Patun Dalam Budaya Rejang Sekayun Kabupaten Bengkulu Tengah (original) (raw)
Related papers
Manthiq, 2017
This research was motivated by the reality on the ground that there was a traditional ceremony in Rejang tribe "Punjung Nasi Sawo". The Rsearcher assumed that this tradition had a religious or moral message. The formulation of the problem in this study was what the symbolic meaning contained from the "Punjung Nasi Sawo" at the wedding of Rejang tribe in Batiknau district of North Bengkulu, what the ethical was contained in the procession of Punjung Nasi Sawo at the wedding of Rejang tribe in Batiknau district of North Bengkulu and how the manufacturing process and materials used in presenting the "Punjung Nasi Sawo". This research had the goal was to determined and analyzed the symbolic meaning contained from the "Punjung Nasi Sawo" at the wedding of Rejang tribe in Batiknau district of North Bengkulu, to analyze the meaning of ethical contained in procession of "Punjung Nasi Sawo" at the wedding of Rejang tribe in Batiknau district of North Bengkulu and to determine and analyze the manufacturing process and materials used in the presentation of the "Punjung Nasi Sawo"?. To obtained information on the ground, the researcher used a type of field research with a qualitative approach. Based on the results of the study "Punjung Nasi Sawo" on the Marriage Event of Rejang tribe in Batiknau district of North Bengkulu revealed that the activity was performed at the time of Raja Penghulu Consensus (madeak kutai), the event was attended by community leaders that consists of traditional leaders, religious leaders, government of the village and the general public. The activity of Raja Penghulu Consensus (madeak kutai) included several items of rejang tribe, one of them was "Punjung Nasi Sawo" and the event was held in the outdoors (taruf). Besides, these activities showed that the implementation of the Raja Penghulu Consensus (madeak kutai) which included one of rejang tribe "Punjung Nasi Sawo" that had some moral values, ethical, social, anthropology and religion. In addition, Punjung Nasi Sawo symbolized as a noble hope against both the bride and groom, as a form of guarantee, as a form of application for license to community leaders, religious leaders and the surrounding communities and to establish with nurture event Silahturahim rope. This is in accordance with the customary slogan of Rejang tribe " adat bersendikan syara'', syara' bersendikan kitab Allah. It means that the culture remains preserved all relied on the law and the provisions of Islamic Sharia.
Pengaruh Kearifan Pangan Lokal Suku Rejang terhadap Penanganan Stunting Baduta di Bengkulu Utara
Jurnal Keperawatan Silampari, 2019
The purpose of this research is to identify the effect of local food wisdom of Rejang trait to treat stunting infant at North Bengkulu. The design of this research is using queasy-experiments study, one group of stunting babies (height-for-age z-score < -2) consists 36 respondents with 12-24 months old. The result of this research shows that there is a change on stunting infant height after weaning treatment with mean score pre-test: 69.61 and mean for post-test: 77.16. correlation score >0.05 (0.846). It means that giving weaning treatment for stunting infant by using local food wisdom is positive. It can increase height gradually. Keywords: Local Food, Treatment, Stunting
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr
Tradition as a local wisdom of an area becomes part of ancestral cultural heritage that is important to be preserved and its meaning explored. Broken tradition in the village of Arjowinganun, Puring, Kebumen is a slametan pregnancy tradition of two or more women who have brotherly ties. This tradition has seven main symbols, namely Friday, wingka, crossroads, krawu gedhang raja, muddy lumbu, paruk and split up. The seven symbols that after interpreting their meaning using Victor Turner’s symbol interpretation theory revealed that each symbol has noble values and moral messages that are in harmony with Islamic teachings. Broken traditions are generally held on Friday located at crossroads. The practice of this tradition is the sale and purchase menu of ready-to-eat food consisting of white rice, krawu gedhang raja, muddy lumbu and complementary side dishes with banana leaf wrappers, a means of paying legitimate sale and purchase transactions namely wingka or stone. Alignment of moral...
Satwika, 2022
Kearifan lokal merupakan komponen terpenting dalam kebudayaan termasuk halnya dalam pengelolaan Repong Damar yang terdapat di Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kearifan lokal pengelolaan Repong Damar di Pekon Pahmungan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa kearifan lokal dalam pengelolaan Repong Damar di Pekon Pahmungan sebagai berikut. Nilai-nilai adat pewarisan Repong Damar kepada anak tertua laki-laki. Hal ini dikarenakan anak tertua laki-laki dianggap mempunyai tanggung jawab penuh untuk keluarganya. Dalam pembukaan lahan harus mengikuti proses pengelolaan Repong Damar melalui tiga fase, yaitu fase darak, yaitu pembukaan lahan; fase kebun, yakni penanaman bibit pohon produktif (damar, duku, durian, jengkol); fase repong, yakni proses terakhir dalam pembukaan lahan yang sudah berbentuk kebun yang menyerupai hutan alami yang ditumbuhi berbagai tanaman produktif baik kayu, damar, duku, jengkol yang harus menunggu usia pohon damar berumur di atas 15 tahun untuk siap disadap. Apabila tidak mengikuti ketiga fase tersebut maka akan menyebabkan bala bencana (kualat) seperti hasil getah damar menyusut dan tidak menghasilkan getah damar unggul (damar mata kucing). Selain itu terdapat hukum adat yang mengatur kegiatan pengelolaan petani Repong Damar bahwa penebangan pohon damar harus sesuai dengan ketentuan umur pohon yakni usia pohon damar di atas 15 tahun, apabila tidak mematuhi maka akan diberikan sanksi berupa penanaman bibit pohon damar kembali di lahan yang sama. Berdasarkan realita di lapangan berbagai hal yang dilakukan petani merupakan tradisi leluhur yang diwariskan antargenerasi.
