PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN DAUN Indigofera zollingeriana TERFERMENTASI SEBAGAI BAHAN PAKAN ITIK PEDAGING HIBRIDA UMUR 22-45 HARI TERHADAP PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL (original) (raw)
Related papers
Buletin Peternakan, 2013
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan enceng gondok terfermentasi terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, non-karkas, dan lemak abdominal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah. Perlakuan meliputi: P0 (ransum basal); P1 (ransum basal + 2,5% enceng gondok terfermentasi); P2 (ransum basal + 5% enceng gondok terfermentasi); P3 (ransum basal + 7,5% enceng gondok terfermentasi); dan P4 (ransum basal + 10% enceng gondok terfermentasi). Hasil penelitian dari kelima perlakuan diperoleh nilai rerata bobot potong 1261,97 g; persentase karkas 53,22%; persentase sayap 16,03%; paha 28,68%; dada 20,58%, dan punggung 24,71%. Rerata persentase non-karkas berturut-turut adalah kepala 15,22%; kaki 2,68%; hati 2,21%; jantung 0,72%; empedal 4,74%; dan lemak abdominal 0,63%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enceng gondok terfermentasi dalam ransum sampai tingkat 10% tidak berpengaruh terhadap bobot potong, persentase karkas, non-karkas, dan lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan minggu.
Limbah industri penyedap masakan (sipramin) memiliki potensi untuk digunakan sebagai pupuk organic cair karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh sipramin sebagai pupuk organic cair terhadap kondisi tanah, pertumbuhan kembali dan produktivitas hijauan Indigofera sp. untuk ternak ruminansia. Desain penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial, faktor pertama adalah dosis pupuk (0, 10, 20 dan 40%) dan faktor kedua adalah waktu pemberian pupuk (30 dan 15 hari sebelum panen [hsp]). Peubah yang diamati adalah karak teristik kimia dan biologi tanah, pertumbuhan kembali dan produk sihijauan Indigofera sp. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis sidik ragam. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah nitrogen (N) total tanah, bakteri pelarut fosfat dan bakteri Rhizobium sp. Berbeda nyata (P<0,05) pada dosis pupuk 40% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah bakteri pelarut fosfat dan P tersedia pada 15 hsp lebih tinggi dibandingkan 30 hsp. Pupuk sipramin dengan dosis 40% dapat meningkatkan kandungan C-organik dan sangat nyata (P<0,01) meningkatkan produksi hijauan (daun dan tajuk). Rasio daun dan tajuk pada 15 hsp lebih tinggi dibandingkan 30 hsp. Terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah bintil akar pada pemupukan dengan dosis 40% dibandingkan dosis lainnya. Penambahan pupuk sipramin dengan dosis 40% pada 15 hsp memperlihatkan hasil terbaik terhadap karakteristik kimia dan biologi tanah, pertumbuhan kembali dan produktivitas Indigofera sp.
Pastura
Penelitian bertujuan untuk mengkaji potensi penggunaan tepung daun Indigofera sp terfermentasidalam campuran ransum komersial terhadap performan ayam lokal pedaging unggul. Materi penelitian yangdigunakan adalah ayam lokal pedaging unggul (ALPU) umur sehari (DOC) sebanyak 100 ekor dan dipeliharasampai umur 70 hari. Metode penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap(RAL) dengan 4 perlakuan ransum dan 5 ulangan. Ransum perlakuan yang digunakan adalah: R1 (100%ransum komersial/kontrol), R2 (95% ransum komersial + 5% tepung daun Indigofera sp terfermentasi), R3(90% ransum komersial + 10% tepung daun Indigofera sp terfermentasi), dan R4 (85% ransum komersial +15% tepung daun Indigofera sp terfermentasi). Variabel yang diamati meliputi: konsumsi ransum, pertambahanbobot badan, konversi ransum, efisiensi ransum, bobot badan akhir, bobot karkas, persentase karkas danharga ransum. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisys of variance (ANOVA). Hasil penel...
Majalah Ilmiah Peternakan, 1970
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tepung daun salam (Syzygium polyanthum Walp), daun pepaya (Carica papaya), atau daun katuk ( Sauropus androgynus) dalam ransum yang disuplementasi Starpig untuk meningkatkan kualitas daging itik bali afkir. Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan setiap ulangan berisi tiga ekor itik bali afkir dengan umur dan berat yang homogen. Keempat perlakuan tersebut adalah: Ransum tanpa daun pepaya, daun salam, daun katuk, dan Starpig (perlakuan A), ransum yang mengandung daun pepaya 10% dan Starpig 1% (perlakuan B), ransum yang mengandung daun salam 10% dan Starpig 1% (perlakuan C), ransum yang mengandung daun katuk 10% dan Starpig 1% (perlakuan D). Variabel yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas persentase karkas, dan komposisi fisik karkas (persentase daging, tulang dan lemak termasuk kulit). Dari hasil penel...
