PENYEDIAAN AIR SIAP MINUM PADA SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA ALAM (Belajar Dari Kasus Gempa Bumi Yogyakarta Dan Jawa Tengah) (original) (raw)

Penyediaan Air Siap Minum Pada Situasi Tanggap Darurat Bencana Alam

JURNAL AIR INDONESIA, 2011

A response in an emergency condition is the most critical thing in natural disaster. In this situation, every thing is in a panic. Any decision must be taken tactically, quickly and property to minimize the number victims and severity as the impact of disaster. One of the ...

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN

Asramid Yasin_Published by Karya Bakti Makmur (KBM) Indonesia, November, 2020

Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini terkait dengan eksistensi sumberdaya air adalah penurunan ketersediaan air sementara dilain pihak kebutuhan air terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, hal ini merupakan konsekuensi logis dari pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas ekonomi. Penurunan ketersediaan air dan peningkatan kebutuhan air juga terjadi di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Perubahan penggunaan lahan diduga mengakibatkan terjadinya penurunan debit minimum dan peningkatan debit maksimum di Kabupaten Konawe. Kajian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2012 sampai pada bulan Februari 2013, dengan tujuan: (1) Menganalisis potensi ketersediaan air baku di Kabupaten Konawe; (2) Menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku di Kabupaten Konawe; (3) Membangun strategi pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat kabupaten, dan (4) Menganalisis strategi kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe. Jenis data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui survei lapang, diskusi, pengisian kuesioner dan wawancara langsung di lokasi penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka dengan cara mencari referensi dari berbagai sumber seperti; hasil kajian terdahulu, studi pustaka, peta, laporan dan dokumen yang ada di berbagai instansi terkait sesuai obyek yang dikaji. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode Expert Survey. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan 4 tahapan utama, yaitu : (1) Analisis potensi ketersediaan air baku dengan tools analisis Model Tangki (Tank Model), (2) Analisis status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku di tingkat kabupaten dengan metode analisis Multi Dimensional Scalling (MDS), (3) Analisis strategi pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat kabupaten dengan kombinasi analisis MDS, dan analisis Prospektif, dan (4) Analisis kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat kabupaten dengan metode analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) untuk memperoleh mekanisme kerjasama antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe. Hasil kajian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil simulasi distribusi potensi air bulanan di Sub DAS Konaweha Tahun 2011 dengan model tangki diketahui bahwa potensi air baku dapat ditingkatkan dengan konservasi. Distribusi potensi air bulanan yang dihasilkan oleh model sebesar 71,48 mm/bulan sama dengan 857,77 mm/tahun atau setara dengan 33.390 m3/tahun. Sehingga potensi air rata-rata bulanan di Sub DAS Konaweha sebesar 2799,14 m3/bulan. Distribusi potensi air bulanan maksimum berdasarkan skenario bussiness as usual berada pada bulan Juli sebesar 110,08 mm/bulan, sedangkan distribusi potensi air bulana minimum berada pada bulan Novembar sebesar 44,82 mm/bulan. Berdasarkan hasil penilaian terhadap 44 atribut dari kelima dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi pada pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe maka kondisi saat ini nilai indeks keberlanjutannya adalah sebesar 41,40 (terletak antara 25,00 - 49,99) ini berarti status pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe saat ini berada pada status kurang berkelanjutan. Dimensi ekologi mempunyai kinerja cukup berkelanjutan sedangkan empat dimensi lainnya dimensi ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan menunjukkan kinerja yang kurang berkelanjutan. Faktor pengungkit (leverage factor) keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku di Kab. Konawe diperoleh sebanyak 12 atribut berasal dari dimensi ekologi 3 atribut yaitu: (1) Pengembangan sumber air baku untuk penyediaan air bersih, (2) Pemanfaatan lahan terhadap kualitas air baku, (3) Tinggi permukaan air tanah. Dimensi ekonomi 2 atribut yaitu: (1) Tingkat keuntungan PDAM, dan (2) Penyerapan tenaga kerja. Dimensi sosial 2 atribut yaitu: (1) Motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku, dan (2) Tingkat pendidikan formal masyarakat. Dimensi teknologi 3 atribut yaitu: (1) Tingkat pelayanan air bersih PDAM, (2) Teknologi penanganan limbah dan (3) Kondisi drainase di kawasan permukiman,dan dimensi kelembagaan 2 atribut yaitu: (1) Rezim pengelolaan air bersih, dan (2) Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom. Untuk meningkatkan status keberlanjutan jangka panjang, skenario yang perlu dilakukan untuk pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe adalah Skenario III (Optimis), dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap semua atribut yang sensitif, minimal terhadap 8 atribut faktor kunci yang dihasilkan dalam analisis prospektif, sehingga semua dimensi yang ada menjadi berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe masih menghadapi kendala diantaranya sebagai berikut: menurunnya fungsi resapan air akibat berkurangnya vegetasi pada daerah tangkapan air, dan kurangnya koordinasi dan keterpaduan pengelolaan sumber daya air antar stakeholder terkait. Program yang menjadi kebutuhan dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe yaitu: Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat SKPD terkait; Peningkatan kesadaran stakeholder terkait; dan Penetapan pedoman pengelolaan DAS. Ketiga sub elemen kebutuhan ini menjadi dasar bagi sub elemen lainnya, dan perlu segera diimplementasikan dilapangan. Terdapat 11 lembaga yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe, namun lembaga yang memiliki pengaruh paling besar dalam perumusan kebijakan pemerintah dalam hal pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe yaitu BPDAS Sampara dan Dinas Kehutanan Kab. Konawe.

