Sustainability Pada Bangunan Kolonial Bersejarah Museum Negeri Mulawarman Tenggarong, Kalimantan Timur (original) (raw)
Related papers
Pelestarian Bangunan-Kuno Bersejarah di Kota Malang
Pada waktu itu, asal mula sejarah terbentuknya kota di Indonesia banyak dipengaruhi oleh kepentingan pemerintah kolonial Belanda, dan kemudian, pemerintah kolonial membentuk pusat pemerintahan yang bercirikan 'Indisch'. Dengan masuknya bangsa Belanda, maka struktur kota mengalami intervensi fisik antara lain berupa pemetaan kawasan kota dengan dasar politik segregasi etnik Eropa, Asia, dan pribumi, tempat masing-masing kawasan dikembangkan , dan pengelompokkan bangunan berdasarkan jenisnya (Handinoto & Soehargo, 1986). Sejarah Kota Malang dimulai sejak jaman kerajaan Kanjuruhan dan Singosari, yaitu berkembang dari sebuah kerajaan yang berpusat di kawasan Dinoyo. Menurut van Schaik dalam Awal (2002:1), sebelum zaman VOC di antara gunung Kawi dan Semeru terdapat kerajaan-kerajaan Hindu, tanahnya sangat subur dengan banyak kali-kali dan ditikungan kali Brantas terdapat permukiman yang kemungkinan besar sekarang inti dari Kota Malang. Pada abad ke-19, Kota Lama Malang berbentuk seperti segi panjang, dengan batas kota menyusuri tebing kali Brantas di sebelah utara yang tidak begitu teratur, dan sejumlah struktur jalan yang saling menyilang dengan tegak lurus. Di wilayah yang dibatasi oleh pinggiran kota yang terjal, Malang mempunyai luas sekitar 100 Ha, sebuah wilayah yang cukup besar (Gill dalam Handinoto, 2004:21). Pada tahun 1824, Pemerintah Belanda menetapkan Karesidenan Malang. Bersamaan dengan itu, dibangun kantor-kantor pemerintah dan daerah, permukiman untuk pegawai-pegawai pemerintah di daerah alun-alun, Terminal Patimura, dan sekitarnya. Kemudian Herman Thomas Karsten meletakkan kaidah-kaidah berkenaan dengan pengembangan bangunan yang berciri tropis dan perencanaan kota yang berkesan santun terhadap budaya lokal, sama seperti Maclaine Pont yang memiliki perhatian besar terhadap penduduk pribumi dan kebudayaan setempat dengan kebudayaan Eropa (Sumalyo, 1993). Dengan adanya perkembangan dan kondisi alam serta udaranya yang nyaman, maka Kota Malang dikembangkan sebagai daerah peristirahatan bagi orang-orang Belanda dan kaum ningrat Jawa. Campur tangan pemerintah kolonial Belanda dalam hal penentu kebijakan perkembangan kota, terutama di Jawa mulai kelihatan sangat intensif, setelah selesainya perang Jawa (1824-1830). (Handinoto, 2004:20) Gagasan Karsten yang tertuang, antara lain mengikut sertakan elemen kota tradisional ke dalam pemikiran Eropa dengan bentuk tradisional sebagai latarnya. Perlu ditekankan, bahwa Karsten memang punya peran sangat dominant pada proses perkembangan kota di Indonesia setelah tahun 1915 (Bogaers dalam Handinoto, 2004:20). Di beberapa kawasan Kota Malang masih banyak terdapat beberapa bangunan kunobersejarah yang memiliki nilai arsitektur dan sejarah, antara lain di kawasan yang menggunakan nama jalan gunung-gunung (Bergenbuurt), kawasan yang menggunakan nama jalan pahlawan-pahlawan(Orangebuurt), kawasan yang menggunakan nama jalan pulaupulau (Eilandenbuurt), kawasan Splendid, kawasan alun-alun, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pelestarian bangunan kuno-bersejarah di kawasan-kawasan yang terdapat di Kota Malang merupakan langkah yang sangat tepat untuk dilaksanakan. Pelestarian bangunan mempunyai tujuan untuk menyelamatkan kelestarian objek yang masih bertahan sampai saat ini. Di samping itu, pelestarian diharapkan juga dapat meningkatkan mutu lingkungan dan kawasan sekitar, yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat serta dapat menjadi wahana
Persepsi terhadap Kondisi Pelestarian Bangunan Cagar Budaya yang Menjadi Atraksi Wisata di Kotagede
ATRIUM: Jurnal Arsitektur
Kotagede merupakan satu dari 5 Kawasan Cagar Budaya (KCB) yang ada di Yogyakarta dan memiliki banyak Bangunan Cagar Budaya (BCB). Selain menjadi KCB, Kotagede juga merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup populer di Yogyakarta yang kaya akan atraksi wisata yang bernilai sejarah dan budaya. Beberapa atraksi tersebut merupakan BCB. Namun, sangat disayangkan sebagai KCB dengan atraksi wisata andalan berupa BCB, kondisi pelestarian BCB di KCB Kotagede berada paling buruk diantara KCB lainnya di Yogyakarta. Sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat kondisi BCB yang menjadi atraksi wisata di Kotagede, apakah berada dalam kondisi pelestarian yang baik atau kurang baik, serta bagaimana pengaruh pariwisata terhadap pelestarian BCB. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam (depth interview) kepada pengelola yang disertai pemberian skor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelestarian BCB yang menjadi ...