Jurnal Nutrisi Ternak Tropis dan Ilmu Pakan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase karkas, organ dalam, dan lemak abdominal itik pedaging. Materi penelitian adalah 100 ekor itik pedaging tanpa dibedakan jenis kelaminnya (umur 20 hari) dengan strain (Peking x Khaki Campbell) dengan rataan bobot badan yang digunakan adalah 410,52 ± 95,25 g dengan koefisien keragaman sebesar 23,20 %. Metode dalam penelitian ini adalah percobaan lapang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan 4 kali ulangan. Masing-masing ulangan 5 ekor itik pedaging. Perlakuan yang digunakan adalah P0: 10 % bekatul, P1: 7,5 % + 2,5 % tepung bonggol pisang, P2: 5 % + 5 % tepung bonggol pisang, P3: 2,5 % + 7,5 % tepung bonggol pisang dan P4: 10 % tepung bonggol pisang. Variabel meliputi persentase karkas (dada, paha, sayap dan punggung), organ dalam (hati, jantung, limpa dan gizzard) dan persentase lemak abdominal. Data dianalisis menggunakan analisis kovarian (ancova). Apabila hasil penelitian menunjuka...
2013
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan enceng gondok terfermentasi terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, non-karkas, dan lemak abdominal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah. Perlakuan meliputi: P0 (ransum basal); P1 (ransum basal + 2,5% enceng gondok terfermentasi); P2 (ransum basal + 5% enceng gondok terfermentasi); P3 (ransum basal + 7,5% enceng gondok terfermentasi); dan P4 (ransum basal + 10% enceng gondok terfermentasi). Hasil penelitian dari kelima perlakuan diperoleh nilai rerata bobot potong 1261,97 g; persentase karkas 53,22%; persentase sayap 16,03%; paha 28,68%; dada 20,58%, dan punggung 24,71%. Rerata persentase non-karkas berturut-turut adalah kepala 15,22%; kaki 2,68%; hati 2,21%; jantung 0,72%; empedal 4,74%; dan lemak abdominal 0,63%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enceng gondok terfermentasi dalam ransum sampai tingkat 10% tidak berpengaruh terhadap bobot potong, persentase karkas, non-karkas, dan lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan minggu.
KEGUNAAN PEMOTONGAN DAGING DAN PEMANGGANGAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAGING ITIK AFKIR
pertanian.uns.ac.id
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kimia dan interaksi antara cara pemotongan dan waktu pemanggangan pada daging bebek afkir. Penyembelihan dengan metode Islam yaitu dzakah , pemotongan bagian-bagian karkas menggunakan metode , sampel menggunakan daging dada (Cahaner et al., 1986) dan pemanggangan dengan suhu 90 o C, selama 0, 45 dan 90 menit. Penelitian menggunakan itik afkir berjumlah 18 ekor yang diambil dari peternak yang terkontrol. Cara pemotongan dengan daging dengan kulit (A 1 ), menghilangkan kulit dari daging (A 2 ) dan menghilangkan kulit dan lemak subkutan (trimming) yang kemudian dipotong dengan ketebalan 1 cm berlawanan arah dengan serat daging (A 3 ) menggunakan metode menurut Smith et al. (1987) yang dimodifikasi. Uji protein (PK) dengan cara Kjeldahl (AOAC, 1975), lemak (LK) dengan ekstraksi Soxhlet (Atkinson et al., 1972), kholesterol (chol) Nollet (1996) dan protein terlarut (PL) Lowry . Rancangan percobaan yang digunakan Analisis Variansi Completely Randomized Design (CRD) Pola Faktorial 3 x 3 (Astuti, 1980), dengan faktor cara pemotongan daging (A) dan lama pemanggangan (B). Sampel menggunakan daging dada berjumlah 18 dengan replikasi dua. Perhitungan statistik menggunakan program komputer Minitab 2000. Hasil analisis menunjukkan perbedaan nyata (P<0,01) pada PK, LK dan Chol terhadap cara pemotongan daging, tetapi terdapat perbedaan tidak nyata (P>0,05) pada PL. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan nyata (P<0,05) pada PK, Chol dan PL terhadap waktu panggang, tetapi tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada LK. Terdapat interaksi antara cara pemotongan dan waktu panggang (P<0,01) pada PK, LK dan Chol tetapi tidak (P>0,05) pada PL. Daging dipanggang selama 90 menit mempunyai kandungan PK dan khol tertinggi. Daging yang dihilangkan kulit dan lemak subkutan (trimming) dan dipotong dengan ketebalan 1 cm mempunyai kandungan PK dan khol tertinggi tetapi LK terendah. Pemasakan 45 menit dengan suhu 90 o C pada daging yang dihilangkan kulit, di-trimming dan dipotong dengan ketebalan 1 cm mempunyai kualitas kimia yang terbaik.