Sumberdaya Air Bagi Pemenuhan Masyarakat DI Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat

Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 2012

Keterdapatan sumberdaya air di wilayah Kabupaten Tasikmalaya perlu diketahui dengan pasti sehingga informasi tersebut dapat menunjang pembangunan wilayah ini. Untuk mengetahui keterdapatan sumberdaya air, penelitian dilakukan dengan memanfaatkan data kondisi geologi, daerah aliran sungai (DAS), iklim dan kebutuhan air. Untuk mengetahui kebutuhan air, dilakukan pendekatan data kependudukan. Bulan kering berlangsung pada bulan Agustus dan bulan basah antara bulan September sampai Juli. Curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara 92-320 mm, dengan curah hujan tahunan 2532 mm. Evapotranspirasi bulanan berkisar antara 96-116 mm, sedangkan jumlah setahun 1307 mm. Cadangan air yang ada di Kabupaten Tasikmalaya berkisar antara 23 mm sampai 207 mm, dengan luas wilayah 2680,5 km 2 , sehingga cadangan air bulanan berkisar antara 1.306.515 m 3 hingga 11.758.655 m 3. Kebutuhan air untuk domestik adalah 222.150 m 3 /hari. Kelebihan air 169.805 m 3 /hr dapat digunakan untuk pertanian sekitar 117.920 Ha atau sekitar 393.067 Ha lahan palawija. Kata Kunci:Keterdapatan, sumberdaya air, daerah aliran sungai (DAS), curah hujan, evapotranspirasi, neraca air, cadangan air.

ALIH FUNGSI TANAH RESAPAN AIR MENJADI KAWASAN PEMUKIMAN DARI PRESPEKTIF TATA GUNA TANAH (Studi Kasus di Kecamatan Mijen Kota Semarang)

Diponegoro Law Journal, 2016

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat yang tidak seimbang dengan ketersediaan tanah menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam pelaksanaan pembangunan. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melakukan alih fungsi tanah. Alih fungsi tanah terjadi juga pada tanah resapan air. Pelaksanaan alih fungsi tanah resapan air dapat berjalan lancar apabila sesuai dengan peraturan yang ada dan memperhatikan kemampuan tanah. Apabila tidak sesuai maka mengakibatkan dampak negatif yaitu banjir di wilayah dataran yang lebih rendah. Namun alih fungsi di Mijen dilihat dari penatagunaan tanah yaitu aspek daya dukung tanahnya kurang sesuai, mengingat tanah yang digunakan dahulunya berfungsi sebagai tanah resapan air. Namun apabila pembangunan pemukiman adalah upaya pengembangan wilayah kota yang telah ditetapkan oleh Perda RTRW Kota Semarang, maka pelaksanaan pembangunan pemukiman menyesuaikan dengan perda tersebut. Dampak positif terjadinya alih fungsi tanah tersebut yaitu berkembang pes...

