Tinjauan teknologi proses ekstraksi bijih nikel laterit (original) (raw)

Presipitasi besi dari larutan hasil pelindian bijih nikel laterit

Jurnal teknologi mineral dan batubara, 2022

Presipitasi besi dari larutan hasil pelindian bijih nikel laterit merupakan tahapan yang harus dilakukan sebelum larutan diolah lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh varibel proses terhadap presipitasi besi serta mempelajari kinetika proses presipitasi. Dalam penelitian ini, presipitasi besi dilakukan menggunakan senyawa natrium hidroksida (NaOH). Variabel yang diamati yaitu temperatur (25, 40, 55, 70, dan 85°C) konsentrasi NaOH (10, 20, 30, dan 40% w/v), dan waktu (15, 30, 45, 60, dan 75 menit). Studi kinetika mengacu pada persamaan reaksi homogenous irreversible orde I, orde II dan orde III. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan temperatur, konsentrasi NaOH, dan waktu meningkatkan persentase presipitasi besi. Persentase presipitasi besi tertinggi sebesar 84,868% dicapai pada pada temperatur 85°C, konsentrasi NaOH 40% w/v, dan waktu 75 menit. Studi kinetika menunjukkan bahwa reaksi presipitasi besi dari larutan hasil pelindian mengikuti reaksi irreversible orde III.

PROSES HIDROMETALURGI EKSTRAKSI NIKEL MENGGUNAKAN BIJIH LATERIT UNTUK MEMPRODUKSI MHP

Hidrometalurgi merupakan salah satu cabang tersendiri dari metalurgi. Secara harfiah hidrometalurgi dapat diartikan sebagai cara pengolahan logam dari batuan atau bijihnya dengan menggunakan pelarut berair (aqueius solution) atau secara detailnya proses hidrometalurgi adalah suatu proses yang menggunakan pemakaian suatu zat kimia yang cair untuk dapat melarutkan suatu partikel tertentu. Hidrometalurgi merupakan proses ekstraksi yang meliputi pemurnian dan daur ulang logam dengan menggunakan larutan aqueous pada temperature dibawah 200°. Reaksi kimia yang dipilih biasanya sangat selektif, artinya hanya logam yang diinginkan saja yang akan bereaksi (larut) dan kemudian dipisahkan dari material yang tidak diinginkan. Pelarut yang digunakan dalam pengolahan hidrometalurgi dapat berupa asam atau senyawa kompleks. Pelindian merupakan proses pelarutan selektif logam berharhga yang diinginkan dari bijih atau konsentrat dan memisahkannya dari mineral mineral pengotor menggunakan larutan aqueous, baik asam, basa maupun garam. Reduktan organik adalah hal yang sangat penting dalam proses ini. Reduktan organik adalah hal yang sangat penting dalam proses ini. Reduktan yang dipilih diusahakan tidak berbahaya bagi lingkungan, baik reduktan itu sendiri maupun produk hasil oksidasinya. Proses ekstarksi bijih nikel biasanya tidak dilakukan proses konsentrasi terlebih dahulu karena tidak ada NiO pada bijih yang terliberasi sempurna dan tidak ada NiO yang independen dalam bijih. NiO pada bijih sifatnya selalu berikatan dengan mineral lainnya sehingga akan sangat sulit jika dilakukan proses konsentrasi atau bisa disebut sebagai benefisiasi bijih. MHP adalah produk dalam pengolahan nikel laterite menggunakan proses hidrometalurgi.

Karakteristik Sifat Mekanis Baja Laterit Terhadap Proses Pengerolan

POROS, 2017

Abstrak: Pemanfaatan sumber daya alam di indonesia merupakan salah satu hal yang harus dilakukan karena yang kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya yang melimpah dan harus diolah untuk mendapatkan sesuatu yang berguna bagi kehidupan sehari-hari dan bermanfaat bagi kehidupan seluruh warga Indonesia. Baja laterit merupaknan baja yang didapat dari pemurrnian dan pengecoran nikel pig iron. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui nilai kekerasan baja laterit serta mengetahui struktur mikro pada baja laterit, adapun cara untuk mengetahui proses tersebut ialah dengan cara mencor baja laterit tersebut dengan dicampur dengan zat lainnya, lalu setelah proses pengecoran dilakukan proses pengerolan dengan hot rolling dengan temperatur 900 °C dengan bermacam reduksi yang bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan dan peruabhan struktur mikro pada setiap reduksi yang terjadi. Kemudian setelah dialkukan proses pengerolan maka dilakukan proses pengujian kekerasan dan me...