Daun katuk (Sauropus Androgynus-(L) Merr) merupakan daun yang dapat digunakan sebagai pewarna pada makanan, tetapi pengguna-annya kurang praktis, oleh karena itu dilakukan pengolahan dengan cara daun katuk diekstrak kemudian dijadikan bubuk. Variabel penelitian bubuk daun katuk dibuat dengan penambahan maltodektrin pada variasi konsentrasi 4%, 6%, 8%, dan suhu pengeringan 80 dan 90 0 C. Bubuk daun katuk yang diperoleh dianalisa sifat kimia (kadar air, kadar khlorofil), sifat fisik (warna,rehidrasi) dan sifat sensoris (tingkat kesukaan). Hasil penelitian menunjukkan penambahan maltodekstrin pada bubuk ekstrak daun katuk cenderung tidak berpengaruh terhadap sifat fisik (warna dan rehidrasi), sifat kimia (kadar air, kadar khlorofil) namun semakin banyak penambahan maltodekstrin, bubuk ekstrak daun katuk yang dihasilkan kurang disukai. Suhu pengeringan pada pembuatan bubuk ekstrak daun katuk sangat berpengaruh terhadap kadar khlorofil dan intensitas warna pada bubuk ekstrak daun katuk yang dihasilkan. Bubuk ekstrak daun katuk paling disukai adalah pada suhu pengeringan 90 0 C dengan penambahan maltodekstrin 4%. Bubuk ekstrak daun katuk tersebut memiliki karakteristik: kadar air 5,64%wb, kadar khlorofil (0,83% db), warna Redness 0,65, Yellowness 8,90, Blueness 2,75; rehidrasi 1,19 menit. Kata Kunci: daun katuk, khlorofil, pewarna alami PENDAHULUAN Daun katuk (Sauropus Androgynus–(L) Merr) digunakan sebagai pewarna alami yang dapat memberi warna hijau tanpa
Jurnal agrotek tropika, 2022
Pepper (Piper nigrum L.) parent plants are maintained to grow fast by providing fertilizer as needed. The efficiency and effectivity of applied N, P, and K fertilizers are low, especially under tropical conditions. Therefore, applying foliar fertilizer as an additional fertilizer is expected to overcome the lack of fertilizer application through the soil and increase the growth of the pepper mother plant. This study aimed to obtain the best combination of composition and frequency of foliar fertilizer spraying for the growth of pepper parent plants. The research was carried out from November 2020 to April 2021 using a Randomized Block Design (RBD) with a factorial pattern and three replications. The first factor was the composition of foliar fertilizers with four treatment levels, namely control (D 0), NPK foliar fertilizer 11:8:6 (D 1), NPK foliar fertilizer 20:15:15 (D 2), and NPK foliar fertilizer 32:10:10 (D 3). The second factor is foliar fertilizer spraying frequency with two levels of treatment, every two weeks (F 1) and every four weeks (F 2). Observational data were analyzed using analysis of variance and continued with the honestly significant difference (HSD) test at the 5% level. The results showed the interaction between the composition of foliar fertilizers and foliar fertilizer spraying frequency on the observation variables of the number of leaves, the number of internodes, leaf area number three, and leaf dry weight number three. The highest number of leaves and the number of internodes in the observation one month after treatment was produced by the treatment of NPK foliar fertilizer 20:15:15 with spraying frequency every two weeks, 4.33 leaves and 3 internodes, respectively. The treatment of NPK 11:8:6 foliar fertilizer with spraying frequency every two weeks consistently produced the best leaf area (46.25 cm 2). NPK 20:15:15 foliar fertilizer with spraying frequency every two weeks resulted in leaf dry weight number three (0.32 g), equivalent to the NPK 11:8:6 fertilizer treatment results with spraying frequency every two weeks (0.32 g).