Pandangan Dan Sikap Perempuan Terhadap Tokoh Perempuan (original) (raw)
Related papers
Teladan Tokoh Perempuan Dalam Alkitab
Pistis: Jurnal Teologi Terapan
Perempuan Kristen pada masa kini perlu mengambil peranan dalam pelayanan Kristen guna memajukan pertumbuhan jemaat. Dalam konteks budaya Kristen patriakal kehadiran perempuan dalam pelayanan berpotensi menimbulkan polemik. Selama ini keteribatan kaum perempuan dalam pelayanan dinilai kurang kontributif. Dasar pemikiran tersebut dilatarbelakangi oleh budaya patriakal yang melingkupi konteks penulisan kitab suci. Ironisnya, budaya tersebut sangat mengikat sistem tafsir bagi beberapa gereja masa kini sehingga membatasi ruang gerak perempuan dalam pelayanan Kristen. Penelitian ini bertujuan menganalisis empat tokoh perempuan yang unik, yaitu Sara, Rut, Maria saudara Marta dan Lidia. Keempat tokoh perempuan ini memiliki karakteristik yang saling melengkapi sehingga tepat bila dijadikan model karakter perempuan Kristen pada masa kini. Kurangnya penelitian dan pengajaran di jemaat tentang kontribusi kaum perempuan dalam sejarah iman Kristen menjadikan keterlibatan kaum perempuan dalam pela...
Pandangan Masyarakat tentang Keulamaan Perempuan
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
This research started from the differences in the people's views in Sagaranten District, Sukabumi Regency related to female clerics. It stems from the idea that it is appropriate for the ulama to be addressed to men with religious knowledge because the ulama are heirs to the prophets while the prophets are men. In addition, women are a place for slander so they have strict limits when working in society. The author uses descriptive qualitative methods with data collection techniques through observation, in-depth interviews, and documentation. The results of this study indicate that the people of Sagaranten District, Sukabumi Regency have both traditional and modern patterns of thought. The conventional view sees that a woman who has religious knowledge cannot carry out religious activities in a community with a mixed congregation of men and women. It is based on women being slander so that a woman's voice is considered aurat (which must be hidden). Second, the modern view vi...
Eksistensi Dan Figuritas Perempuan
SUHUF
Tulisan ini mengkaji metode penafsiran Muhyiddin Ahmad Mustafa Darwisy (1908-1982) mengenai ayat eksistensi dan figuritas perempuan dalam Al-Qur’an pada Surah Ali ‘Imran/3: 195 dan al-Ahzab/33: 35. Kajian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan penelitian kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan analisis isi teks. Hasil penelitian menemukan bahwa penafsiran Darwisy mencakup tiga hal, yaitu sumber penafsiran, metode penafsiran, dan corak penafsiran. Darwisy menggunakan aspek rasionalitas sebagai sumber penafsiran, metode penafsirannya ijmaly, dan penafsirannya bercorak bahasa. Analisis tersebut juga menemukan peran Darwisy dalam kesetaraan hak beragama dan pendidikan bagi perempuan dengan menggunakan pendekatan bahasa dan sastra. Hak beragama yang diungkap Darwisy mencakup hidayah dan ganjaran pahala.
