Politik Etnis Flores Timur DI Kabupaten Timor Tengah Utara Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 (original) (raw)

Politik Identitas Etnik Asli Papua Berkontestasi Dalam Pemilihan Kepala Daerah DI Kota Sorong

Tujuan penelitian, (1) Untuk mengetahui bagaimana politik identitas etnik asli Papua berkontestasi merebut kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah di Kota Sorong. (2) Untuk mengetahui bagaimana etnik asli Papua berkolaborasi dengan etnik non Papua dalam merebut kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah di Kota Sorong. Metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan (1) Otonomi khusus melahirkan politik identitas etnik, egoisme kampung, marga, budaya, saudara, untuk merebut kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah di Kota Sorong. Kedua etnik asli Papua saling marginalisasi dalam strategi isu kampaye politik identitas, family, marga, kampung, organisasi etnik, gereja, televisi,spanduk, koran, elit DPRD Kota. Kedua etnik tidak bersatu dikarenakan egosime budaya, adat, diantara kedua etnik asli Papua itu sendiri di Kota Sorong. Tujuan politik identitas etnik untuk menguasai sumber daya ekonomi (dana) otsus Kota Sorong. (2) Alasan etnik asli Papua berkolaborasi dengan etnik non Papua dikarena etnik Maybrat mempunyai perjanjian politik yaitu etnik Maybrat walikota dan etnik Makassar wakil walikota dalam pemilihan kepala daerah di Kota Sorong. Serta mengguasai pasar umum, transportasi kendaraan umum.

POLITIK IDENTITAS ETNIS DI MALUKU UTARA

Politik identitas etnis menjadi fokus utama dalam konteks PILKADA langsung, sehingga dalam praktiknya melibatkan peran aktor informal dan struktur partai serta birokrasi. Proses politik identitas melahirkan semangat etnisitas kian menguat dalam Pemilihan Gubernur Maluku Utara 2013. Pertama, politik identitas etnis memberi ruang besar akan bangkitnya semangat para aktor untuk menguatkan dan membangkitkan posisi elit dan para penguasa lokal di Maluku Utara. Kedua, peran aktor dan struktur menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik yang ada di daerah. Ketiga. Politik identitas etnis yang berkembang di Maluku Utara, yang dilandasi semangat pragmatisme etnisitas sesunguhnya mendorong etnis menjadi kekuatan politik yang lembut dengan lahirnya budaya politik yang harmonis demi terciptanya iklim berdemokrasi yang baik di Provinsi Maluku Utara Pendahuluan Pasca Orde Baru, kajian politik indentitas di Indonesia mendapat perhatian yang khusus. Pada masa ini, nuansa kajian politik identitas di Indonesia, lebih terkait pada masalah etnisitas, agama, ideologi, dan kepentingan-kepentingan lokal yang pada umumnya diwakili oleh para elit dengan artikulasinya masing-masing. Gerakan pemekaran daerah, bahkan dapat dipandang sebagai salah satu wujud dari politik identitas. Isu-isu tentang keadilan dan pembangunan daerah menjadi sentral dalam wacana politik mereka, akan tetapi, sejatinya, semuanya banyak dipengaruhi oleh ambisi masalah yang tidak secara mudah untuk dijelaskan (Maarif, 2012). Di arena politik, identitas etnis dihembuskan sebagai isu putra daerah yang kebanyakan dilakukan oleh elit lokal untuk merebut dan melanggengkan kekuasaan politiknya. Tentang hal ini, Eindhoven dengan tegas menyatakan bahwa momentum reformasi telah menghantarkan elit lokal mengonsolidasikan kekuatan identitas (etnis) untuk menolak kepala daerah yang berasal dari non-etnisnya. Hal ini tampak dengan jelas dalam fenomena pembentukan kabupaten baru, di sini, para elit etnis berupaya memisahkan atau melepaskan diri dari kabupaten induknya dengan alasan distingsi sejarah kebudayaan, agama dan etnisnya, (Sjaf, 2014).