Pemetaan Industri “Lemea” Makanan Tradisional Suku Rejang DI Provinsi Bengkulu
Jurnal AGRISEP, 2014
Traditional foods processed by recipes taught for generations. The material used is derived from the local area, therefore the food produced is also palatable to the local community. The purpose of this study was to obtain deployment of “Lemea”, the traditional food of Bengkulu Province as a basis for the agro-industry design of traditional food standardized (raw materials and processes) of the Rejang tribe, to produce a consistent product quality, hygienic and attractive, so it can compete with other package food products as well as preserving traditional foods. The research method used is the method of direct survey taken in nine districts in the Bengkulu province through interviews. The data obtained are plotted into the map of the area and are associated with secondary data. Survey result shows that the Lemea home industry only found in five districts of the Bengkulu province, i.e. district of Central Bengkulu, district of Northern Bengkulu, district of Kepahiang, district Rejan...
Bentuk Penyajian Kesenian Senjang dalam Konteks Acara Seremonial di Kota Sekayu
Besaung : Jurnal Seni Desain dan Budaya, 2020
This research is a descriptive study of the phenomenon of Senjang art performance in the context of ceremonial events in the community of Sekayu city. This study used a qualitative approach, with data collection carried out by observation, interviews, and documentation, and data presentation techniques in the form of analytical descriptive writing. The results of this study are in the form of descriptions of the development of Senjang art in the city of Sekayu, and textual descriptions of the presentation of Senjang performances which include; the composition of the presentation of Senjang art, aspects of Senjang literary text, transcription of vocal music melodies, transcription of the main melody form of the musical instruments of Senjang, aspects of the players, the audience, and the place of the performance. Senjang is one of the traditional arts that has developed in Musi Banyuasin district, especially the city of Sekayu. Senjang is an oral literature of the type of pantun and ...
Jurnal Noken: Ilmu-Ilmu Sosial
Penelitian dilakukan terhadap masyarakat suku Mee yang memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan baku pembuatan Noken di Kampung Beko Distrik Obano Kabupeten Paniai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan Focus group Discussion (FGD). Hasil Penelitian bahwa Noken merupakan hasil karya seni budaya yang dimiliki oleh Suku Mee khusunya kaum perempuan, dimana sekaligus melambangkan nilai dan fungsi sosial budayanya. Lokalisme suku Mee dalam pembuatan Noken dengan memanfaatkan kulit kayu tumbuhan antara lain pohon Melinjo (Damiyo), kulit pohon Ilam (Tokeipo), pohon anyamin (Kepiyai), kulit pohon (Woge), kulit pohon Watu dan Epiyo yang masih mudah dengan kategori vegetasi tingkat tiang dengan ukuran diameter antara 10 - 20 cm. Proses pengambilan kulit kayu, dapat dilakukan dengan menebang pohon dan langsung diambil kulitnya, dan juga dengan cara menguliti pohon tersebut tanpa menebang pohon tersebut. Perlakuan bahan baku secara tradisional Noken be...
Kesenian Senjang Tradisi Pernikahan Musi Banyuasin
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Indonesia
Kesenian senjang yang merupakan salah satu seni tradisi khas masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Tradisi lisan ini awalnya merupakan sebuah ungkapan hati seseorang yang dikemas dalam bentuk pertunjukan seni. Kesenian Senjang banyak berkembang di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, antara lain di Kecamatan Sungai Keruh, Kecamatan Babat Toman, Kecamatan Sanga Desa, dan Kecamatan Sekayu. Masing-masing wilayah memiliki kekhasan iramanya sendiri-sendiri. Meski kesenian Senjang populer di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dan para pelantunnya pun mayoritas berasal dari wilayah tersebut, tetapi tidak dapat dipastikan bahwa Kesenian Senjang berasal dari daerah ini. Sebab, Kesenian Senjang juga tumbuh dan berkembang di daerah lainnya di bagian hulu Sungai Musi. Senjang adalah salah satu bentuk media seni budaya yang menghubungkan antara orang tua dan generasi muda, serta antara masyarakat dan pemerintah. Hal yang disampaikan dapat berupa nasihat, kritik, aspirasi, maupun ungkapan rasa gembira....
PROSIDING SEMINAR NASIONAL UNIVERSITAS PGRI PALANGKA RAYA, 2022
Penelitian ini berfokus pada Ritual Lawang Sakepeng yang tidak bisa lepas dari tradisi pernikahan adat Dayak Ngaju. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asal mula dan makna Ritual Lawang Sakepeng pada tradisi pernikahan adat Dayak Ngaju. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, deskriptif secara analisis memiliki keterkaitan dengan data untuk variabel sebuah penelitian. Sifat dekriptif dalam sebuah penelitian memberikan gambaran penelitian yang detail berdasarkan temuan-temuan di lapangan. Metode pengumpulan data dalam rencana penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, rekaman informasi secara lisan. Metode analisis data dilakukan pengumpulan data yang terbuka, yang didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan umum, dan analisis informasi dari para partisipan. Hasil penelitian menujukan bahwa dapat mengembangkan pengetahuan tentang Ritual Lawang Sakepeng dan agar tradisi tersebut dapat selalu di lestarikan. Ritual Lawang Sakepeng memiliki nilai adat dan agama yang kental, atraksi Lawang Sakepeng dalam acara pernikahan bertujuan memeriahkan dan menyambut kedatangan pengantin laki-laki juga untuk menjauhkan segala rintangan dan musibah yang dapat dialami calon suami-istri dalam menjalani kehidupan rumah tangga.