Pemaknaan Penonton Perempuan Mengenai Superhero Perempuan Dalam Film
2019
Film adalah media komunikasi massa yang kedua muncul di dunia setelah surat kabar, mempunyai masa pertumbuhan pada akhir abad ke-19. Pada awal perkembangannya, film tidak seperti surat kabar yang mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya pada abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 (Sobur, 2003: 126). Teori resepsi mempunyai argumen bahwa faktor kontekstual mempengaruhi bagaimana khalayak memirsa atau membaca media, misalnya film atau program televisi. Faktor kontekstual termasuk elemen identitas khalayak, persepsi penonton atas film atau genre program televisi dan produksi, bahkan termasuk latar belakang sosial, sejarah dan isu politik (Hadi, 2009). Analisis resepsi juga dapat dikatakan sebagai penanda suatu media maupun suatu pengalaman pada suatu peristiwa dan kejadian yang di dalamnya terdapat
Respons Tokoh Ormas Islam Terhadap Peran Publik Perempuan
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Muhammadiyah, terhadap peran publik perempuan. Bagaimana agama dan budaya dimaknai serta dipraktikkan pada tataran empiris dalam bentuk norma, fatwa dan sikap. Penelitian ini menemukan perkembangan signifikan fatwa kebebasan peran publik perempuan. Pada level fatwa respons ormas Islam di Sumatera Utara memperlihatkan aspek keterbukaan dan pembaharuan. Fatwa telah merespons persoalan-persoalan praktis di samping persoalan hukum. Meskipun terdapat varian pemikiran tentang peran publik perempuan, tetapi secara kelembagaan respons tersebut menjadi bagian upaya pemecahan permasalahan relasi gender. Temuan ini menjadi pemikiran kritis bagi kalangan yang berpandangan bahwa isu ketimpangan gender dalam Islam bersumber dari pandangan ulama yang tidak sensitif gender.
Perempuan Perspektif Tafsir Klasik Dan Kontemporer
Journal de Jure, 2010
Al-Qur'an is a written text of God which is revealed to dignify human from all kinds of subordination and violence. Working is an obligation for human regarless women to fulfill their primary need. This research describes and analizes women's position in relation with annisa verse by classic and contemporer interpretation. er by Ath-Thabari represented classic interpretation with his atomistic method, Abduh and Mahmud Syaltut represented modern interpretation by thematic method, while Fazlurrahman and al-Faruqi represented neo-modern interpretation with holistic, thematic, ans histories methods. The result reveals that clasic interpretation argued women are not the same with men, modern interpretation assumed that women mostly the same with men, while neo-modern interpretation assumed that women and men are the same and equal. Al-Qur'an adalah kalamullah yang berbentuk teks, diturunkan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dari segala bentuk penindasan dan kedhaliman. Usaha dan bekerja merupakan kewajiban manusia, tak terkecuali kaum perempuan dalam rangka memenuhi hajat hidupnya. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui posisi kaum perempuan dalam pemikiran tafsir klasik dan kontemporer. Ath-Thabari mewakili tafsir klasik dengan metode Atomistik, Abduh dan Mahmud Syaltut mewakili tafsir modern dengan metode tematik, sedangkan Fazlurrahman dan Al-Faruqi mewakili tafsir neo modern dengan metode holistik, tematik, historis. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa, tafsir klasik memandang perempuan tidak sama dengan laki-laki, tafsir modern memandang perempan hampir sama dengan laki-laki dan tafsir neo modern memandang kedudukan perempuan sama dan sejajar dengan laki-laki.
Perempuan Menafsirkan Isu-Isu Perempuan
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, 2015
Tulisan ini menjawab tiga persoalan pokok, bagaimana penafsiran ayat-ayat perempuan oleh para mufasir perempuan? Bagaimana mufasir perempuan memosisikan diri ketika menafsirkan ayat-ayat tentang perempuan? Dan apakah persamaan jenis kelamin perempuan memungkinkan cara pandang yang sama dalam melihat teks suci terkait isu-isu perempuan? Tulisan ini membuktikan bahwa tidak sepenuhnya benar bahwa kultur yang dibangun laki-laki yang membaca dan menafsirkan Al-Qur"an berdampak pada penafsiran yang membenci jenis kelamin perempuan atau sebaliknya. Dari beberapa kasus penafsiran ayat yang berhubungan dengan isu-isu perempuan, tidak seluruh laki-laki yang menafsirkan Al-Qur"an terkait relasi gender dalam Al-Qur"an memiliki kesimpulan yang sama dalam penafsirannya. Bahwa ada mufasir laki-laki yang tampak "tidak berpihak" kepada jenis kelamin perempuan tidak harus dipahami bahwa itu terjadi karena mufasirnya adalah laki-laki. Persoalan tafsir terkait isu yang berhubungan dengan relasi gender bukan semata-mata persoalan persaingan antara laki-laki dan perempuan, melainkan lebih berhubungan dengan problem metodologis dalam berinteraksi dengan nash Al-Qur"an.