LOBI POLITIK BERBASIS ETNIS DAN AGAMA DALAM PERCATURAN POLITIK LOKAL DI BELITUNG TIMUR

Etnis dan Agama adalah dua entitas demografis yang selalu menjadi instrumen penting dalam setiap suksesi politik. Sejak politik elektoral di Indonesia bergeser dari tak langsung menjadi langsung, pemanfaatan berbagai identitas menjadi penting untuk mengidentifikasi keterkaitan seorang kandidat dengan konstituennya. Namun, hal menarik justru terjadi di tingkat lokal, yakni di Kabupaten Belitung Timur. Studi ini menyimpulkan bahwa dalam konteks politik elektoral di Kabupaten Belitung Timur, agama dan etnis memang menjadi isu hangat, namun pilihan politis masyarakat justru tidak berangkat dari dua basis identitas ini. Secara umum terjadi anomali di daerah ini ketika fakta identitas justru tidak konsisten dijadikan sebagai basis pilihan. Artinya, pilihan publik cenderung berdasarkan basis keragaman yang tidak primordial dengan menyingkirkan instrumen agama dan etnis. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jikapun kedua isu demografis ini diangkat dalam kompetisi, namun tidak secara dominan mempengaruhi pilihan publik ditandai dengan hasil pilihan masyarakat yang relatif beragam. Secara demografis, ada kebutuhan untuk merawat keragaman demografis sebagai bagian dari upaya membangun harmonis sosial dan penguatan kualitas penduduk di bidang politik.

Politik Identitas Etnis Kedang Pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lembata 2017

Jurnal Mengkaji Indonesia, 2023

Abstract: This article examines how the use of political identity that brings tribal issues in Lembata Regency in the 2017 Pilkada has succeeded in winning the SUNDAY pair (Eliaser Yentji Sunur and Thomas Ola Langoday). This study found that the strong "Primordial" sentiment created in the social environment of Lembata society, which consists of two major ethnicities, namely the Lamaholot Tribe and the Kedang Tribe, was used as a strong issue that could mobilize the masses to provide support to one of the parties considered as a representation of one of the ethnicities. The issue of political identity by presenting Eliaser Yentji Sunur as a representation of the Kedang tribe has been proven by the success of obtaining 74.0% of the votes in Buyasuri District and 76.6% in Omesuri sub-district which led the SUNDAY pair to become the winner in the 2017 Lembata Regional Election. Purpose: The purpose of this article is to see how the issue of Political Identity was formed by SUNDAY pair in gaining support from Kedang Tribe in the 2017 regional election. Design/Methodology/Approach: This research uses a descriptive qualitative approach by attempting to explain how identity issues were formed and raised as an effort to win the SUNDAY pair. Determination of Informants using snowball technique starting from key informants, various information that will be obtained from key informants will be used as reference material in determining other informants. Findings: The results showed that the victory of the SUNDAY pair was inseparable from its ability to determine the segmentation of voters who were more dominantly interested in various issues of Political Identity. Identity issues were used to gain support from the Kedang Tribes located in two sub-districts, namely Omesuri and Buyasuri, displayed in the form of using local languages in various campaign activities and raising the social conditions of the Kedang Tribes through folklore that has grown in the community, thus succeeding in creating a voting power group between the Lamaholot and Kedang Ethnicity. Originality/Value: This research focuses on the use of Kedang Tribal Identity in political interests to win the Sunday candidate pair in the 2017 regent election.

Politik Identitas: Peran Politik Etnis Tionghoa dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang Tahun 2018

Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, 2021

Penelitian ini membahas peranana etnis Tionghoa yang berada di kota Palembang dalam pemilihan walikota dan wakil wlikota tahun 2018 yang tergabung dalam organisasi PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia). Orgsnisasi PITI tidak seperti organisasi lainya yang menyatakan dukungan secara langsung dan terbuka dalam mendukung salah satu pasangan colon. Dapat dikatakan bahwa organisai PITI yang berada di kota Palembang namapaknya kurang teralu membuka terhadap kegiatan politik atau tergolong tertutup. Karena dari segi jumlah PITI tidak memiliki banyak anggota seperti organisasi masyarakat lainya. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu: Pertama, Bagaimana partisipasi politik etnis Tionghoa dalam pemilihan walikota dan wakil walikota Palembang tahun 2018. Kedua, Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi etnis Tionghoa dalam pemilihan walikota dan wakil walikota Palembang tahun 2018. Metode dalam penelitian ini termasuk metode kualitatif deskriftif dan menggunakan teknik p...

