Arkeologi ujung Utara Pulau Sumatera (original) (raw)

Arkeologi di bagian barat laut provinsi Sumatera Barat

2007

Catatan sejarah menunjukkan bahwa setidak-tidaknya pesisir barat Pulau Sumatera telah berkembang sejak abad ke-14, ketika Kerajaan Pagaruyung diperintah oleh Adityawarman. Seiring perjalanan waktu, kebudayaan di sana berkembang silihberganti, dari masa prasejarah ke masa Hindu/Buddha, kemudian masa pengaruh Islam, dan kelak masa pengaruh kolonial Belanda. Perkembangan kebudayaan itu juga bergulir pada masa pendudukan Jepang, dan dilanjutkan pada zaman kemerdekaan. Jelas bahwa panjangnya sejarah masa hunian di daerah pesisir barat Sumatera itu meninggalkan sisa-sisa kebudayaan yang masih ada sampai saat ini.

Mushaf Kuno Nusantara -Sumatera

memiliki sejumlah peneli yang bertugas melakukan peneli an terhadap Al-Qur'an, atau tema-tema yang berkaitan dengan kitab suci tersebut. Salah satu peneli an pen ng yang dilakukan peneli LPMQ adalah peneli an mushaf kuno Nusantara. Penyalinan Al-Qur'an kuno di Nusantara sendiri telah dimulai sejak akhir abad ke-13, ke ka Pasai secara resmi menjadi kerajaan Islam. Hal ini dicatat dalam Rihlah Ibnu Batutah (1304-1369 M) ke ka berkunjung ke Aceh sekitar tahun 1345 dan melaporkan bahwa Sultan Aceh sering menghadiri acara pembacaan Al-Qur'an di masjid. Meskipun demikian, di Asia Tenggara, mushaf tertua yang diketahui hingga kini adalah sebuah mushaf bertahun 1606 M, berasal dari Johor, Malaysia, yang kini terdapat di negeri Belanda. Di Indonesia sendiri, sepanjang yang diketahui, mushaf Al-Qur'an tertua adalah sebuah mushaf yang selesai ditulis pada hari Kamis, 21 Muharram 1035 H (23 Oktober 1625 M). Penyalinnya, seper yang tercantum pada kolofon di akhir mushaf, adalah Abd as-Sufi ad-Din. Mushaf tersebut adalah milik Muhammad Zen Usman, Singaraja, Bali. Penulisan dan penyalinan Mushaf Al-Qur'an di Nusantara biasanya disponsori oleh salah satu dari ga pihak, yaitu kerajaan (kesultanan), pesantren, dan elite sosial. Oleh karena itu, pada zaman dahulu banyak Mushaf Al-Qur'an yang ditulis oleh para ulama dan khatat atas perintah raja atau sultan di suatu tempat, seper di Kerajaan Islam Aceh, Demak, Gowa, Maluku, dan Bima. Dalam kaitan ini, peneli LPMQ selama kurang lebih lima tahun telah melakukan peneli an dan sekaligus digitalisasi mushaf kuno Nusantara, baik yang berada di museum, masjid, pesantren, surau, kesultanan, hingga koleksi perorangan. Sekitar 400 an mushaf kuno Nusantara berhasil dikumpulkan dan didokumentasikan. Wilayah-wilayah yang menjadi tempat peneli an mencangkup seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Aceh hingga Nusa Tenggara Timur. Mengingat banyaknya naskah yang Sambutan telah dikumpulkan dan diteli , maka LPMQ merasa perlu menerbitkan buku yang berkaitan tentang mushaf kuno yang dalam penerbitannya kali ini dibuat berdasarkan wilayah. Edisi pertama ini memuat mushaf kuno wilayah Sumatera yang tediri dari Aceh,

Berita Penelitian Arkeologi No. 20: subfosil dan bangkai perahu di Pesisir Timur Sumatera Utara

2008

Beberapa tempat di wilayah Provinsi Sumatera Utara mempunyai potensi yang berkaitan engan keberadaan data arkeologi. Hal tersebut merupakan bukti aktivitas manusia yang terjadi pada masa lampau. Keberadaan data arkeologi sendiri diketahui lewatbeberapa sumber. Selain melalui dokumentasi penelitian terdahulu, dan survei, juga melalui informasi/ temuan masyarakat. Partisipasi masyarakat menunjukkan antusiasme terhadap keberadaan data arkeologi di lingkungannya. Data arkeologi temuan masyarakat yang ditindaklanjuti dengan peninjauan ar keologisdi Sumatera Utara, diantaranya adalah temuan subfosil di Sipare-pare, Air Putih, Kabupaten Asahan pada tanggal 23 Juni 1999;bangkai perahu di Desa Besar II Terjun, Kecamatan Pantaicermin, Kabupaten Serdang Bedagai, pada awal bulan Februari 2003; bangkai perahu di Sungai Padang, Lingkungan II, Kelurahan Tanjungmarulak, Kecamatan Rambutan, Kota Tebing Tinggi di awal bulan Mei 2006; dantemuan bangkai perahu di Desa Bogak, Kecamatan Tanjungtiram, Kab...