Sunat Perempuan Dalam Perspektif Fikih
FUADUNA : Jurnal Kajian Keagamaan dan Kemasyarakatan, 2019
In 2008 the MUI issued a fatwa related to female circumcision, namely fatwa number 94 "Fatwa on Prohibition of Circumcision Against Women", which states that the legal status of female circumcision is makrumah, something that is considered good and recommended. In many studies it was found that female circumcision is just a tradition, not a religious order. In Indonesia, 28% of female circumcision practices are only symbolic, 49% are done in the form of slicing or stabbing and 22% in the form of cutting. This means that 71% of the practice leads to endangering women, mainly because it is not carried out by medical personnel and uses tools that are not sterile. The Hanafi, Maliki and Hanbali schools place women's circumcision laws in the sunnah or makrumah / glory laws for women. The Syafii School believes that female circumcision is obligatory as a law for men. Although the various Islamic scholars have different opinions about the law of female circumcision, none of them prohibits the practice of female circumcision.
Tokoh Wanita Profeminis dan Kontrafeminis dalam Novel Firdaus yang Hilang Karya Mira W
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP, 2013
The purposeof this studyweredescribe: (1) self-image and social image profeminis character women, (2) self-image and social image kontrafeminis character women. The data of this study were female character and image of women. Sources of data in this study is novel Paradise Lost MiraW works published by PT Gramedia Pustaka Utama in 2010. Data collected with descriptive methods and techniques detailed description. The study's findings are image profeminis figures in the novel Paradise Lost, among others Wiwiek Sartono, Tina and Lina. The characters in the novel kontrafeminis Paradise Lost, among others Lestari Prihatini, Mother, Intan Inawati, Lila and Bi Umi. Images of women in this novel consists of : (1) women's selfimage that reflects the character of adult women who choose and determine attitudes and feelings through reasonableness, (2) the social image of women that reflects the character is good or bad behavior of leaders in the community. Kata kunci: profeminis, kontrafeminis, novel A. Pendahuluan Kaum wanita sering dianggap sebagai makhluk yang diciptakan hanya untuk mengurusi rumah tangga. Wanita kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan dirinya menjadi seseorang yang mampu berkarir seperti halnya laki-laki. Kurangnya pengakuan terhadap kemampuan sebagai seseorang yangbisa berkarir menimbulkan permasalahan dalam diri wanita itu sendiri, karena wanita juga ingin mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Sejak tahun 1920-an sampai sekarang sastra Inonesia memperlihatkan permasalahan yang seirama dengan perkembangan sosial dengan kebudayaan bangsa Indonesia, salah satu permasalahan yang cukup Indonesia diperlihatkan sastrawan dan diproyeksikan dalam karya sastra adalah masalah feminisme.Selama ini, wanita selalu berada di belakang laki-laki. Hal inilah yang membangkitkan semangat kaum wanita untuk menuntut keadilan dan persamaan hak. Para feminis menjunjung tinggi wanita yang tidak menikah dan tidak melahirkan bayi. Para feminis juga mendukung wanita yang beraktifitas di luar rumah. Wanita yang merasa puas dan bahagia dengan hanya semata-mata mengurus keluarga dan rumah tangganya akan ditentang oleh para feminis. Sebaliknya, wanita yang bercita-cita untuk dengan berbagai cara mengembangkan diri menjadi manusia yang mandiri lahir dan batin didukung oleh gerakan feminis (Djajanegara, 2003:50).
Kontekstualitas Fikih Perempuan di Indonesia
Al-Mizan, 2020
In reality, women are still considered to be second to men, both from the private and social aspects. This article discusses the contextuality of women in the private and social spheres in Indonesia. This research was studied with a juridical, normative and sociological approach. The results show that the understanding of some people in understanding religion still places religious arguments related to misogynism in positioning men and women in the pri vate and social spheres. Even though in some religious arguments it does not differentiate it. Likewise, in the state guarantee through statutory regulations in Indonesia, the position of citizens is equal before the state, both men and women in the private and public or social spheres.