KORUPSI DALAM TINJAUAN ANTROPOLOGI (original) (raw)

KORUPSI DALAM TINJAUAN ANTROPOLOGI by santi

KORUPSI DALAM TINJAUAN ANTROPOLOGI: HEDONISME PEMICU KORUPSI, 2017

Korupsi sebagai sebuah fenomena yang tidak tunggal dengan manusia sebagai aktor utamanya, patut untuk dikaji berbagai hal yang berkaitan dengan aktor tersebut. Dengan kata lain, bagaimana seseorang menjadi koruptor, bukan hanya bersebab latar belakang ekonomi, moral, identitas kelompok, akan tetapi lebih luas dari itu adalah bagaimana latar budaya nya membentuk sikap dan perilakunya itu. Namun, faktor utama seseorang melakukan korupsi adalah karena perilaku hedonis.Seseorang yang memiliki gaya hidup hedon pasti memiliki tingkat rasa gengsi yang cukup tinggi. Sehingga keinginan untuk memenuhi hal tersebut juga tinggi. Namun, ketika pendapatan tidak sebanding dengan pengeluaran maka hal yang terjadi adalah Korupsi. Korupsi merupakan jalan pintas yang akan ditempuh oleh seseorang ketika pendapatan tidak lagi mencukupi perilaku hedonis. Orang lebih mementingkan bagaimana dapat dengan segera melepaskan dahaga konsumerisme yang telah bersarang dihatinya. Akhirnya praktik korupsi pun dilakukan, walaupun harus merugikan banyak orang. Sehingga perlu ada langkah atau strategi untuk hal tersebut seperti yang telah dijelaskan dalam pembahasan diatas agar budaya korupsi dapat bergeser ke budaya anti korupsi.

ANTROPOLOGI HUKUM

Antropologi Hukum adalah ilmu yang membahas tentang Manusia dalam kaitannya dengan Kaidah-kaidah sosial yg bersifat Hukum. Hubungan Ilmu Antropologi Dengan Ilmu Hukum Dalam perspektif antropologi hukum, hukum lahir dari kebudayaan. Melihat hal tersebut di atas tentunya menyadarkan kepada kita akan peran Antropologi Hukum sebagai sebuah perspektif untuk melihat berbagai macam corak hukum yang lahir dan berkembang pula dari berbagai corak dan ragam kebudayaan. Mempelajari Antropologi Hukum berarti kita melihat sebuah realitas, kenyataan atas kehidupan hukum yang sesungguhnya yang berjalan di masyarakat. Hal ini karena para ahli antropologi mempelajari hukum bukan semata-semata sebagai produk dari hasil abstraksi logika sekelompok orang yang diformulasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan semata, tetapi lebih mempelajari hukum sebagai perilaku dan proses sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.Hukum dalam perspektif antropologi dipelajari sebagai bagian yang integral dari kebudayaan secara keseluruhan, dan karena itu hukum dipelajari sebagai produk dari interaksi sosial yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, ideologi, religi,struktur sosial. Satu hal yang dapat kita ambil dari antropologi hukum, adalah diharapkan dapat memunculkan kesadaran atas kenyataan adanya keberagaman hukum karena beragamnya budaya. Beragamnya hukum tersebut jangan dimaknakan sebagai pertentangan hukum (conflict of laws), tetapi patut dianggap sebagai khazanah kekayaan hukum yang akan mampu memperkuat serta memperbaharui hukum nasional. Di sisi lain akibatnya adalah memunculkan sikap toleransi untuk menghargai umat manusia yang beragam pola fikir, karakter, pemahaman, dan tentunya juga beragam hukum.

ANTROPOLOGI DEFINISI WUJUD DAN KEBUDAYAAN

Kebudayaan itu muncul sebab adanya aktifitas manusia sebagai makhluk sosial, oleh karenanya, manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya dan pencipta kebudayaan itu sendiri . sebab hampir semua tindakan manusia adalah budaya atau kebudayaan.

ILMU KEPANCASILAAN DALAM ANTROPOLOGI 1

Bunga Rampai Rekonstruksi Ilmu Kepancasilaan dalam Ranah Akademis, 2018

Oleh: Surono Ilmu Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu yang berkembang cukup pesat di dunia, termasuk di Indonesia. Ilmu Antropologi lahir dari hasi perjalanan bangsa Eropa Barat ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Dari perjalanan tersebut kemudian terkumpullah berbagai benda etnografi yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya ilmu Antropologi. Perjalanan para penjelajah tersebut sangat erat bertalian dengan semangat kolonialisasi bangsa Eropa Barat terhadap bangsa di luarnya. Oleh karena itu, ilmu Antropologi pun akhirnya menjadi "alat" penjajahan bangsa Eropa kepada bangsa Non-Eropa. Termasuk di Indonesia, Antropologi kemudian mau tidak mau menjadi alat bagi penjajah. Berkaca pada hal tersebut, ilmu Antropologi yang lahir dari pemikiran orang-orang Eropa Barat tentunya dibangun menggunakan paradigma orang Eropa Barat. Akibatnya, berbagai konsep yang digunakan pun menggunakan kacamata mereka. Berkaca pada penjelasan singkat di atas, Penulis mengambil kesimpulan bahwa ilmu Antropologi yang berkembang saat ini paling tidak memiliki dua corak, yaitu semangat penjajahan dan paradigma orang Eropa Barat. Dari hal tersebut, Penulis mengajukan beberapa pemikiran, yakni perlunya disusun ilmu Antropologi yang menolak semangat penjajahan dan untuk kasus di Indonesia ilmu Antropologi yang sesuai dengan paradigma orang Indonesia. A. Sekilas tentang Beberapa Aliran di Antropologi Antropologi lahir untuk menjelaskan dan memahami mengapa terjadi keberagaman manusia di dunia. Khususnya Antropologi Budaya, untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan pemahaman yang mendasar terhadap manusia. Seorang ahli antropologi harus mampu menjawab pertanyaan: Apa hakikat manusia? Apa dan siapa sebenarnya manusia itu? (Bakker, 2000: 11) Dalam upaya memahami keberagaman manusia tersebut, muncullah berbagai paradigma yang kemudian berkembang sesuai asumsi dasarnya masing-masing. Masing-masing paradigma membawa "nafsunya" untuk menjelaskan dan memahami fenomena sosial budaya 1 Dimuat dalam buku Bunga Rampai Rekonstruksi Ilmu Kepancasilaan dalam Ranah Akademis (hal 55-66). Penulis Rizal Mustansyir, Heri Santoso, dan Surono. 2018. Penerbit Pusat Studi Pancasila UGM.

LATAR BELAKANG SEJARAH ANTROPOLOGI

Etnografi merupakan bagian-bagian dari Antropologi, yang telah lama dikerjakan orang-orang dari berbagai bangsa. Sebagai contoh, telah ditemukannya tulisan-tulisan Herodotus di dunia barat. Herodotus adalah seorang berkebangsaan Yunani, beliau disebut sebagai bapak dari sejarah dan Etnografi. Penulisan pada masa itu masih bersifat sangat subyektif dan mengandung sifat purbasangka dan etnosentrisme. Herodotus berpendapat bahwa orang-orang Mesir, Libya, dan Persia itu belum beradab. Pepatah mengatakan bahwa yang beradab itu hanya bangsanya sendiri, sedangkan bangsa lain belum beradab. Herodotus memandang aneh kebiasaan-kebiasaan orangorang asing yang bukan termasuk bangsanya, maka dia mencatat adapt kebiasaan orang-orang tersebut dan ingin mempelajarinya lebih dalam lagi.