POTENSI TANAMAN DAN FAUNA AIR DI EKOSISTEM MANGROVE DI SELAT PANJANG KABUPATEN BENGKALIS

Potensi tanaman pada ekosistem mangrove di Selat Panjang Kabupaten Bengkalis, pada umumnya sedang mengalami proses kerusakan yang. Kerusakan ini disebabkan karena kegiatan konversi hutan untuk peruntukan lainnya, penebangan, kematian tanaman dan faktor alam lainnya. Degradasi mangrove di Selat Panjang sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari rendahnya penutupan lahan hutan oleh tanaman mangrove, bahkan pada banyak tempat degradasi ekosistem mangrove sangat berat. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tanaman mangrove disepanjang pesisir pantai, terjadinya aberasi dan terjadinya sedimentasi. Degradasi mangrove yang terjadi di Selat Panjang Kabupaten Bengkalis menunjukan bahwa tingkat pengelolaan ekosistem mangrove jauh dari konsep keberlanjutan (sustainable). Hal ini disebabkan karena masyarakat menilai bahwa keberadaan mangrove hanya dinilai dari potensi kayu dari jenis-jenis tertentu saja misalnya kayu bakau (Rhizophora spp.) dan kayu tumu (Bruguiera spp), sedangkan jenis-jenis lain dianggap tidak memiliki fungsi ekonomi, serta secara umum masyarakat menilai nilai ekonomi hutan mangrove sangat rendah. Hal ini mengakibatkan masyarakat sering melakukan konversi hutan mangrove untuk peruntukan lain, melakukan penebangan jenis-jenis komersial tanpa melakukan kegiatan rehabilitasi, penebangan untuk arang kayu,

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA

Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah potensi sumber daya yang terkandung dalam bumi (tanah), air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia. SDA dibagi menjadi dua yaitu SDA yang dapat diperbaharui dan SDA yang tidak dapat diperbaharui: SDA yang dapat diperbaharui ialah sumber daya alam yang dapat diusahakan kembali keberadaannya dan dapat dimanfaatkan secara terus-menerus, contohnya: air, udara, tanah, hewan dan tumbuhan meliputi air, tanah, tumbuhan dan hewan. SDA ini harus kita jaga kelestariannya agar tidak merusak keseimbangan ekosistem. Cekungan di daratan yang digenangi air terjadi secara alami disebut danau, misalnya Danau Toba di Sumatera Utara. Sedangkan cekungan di daratan yang digenangi air terjadi karena buatan manusia disebut waduk, misalnya waduk Sermo di Kulon Progo dan Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri (Jateng).

SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA

Sumber daya alam di Indonesia adalah segala potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber daya alam ialah semua kekayaan alam baik berupa benda mati maupun benda hidup yang berada di bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

DISTRIBUSI AIR BERSIH YANG BERSUMBER DARI MATA AIR DESA GUNUNG BATU KABUPATEN TANGGAMUS

Springs are the emergence of groundwater to the surface of the ground. Like most people in Gunung Batu Village who still use spring access to meet their water needs because it is very close to residential areas. The use of these springs is very diverse, including use for drinking water, irrigation, or for tourism. In this study, qualitative methods are used by means of a literature study that examines theories relevant to the research problem. The purpose of this study is to find out that the quality of the springs in Gunung Batu village can be used as drinking water, irrigation or irrigation of rice fields and also as a tourist attraction.