehadiran guru terkadang mengalami ambiguisitas dengan sosok buruh. Oleh karena itu muncul pula beberapa anggapan bahwa guru itu mirip buruh karena bertautan dengan produktivitas, persoalan jam kerja, hak dan kesejahteraan, serta terikat kontrak sementara. Kedua, pekerjaan bukan merupakan hak buruh, tetapi kesempatan yang diberikan oleh si pemberi kerja. Ketiga, mekanisme pasar berjalan fair, dingin, dan terkadang kejam. Di pasar terjadi elimination process. Maksudnya, kompetisi dimaknai sebagai persaingan untuk memenangkan segala cara untuk menang dan menyingkirkan para pesaingnya. Bagian ketiga buku ini yaitu tulisan ke-14 sampai ke-17. Di sini, penulis mencoba menawarkan solusi praktis agar guru memang berbeda dengan buruh. Tulisan “Vitamin D (Duit): Remunerasi Guru”, misalnya menjadi solusi yang tepat apalagi di saat hadirnya kesejahteraan guru dengan tunjangan sertifikasi dari pemerintah bagi guru yang dirasa sudah profesional. Bagi guru yang belum mendapat tunjangan sertifikasi dituntut pula kreativitasnya untuk menaikkan taraf kesejahteraan hidup dengan menulis ataupun membuat karya inovatif lainnya. Di bagian keempat dalam buku ini pada tulisan ke-18 sampai ke-20, penulis memberikan sosok yang bisa dijadikan inspirasi, teladan, dan keterlibatan pada orang-orang yang kurang mampu.