Perilaku Pemilih Etnik Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah 2017 Kabupaten Aceh Barat Daya

JUPIIS: JURNAL PENDIDIKAN ILMU-ILMU SOSIAL

This paper aims to find out about the behavior of Acehnese ethnic voters in determining regional head candidates in accordance with the expectations of voters and the form of strategies used by regional head candidates in gaining sympathy from the people of Southwest Aceh. This research uses ethnographic methods. Research techniques with in-depth interviews and participatory observation of campaign teams, leaders and the community in the implementation of the 2017 elections. From the results of the study, the community chose regional head candidates based on vision and mission related to social welfare such as, empowering farming communities by cutting seed and fertilizer prices, or scholarships for underprivileged children. In getting the voices of the people of Southwest Aceh, prospective regional heads have strategies using cultural symbols such as traditional clothing, meukotop skullcaps, rencong, agamai and post bases. Then the candidates also make use of community groups such ...

Agama Dan Etnisitas Dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Bengkulu 2015

2017

Dalam politik elektoral skala lokal, asas primordialisme seringkali digunakan dalam membangun imajinasi politik tanpa mempertimbangkan nilainilai rasional seperti visi misi dan program kerja aktor politik tersebut. Dengan demikian asas primordialisme akan tetap dijadikan alat komoditas politik. Namun pada kasus pemilihan kepala daerah di Bengkulu, agama dan etnisitas tidak memilki pengaruh yang signifikan. Terlihat dari hasil perolehan suara yang menunjukkan putra asli daerah dan yang memilki dominasi etnisitas sebagai mayoritas mengalami kekalahan. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini akan menjawab bagaimana agama dan etnisitas dikondisikan sehingga akan berdampak pada banyaknya dukungan suara. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran agama dan etnisitas dalam memenangkan aktor politik di pemilihan kepala daerah Provinsi Bengkulu, dan seberapa besar efektivitas dari peran agama dan etnisitas dalam memenangkan kandidat. Dengan menggunakan teori marketing politik, agam...

Agama Dan Etnisitas Dalam Pemilihan Kepala Daerah DI Provinsi Bengkulu 2015

AL IMARAH : JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK ISLAM, 2018

This study aims to explain the role of religion and ethnicity in winning political actors in the Bengkulu provincial elections, and the effectiveness of the role of religion and ethnicity in winning the candidate. Using political marketing theory, religion and ethnicity are packed into the backdrop of winning political actors. The positioning attitude and branding strategy that is right and mature, raises the political image in getting the sympathy of the community. The result of the research shows that first, the victory of Ridwan Mukti and Rohidin Mersyah have several factors, namely to do the right strategy positioning (candidate compactness, academic degree, mission vision and work program priority, politics politics, cultural preservation, not compartmentalization, harmonization of political elite, and uphold togetherness). Second, religion and ethnicity still as a strategy, but not dominant, its use is based only on the integrity of political actors, by packing Ridwan Mukti an...

Politik Peranakan Tionghoa DI Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur

2020

Penelitian ini bertujuan menjelaskan penggunaan modalitas peranakan Tionghoa dalam ranah politik elektoral di Kabupaten Belu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus bersifat deskriptif analitis. Konsep modalitas dari Bourdieu penulis gunakan sebagai kerangka analisis. Penulis melakukan wawancara mendalam dengan politisi peranakan Tionghoa sebagai informan kunci dengan menggunakan teknik purposive sampling dan tim sukses sebagai informan tambahan. Pengolahan data penelitian menggunakan metode triangulasi untuk menjamin reabilitas, validitas, dan generabilitas. Hasil penelitian menunjukkan politisi peranakan Tionghoa melakukan konversi modal sosial dan modal ekonomi menjadi modal politik ke dalam tiga ranah secara bersamaan, yang pada akhirnya menghantarkan mereka menduduki jabatan politik baik sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun kepala daerah. Fenomena demokratisasi lokal di Kabupaten Belu memiliki dua implikasi. Pertama...