Optimasi Proses Reduksi Bijih Nikel Laterit Jenis Limonit Sebagai Bahan Baku Npi (Nickel Pig Iron)

Metalurgi

OPTIMASI PROSES REDUKSI BIJIH NIKEL LATERIT JENIS LIMONIT SEBAGAI BAHAN BAKU NPI (NICKEL PIG IRON). Telah dilakukan percobaan reduksi bijih nikel laterit jenis limonit sebagai bahan baku pembuatan NPI (nickel pig iron) yang berasal dari Sangaji, Halmahera. Percobaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kadar Ni dan Fe. Tahapan percobaan yaitu penggerusan bijih nikel limonit sampai menjadi ukuran-80 mesh, analisa sampel untuk mengetahui kadar Ni dan Fe di dalam bijih, pembuatan pelet, proses reduksi dan pemisahan dengan magnetik separator. Dari analisis awal bijih nikel laterit jenis limonit diperoleh kadar NiO sebesar 1,42 % dan Fe 2 O 3 sebesar 69,55 %. Sebagian bijih kemudian dibuat pelet dengan menambahkan batubara sebagai reduktor dan bentonit sebagai binder. Proses reduksi dilakukan menggunakan muffle furnace. Variabel yang digunakan yaitu perbedaan temperatur 900 °C-1100 °C, waktu reduksi selama 1 sampai 4 jam serta perbedaan % reduktor batubara sebesar 5 %, 7,5 %, 10 %, 12,5 % dan 15 %. Hasil Reduksi kemudian di konsentrasi menggunakan magnetik separator. Hasil konsentrasi berupa konsentrat dan tailing kemudian dianalisis dengan AAS (atomic absorption spectroscopy) untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kadar Ni dan Fe setelah dilakukan reduksi. Hasil analisis AAS dari konsentrat menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur reduksi akan semakin tinggi kadar Ni dan Fe. Dari hasil percobaan di atas diperoleh data optimum yaitu pada suhu 1100 °C dengan reduktor 7,5 % dan waktu reduksi selama 3 jam.

Studi Pengaruh Konsentrasi Solvent Dan Kondisi Operasi Terhadap Persen (%) Recovery Nikel Pada Proses Atmospheric Leaching Ore Laterite Asal Morowali Dengan Asam Sulfat

Journal of Chemical Process Engineering

Permintaan nikel di dunia meningkat seiring dengan perkembangan teknologi baterai. Penggunaan nikel sebagai bahan baku baterai dikarenakan kemampuannya dalam menghantarkan energi listrik. Bijih nikel laterit jenis limonit merupakan bijih yang keberadaannya paling banyak namun belum dimanfaatkan dengan baik. Metode yang sesuai untuk mengolah bijih nikel limonit kadar rendah adalah dengan menggunakan proses hidrometalurgi, dimana Atmospheric Acid Leaching (AAL) dianggap paling efektif dari segi energi dan recovery nikel. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi solvent asam sulfat (0,5-2M), rasio solid (bijih nikel laterit) terhadap liquid solvent (5%-25%), dan durasi leaching (0-240 menit) terhadap recovery nikel pada proses atmospheric leaching. Hasil yang didapatkan pada penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi solvent dan durasi leaching meningkatkan recovery nikel yang didapatkan. Sedangkan perbandingan jumlah solid (bijih laterit) terhadap liquid (solvent asam sulfat) menurunkan nilai recovery nikel. Hasil terbaik yang didapatkan pada penelitian ini diperoleh pada konsentrasi asam sulfat 2M, dengan rasio S/L 5%, dan durasi leaching 250 menit. Persen recovery nikel terbaik yang didapatkan pada penelitian ini mencapai nilai >63%.

Studi tahapan pemodelan nikel laterit menggunakan Surpac 6.3 pada Pit 3 di PT. ALMHARIG Desa Langkema Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana

OPHIOLITE : Jurnal Geologi Terapan

Pemodelan merupakan tahapan yang dilakukan setelah kegiatan eksplorasi pengeboran. Pemodelan memberikan gambaran kondisi geologi dan karakteristik bentuk endapan. Pendekatan pemodelan berdasarkan informasi pengeboran dan memiliki ketidakpastian. Penggunaan komputer sangat membantu pemodelan dalam pengolahan, klasifikasi, dan interpretasi data. Penelitian ini bertujuan untuk membuat block model dan mengidentifikasi sebaran nikel laterit berdasarkan data log bor. Block model ini juga digunakan untuk mengestimasi sumberdaya nikel laterit. Perkiraan sumberdaya nikel laterit menggunakan metode Inverse Distance Weighted. Hasil pemodelan pada delapan titik bor spasi 25 meter menunjukkan total keseluruhan volume bijih nikel laterit adalah 138.600 ton dengan density 1,5 ton/m3.