Karakter Arsitektural Bangunan Kolonial sebagai Warisan Budaya Kota Singaraja
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 2019
Menelusuri sejarah Kota Singaraja sebagai ibukota Kabupaten Buleleng di Bali Utara selalu bertalian erat dengan peninggalan arsitektur kolonial Belanda. Peninggalan arsitektur kolonial masih dapat ditemui dibeberapa sisi kota, tetapi tidak sedikit yang sudah mengalami perubahan bentuk, bahkan tampak berbeda dengan keadaan semula. Adanya akulturasi dalam arsitektur antara penjajah dan kultur Bali dan juga penyesuaian pada iklim tropis menyebabkan arsitektur kolonial di kota ini memiliki tampilan yang unik. Tujuan penelitian ini adalah menelusuri pembentuk elemen fasade bangunan dan pembentuk elemen ruang dalam sebagai karakter arsitektural bangunan kolonial di Kota Singaraja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik pengambilan data secara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Bangunan kolonial yang dipilih sebagai kasus studi dilakukan dengan teknik purposive sampling melalui beberapa kriteria. Analisis data dilakukan secara induktif dengan lebih mene...
Kajian Pelestarian Dan Pemeliharaan Bangunan Cagar Budaya DI Surakarta
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur, 2021
Konservasi merupakan tindakan pelestarian dalam sebuah bangunan cagar budaya. Sasaran tindakan pelestarian dapat berupa bangunan (tangible) maupun non bangunan (intangible). Bangunan cagar budaya yang merupakan objek konservasi mempunyai value yang tinggi dalam proses konservasi, tidak hanya pada objek bangunannya saja namun juga terhadap sejarah, dan peradaban manusia itu sendiri. Bangunan cagar budaya yang tersebar di beberapa wilayah kota Surakarta merupakan bangunan peninggalan masa penjajahan yang mempunyai nilai arsitektur yang penting dalam perjalanan perkembangan ilmu arsitektur di Indonesia. Seiring perkembangan jaman bangunan-bangunan tersebut akan termakan usia dan mengalami degradasi kualitas material atau bahkan struktur bangunan. Sehingga dirasa perlu dilakukan pendataan atau kajian mengenai tingkat keterawatan bangunan cagar budaya tersebut, harapannya supaya dapat dilakukan langkah perawatan yang tepat guna melestarikan bangunan cagar budaya yang ada di kota Surakart...
Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Kuno di Koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya
Tujuan dari studi ini adalah mengidentifikasi karakteristik koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya; menganalisis pengaruh faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system terhadap penurunan citra kawasan koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya; dan menentukan pelestarian fisik bangunan kuno di koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengidentifikasi karakteristik fisik Jalan Rajawali; metode deskriptif dan evaluatif untuk menganalisis pengaruh faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system terhadap penurunan citra kawasan; dan metode development menggunakan Analytic Hierarchy Process untuk menghasilkan pelestarian fisik bangunan kuno. Hasil studi, didapat 15 bangunan kuno di koridor Jalan Rajawali, yang terdiri dari satu bangunan preservasi Golongan A (potensial tinggi), sepuluh bangunan rehabilitasi Golongan B (potensial sedang) dan empat bangunan adaptasi Golongan C (potensial rendah). Kata kunci: Jalan Rajawali, pelestarian lingkungan dan bangunan kuno
PANALUNGTIK
Archaeological remainin at Trowulan site, Mojokerto are one of the important assets in the world of Indonesia archaeology because it holds many valuable lessons from the past. Currently the Trowulan Site has not been able to show a big role for the wider community. This can be seen from the lack of awareness and socialization to the community. The problem raised in this study is how the implementation of management, utilization, and preservation is very necessary in establishing cooperation for the sustainability of archaeological remaining in heritage sites of the Majapahit Kingdom in Trowulan, Mojokerto. This study aims to see the implementation of the management, utilization, and preservation of the Majapahit Trowulan site as an archaeological site that has the potential to be developed. This study uses a descriptive analytic approach by observing the community around the Majapahit site in Trowulan. The data collection technique used a documentation study in the form of a map of ...
