Manhaj Tafsir dalam Memahami ayat-ayat Kisah dalam Al Quran (original) (raw)

Abstract

The narrative verses in the Holy Quran mainly function to lead the morality (akhlaq) of the society. Islam has guiding principles for interpreting such verses so that Moslems can gain objective comprehension upon them. One of the foremost principles is to view the narratives as mysterious events and only Allah SWT knows the sequential facts-say, the real chronologies-of the stories. Besides, Moslems should not rely on the validity of the narratives on ahl al kitab's explanation. It is, finally, imperative that any stories be confirmed and rechecked across reliable sources, such as al Quran, hadith, and ulama's trustworthy interpretation (tafsir). As the interpretation of narrative verses spread very fast orally or in written, it might be unexpectedly interfered by some Israiliyat stories. This paper provides some insights to respond the subsistence of Israiliyats. First, the validity of the Israiliyats should always be questioned except when al Quran and Hadith have provided evident points of justification. Second, the Israiliyats whose content is appropriate with the teachings of al Quran and hadith can enrich our religious perspectives. Third, the Israiliyats whose content contradicts Islamic values (syari'ah) should be disregarded and thrown away. Last but not least, fourth, that it is prohibited to tell false stories. Kisah al Quran merupakan salah satu media penyampaian pesan-pesan moral dalam rangka pembentukan umat yang memiliki akhlak mulia. Al Quran mempunyai manhaj dalam mencermati kisah-kisah al Quran agar penilaian kita menjadi objektif dan benar, di antaranya adalah bahwa kisah dalam al Quran termasuk dalam kategori "berita-berita gaib" dan hanya Allah SWT yang benar-benar mengetahui kronologi sebenarnya dari kisah-kisah tersebut. Selain itu, kaum Muslim tidak menyandarkan validitas kisah-kisah tersebut pada penjelasan para ahli kitab. Selanjutnya, konfirmasi ulang terhadap setiap

Loading...

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

References (22)

  1. -kisah dalam al Quran tidak hanya sebagai pelengkap, tapi di dalamnya banyak tujuan yang ingin dicapai di antaranya:
  2. Menetapkan dan juga membenarkan bahwasanya Muhammad SAW adalah rasul yang diutus oleh Allah, dengan membawa satu risalah seperti halnya nabi-nabi sebelumnya yaitu beribadah kepada Allah. (al Thanthawi, al Qishshah, 1996: 4) sesuai dengan firman-Nya: Artinya: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar" (QS al A'raf: 59). Artinya:"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (QS al A'raf: 65).
  3. Bukti kebenaran bahwa al Quran adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Al Quran banyak mengisahkan kisah-kisah nabi terdahulu, yang Nabi Muhammad sendiri tidak pernah menyaksikannya (Thanthawi: 5). Artinya: Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.
  4. Meneguhkan hati Rasulullah SAW dan umatnya atas agama Allah SWT, memperkuat kepercayaan orang mukmin atas kebenaran (Ali al Majdub: 25). "Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman" (QS Hud: 120).
  5. Menjelaskan bahwa agama seluruhnya dari Allah, sejak masa Nabi Nuh sampai nabi Muhammad SAW dan bahwa orang mukmin seluruhnya adalah umat satu, sedangkan Allah SWT menjadi Tuhan mereka semua (Sayyid Quthb, 2004: 163). Dalam surat al Anbiyaa sesudah menyebutkan kisah nabi Musa, Harun, Ibrahim, Luth, Daud, Sulaiman, Ayyub, Ismail Idris, Zulkiflli, Zunnun, dan Zakaria, firman Allah SAW diakhiri dengan: "Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku" (QS al Anbiyaa: 92). Umaiyatus Syarifah Damsyik: Dar al Qalam.
  6. Al Khalidi, Shalah Abdul Fattah. 4523 H. al Qashash al Quran: 'Ardhu wa Qai' wa Tahlil Ahdats. Damsyik: Dar al Qalam.
  7. Al Khatib, Abdul Karim. 1974. Qashash al Quran fi Manthuqihi wa Mafhumihi. al Qahirah: Maktabah al Madani.
  8. Al Khatib, Abdul Karim. 1973. Min Qadhaya al Quran. al Araby: Dar al Fikr.
  9. Al Thanthawi, Muhammad Sayyid. 1996. al Qishshah fi al Quran al Karim. al Qahirah: Dar Nahdhah Mishr.
  10. Al Utsaimin, M. bin Shalih. Dasar-dasar Penafsiran. Diterjemahkan oleh Said Agil Munawwar dan Rifki Mukhtar. Semarang: Dina Utama.
  11. Al Zuhaili, Wahbah. Tafsir al Munir fi al Aqidah wa al Syariah wa al Manhaj. Dar al Fikr: Beirut.
  12. Al Majdub, Ahmad Ali. 1989. Ahli Kaafi fi al Taurah wa al Injil wa al Quran. al Qahirah: al Dar al Mishriyyah al Bananiyyah.
  13. Al Qaththan, Mana Khalil. 1973. Mabahits Fi Ulum al Qura. Riyadh: ttp.
  14. Arifin, Bey. 1998. Rangkaian Cerita dalam al Quran. Bandung: al Ma'arif.
  15. Hanafi, Ahmad. 1984. Segi-segi Kesusasteraan pada Kisah-kisah al Quran. Jakarta: Pustaka al Husna.
  16. Ibrahim, Muhammad Ismail. 1969. Mu'jam al Alfadz wa A'lam al Quraniyyat. Dar al Fikr al Arabi.
  17. Khalafullah, Muhammad A. 2002. Al Quran bukan Kitab Sejarah: Seni Sastra dan Moralitas dalam al Quran. Diterjemahkan oleh Zuhairi Misrawi. Jakarta: Paramadina.
  18. Munhanif, Ali. 2002. Hawa sebagai Symbol Ketergantungan: Perempuan dalam Kitab Tafsir. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  19. Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus al Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif.
  20. Quthb, Sayyid. 2004. Indahnya al Quran Berkisah. Jakarta: GIP.
  21. Setiawan, M. Nur Kholis. 2005. Al Quran Kitab Sastra Terbesar. el SAQ: Yogyakarta.
  22. Shihab, M. Quraish. 2002. V. 5. Tafsir al Misbah: Pesan-Pesan dan Keserasian al Quran. Jakarta: Lentera Hati.