Studi transformasi goetit menjadi hematit secara mekanokimia untuk benefisiasi bijih besi laterit

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara

Sumberdaya dan cadangan bijih besi laterit Indonesia sangat melimpah sehingga memberi potensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif bahan baku pembuatan baja, mengingat kebutuhan besi baja tiap tahunnya meningkat. Pada penelitian ini dilakukan transformasi fasa goetit menjadi hematit secara mekanokimia untuk meningkatkan kandungan Fe pada bijih besi laterit. Percobaan secara mekanokimia dilakukan dengan menvariasikan waktu penggerusan 5-50 jam, 20-50% persen volume mill dan jenis bola penggerus. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa bijih besi laterit asal Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan bersifat ferromagnetik yang didominasi oleh goetit (FeOOH) dan maghemit (γFe2O3) dengan kadar Fe 42,68%. Transformasi fasa goetit menjadi hematit dan maghemit menjadi magnetit secara sempurna terjadi setelah 50 jam penggerusan, pada persen volume mill terbaik 50%, dan jenis media bola penggerus baja dengan kadar Fe 53,03%. Distribusi ukuran partikel D90 54,30 nm. Penggerusan secara mekanokimia berpengaruh pada sifat kemagnetan bijih besi laterit yang semula dengan nilai intensitas medan magnet 6,23 emu/gram naik menjadi 9,55 emu/gram.

Pemodelan dan Estimasi Sumberdaya Nikel Laterit Berdasarkan Kandungan Ni dan Fe dengan Menggunakan Metode Kriging di PT Putra Perkasa Abadi, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara

Bandung Conference Series: Mining Engineering

Nickel laterite is a metallic mineral resulting from the chemical weathering process of ultramafic rocks which results in residual and secondary enrichment of Ni, Fe, Mn, and Co elements (Syafrizal et al.,2011). With the cutoff grade Ni, modeling and estimation of resources is important to obtain a block model of Ni resources. The distribution of Ni levels is heterogeneous, so mining is carried out by selective mining referring to model blocks that have been mapped to meet the cutoff grade Ni. Based on this, it is possible for low and high Ni levels to be optimized, because if you only take Ni levels above 1.6%, Ni levels below the cutoff grade are not utilized. The resource estimation method used is kriging. Because kriging is the best linear unbiased estimator, many parameters are considered in kriging one of which is the variogram model. The variogram model is a geostatistical analysis by considering the location of the sample point, so that information on the relationship of one point with another point is expressed in the range/radius of information points that still have a spatial relationship. Based on statistical analysis, Block North and Block South data distribution are abnormal, with coefficient of variation values of 0.494 and 0.410. Resources that meet the cutoff grade Ni for blending needs are obtained low nickel, medium and high grade ore nickel. The total laterite nickel resources of the North Block amounted to 36,757 tons with an average Ni content of 1.64%, the total laterite nickel resources of the South Block amounted to 178,186 tons with an average Ni content of 1.62%. When viewed from the average rate per block, both blocks meet the cutoff grade Ni.

Kinetika Leaching Ni dan Fe dari Bijih Laterit Tipe Limonite Morowali

REACTOR: Journal of Research on Chemistry and Engineering

Nickel (Ni) deposits are depleting, while demand for the metal is increasing. To address this problem, valuable metals such as Ni and Fe can be extracted from secondary sources such as limonite-type laterite ores. The goal of this study was to investigate the influence of leaching temperature on Ni and Fe recovery, as well as the best kinetic model to represent the leaching process of these metals. Temperature has a considerable impact on the leaching process of Ni and Fe. Increasing the temperature from 30 to 90 oC can increase the recovery of Ni by 50% and Fe by 70 %. Ni and Fe recoveries were highest at 93.21 % and 95 %, respectively. Kinetic analysis of the two metals' leaching processes was also performed. It was discovered that the diffusion process controls Ni leaching, which can be represented using the Zhuravlev kinetic model, whereas chemical reactions on the surface of the unreacted core controls Fe leaching. The activation energies for leaching Ni and Fe are 36.53 an...