Konservasi Wadah Kubur (Soronga) DI Museum Provinsi Sulawesi Tenggara
2019
The purpose of this study was to determine the factors of damage and know how to overcome Soronga damage in the museum of Southeast Sulawes i Province. The method used is a type of qualitative research. Data collection methods used are divided into two namely collection of library data (secondary) and data field data (primary) namely direct observation. The field data collection was carried out by interviewing, documenting and analyzing damaging factors and analyzing the protection of Soronga collections in the museum of Southeast Sulawesi Province. Based on the results of the study, Soronga (primary burial) found in the State Museum of Southeast Sulawesi Province is a tomb container made of wood and used by the King (Mokole) in the Pre-Islamic era shaped like a boat. In general the Tolaki people in North Kolaka know the burial system, namely direct burial (primary burial). There are 4 factors that cause damage to Soronga and 6 countermeasures for protection of Soronga grave contain...
Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah Kawasan Kayutangan Kota Malang
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi sejarah dan karakteristik Kawasan Kayutangan, mengidentifikasi perubahan dan faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, serta menentukan pelestarian dalam melindungi lingkungan dan bangunan kuno bersejarah. Metode yang digunakan adalah deskriptif dan evaluatif (analisis faktor, analisis before-after dan analisis makna kultural). Faktor penyebab utama perubahan bangunan pada koridor Jalan Basuki Rahmat adalah status kepemilikan, ekonomi, dan perangkat hukum, sedangkan faktor penyebab utama perubahan bangunan pada perkampungan Kayutangan adalah sosial budaya, bahan bangunan tidak tahan lama, dan selera pemilik. Arahan pelestarian lingkungan pada Kawasan Kayutangan lebih menitikberatkan pada perlindungan dan pelestarian elemen citra kawasan (landmark, nodes, path, district, dan edges). pelestarian bangunan kuno bersejarah pada Kawasan Kayutangan dibagi menjadi tindakan preservasi (9 bangunan), konservasi (36 bangunan) dan rehabilitasi (45 bangunan). Kata kunci: pelestarian, lingkungan, bangunan kuno bersejarah
Tata Ruang Dalam Rumah Peninggalan Masa Kolonial di Tumenggungan Kota Malang
Peninggalan masa kolonial yang banyak ditemukan di Kota Malang antara lain adalah bangunan pemerintahan, dan rumah tinggal. Studi ini dilakukan pada tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang. Pembahasan ini dilakukan untuk mengetahui dan menggambarkan tata ruang rumah kolonial yang ada di kawasan studi, yang telah ada sejak masa kolonial. Tujuan studi ini adalah untuk menggambarkan tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, diikuti oleh perubahan yang terjadi beserta faktor yang menyebabkan perubahan yang ada. Studi dilakukan dengan metode deskriptif, yang diawali oleh penentuan variabel dan sampel studi, sesuai dengan topik yang diangkat. Hasil studi menunjukkan tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, tersusun atas tatanan zona publik di bagian depan rumah, diikuti dengan penataan zona semipublik, dengan zona privat di sisi kanan dan kiri zona semipublik. Perubahan terjadi pada beberapa rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, disebabkan oleh beberapa faktor, yang meliputi faktor ekonomi, kebutuhan manusia akan ruang (privasi), bertambahnya jumlah penduduk, faktor sosial ekonomi, dan aksesibilitas ruang yang cepat. Kata Kunci: tata ruang dalam, rumah, arsitektur kolonial, perubahan
Desain Interior Museum Arkeologi Penanggungan Mojokerto-Jawa Timur dengan Konsep Modern Interaktif
2017
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995, museum memiliki tugas, menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan koleksi berupa benda cagar budaya. Jika dilihat dari kajian analisis Direktorat Pelestarian Cagar Budaya Permuseuman Tahun 2005, jumlah kunjungan ke museum masih sangat sedikit. Hal ini dikarenakan museum belum memiliki daya tarik bagi pengunjung sebagai tujuan wisata utama. Selain itu juga kurangnya perhatian pihak pengelola museum baik pemerintah maupun swasta dalam mengelola dan merawat museum, dalam hal ini fungsi museum dalam memanfaatkan benda koleksi masih belum maksimal. Salah satu cara untuk meningkatkan minat pengunjung datang ke museum adalah melalui perancangan desain interior. Desain interior Museum Arkeologi Penanggungan mengusung konsep modern interaktif, tujuan dari konsep ini adalah untuk mengintegrasikan multimedia interaktif dengan benda koleksi museum. Keunggulan dari multimedia interaktif memberikan kebebasan kepada pengguna dalam mengakses informasi...