Arkeologi Sejarah Islam di Pesisir Selatan Pulau Seram Maluku Tengah

Kapata Arkeologi, 2016

The history of Islamization in the region Seram Island Maluku until recently only records the Kingdom Hoamoal as the center of Islamization in the region. However, the formation of customary lands inhabited by the Muslim community is appealing to uncover where Islam originated and how it goes. This research is focused to see Islamization networks formed on indigenous lands in the southern coastal areas of the island of Seram by conducting the archaeological research that adopted survey method and oral history interviews to discover traces of the presence of Islam. This study found that Islamization in the southern coastal areas of the island of Seram, arised from the central region of Islam in the Maluku Islands; with another possibility that have been introduced from Java and the homeland of Islam, Arab and Persia. The study also found the formation process of political networks in the spread of Islam to get to the southern coastal areas of the island of Seram.Dalam sejarah Islamis...

Arsitektur Tradisional Simalungun Sumatera Utara

Traditional architecture as one of the cultural elements actually grow and expand along with the growth of a clan. Therefore, it is no exaggeration to say that the traditional architecture is a matter that can provide as well as the characteristics of an ethnic identity as a supporter of a particular culture. In an effort to preserve and develop aspects of the tradition, the tradition Directorate, Directorate General of Culture Value, Arts and Film, Ministry of Culture and Tourism had to convene Inventory activities Aspects of Tradition, which collected data about the traditional architecture of the tribes in Indonesia , one of the traditional architecture Simelungun tribes in North Sumatra. This paper discusses the types of buildings like residential homes and houses where deliberation; way of building (including preparation, technique and carapembuatannya, executive power); ornament (may include flora, fauna, nature, religion and beliefs); function and decorative meaning, and some accompanying ceremony, well before the building, the building is being set up, and after the building is completed established. To obtain the data, researchers conducted, using a qualitative approach, using data collection techniques such as observation, in-depth interviews using an interview guide that had been prepared beforehand, and the study of literature. The results showed that 1. Traditional architecture Simelungun began almost extinct. It is increasingly difficult tampakdari we find buildings of traditional architecture Simelungun. Many factors that cause it. Feared would someday completely disappear without a trace; 2. Huta is an integral part of traditional architecture in Simelungun. If you want to build a house, then it should also pay attention to the existence of huta, ranging from customs, the choice of location to the ceremonies associated with it; 3. As well as other sub-ethnic Batak, ethnic sub Simelungun also recognize and apply Dalihan tolu is called in Simelungun as Tolu Sahundulan. Sahundulan Tolu is a social system in which Simelungun effect on many aspects of people's lives. Not only in kinship with all aspects of the system that followed, but also the belief system. In the context of traditional architecture Simelungun, Tolu Sahundulan manifests itself in family placement in the layout, deliberation building a house, house building ceremony, the ceremony a new house, full color ornament, and belief systems associated with the concept of the home; 4. Simelungun traditional architectural form of the building is not only their physical, but also has a variety of symbolic meanings (aesthetic, ethical values, religious values, the value of togetherness / humanity) as a cultural manifestation of the natural environment and the socio-cultural environment into which they live. Meaning / symbolism is manifested in the layout, full color ornament / ragamhias, building accessories, and so on; 5. Ornament or ornament is one important element in traditional architecture Simelungun. This is not only a decorative function as part of giving the beauty but also has a symbolic meaning of trust and determining one's social status in society; 6. Deliberation and mutual support is one of the essential values ​​of family life in the community Simelungun. This is evident from a series of early development until well into the new house. The nature of the building and building materials are also likely would not be possible without the deliberation and the development of mutual cooperation; 7. In a traditional house in a village (huta) there are also other buildings. For example, in the palace complex, in addition to the palace, then there are also other buildings such as places of deliberation, where pound rice, place the rice store, where the soldiers lived, and so on; 8. In the traditional architecture also takes inheritance and reproduction values ​​from generation to generation so that traditional architecture can be obtained through a number of information about the elements of the culture of a society. Life in the house provides an overview of the arts, religion, livelihood, language, power, technology-all of which are also interrelated. Visible behind the hidden values ​​are embeddable philosophical ancestors, passed down to children and grandchildren.

Arkeologi Berkisah : Melihat Kebudayaan Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah & Gorontalo

Andi Publisher and Balai Arkeologi Sulawesi Utara, 2021

Arkeologi Berkisah ini saya tulis awalnya terin￾spirasi justru setelah Balai Arkeologi Provinsi Su￾lawesi Utara menggelar webinar bertajuk Jurnalisme Arkeologi. Ide webinar itu sebenarnya untuk men￾guji antusiasme publik. Apakah tertarik atau tidak dengan tema arkeologi dan jurnalistik. Ternyata publik antusias. Terbukti banyaknya peserta yang mengisi form registrasi untuk mengikuti kegiatan ini. Pada saat itu, sayapun di daulat menjadi narasumber webinar itu. Suatu kehormatan, mengingat saya tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang jurnalistik. Saya hanya menekankan beberapa hal dalam soal penulisan. Bahwa arkeologi selama ini dilihatnya dalam ka￾camata yang minus, dan tidak banyak orang yang memahami dan mau memahami arkeologi. Meskipun publikasi arkeologi, terutama melalui karya ilmiah sudah bejibun, namun dianggap hanya dikonsumsi oleh kalangan arkeologi saja, paling jauh kalangan akademisi yang memiliki pertalian dengan arkeologi. Selebihnya publik tidak tahu menahu. Itu awal pikiran seder￾hana saya, sehingga webinar arkeologi jurnalistik di gelar. Intinya se￾benarnya untuk membekali para peneliti, para arkeolog untuk menulis arkeologi secara populer, tidak kaku, lebih dipahami dan bisa dinikmati oleh kalangan non arkeologi, Suatu usaha yang sederhana, tapi juga su￾lit kalau tidak terbiasa. Pikiran-pikiran tentang menulis arkeologi secara populer sebenarnya sudah lama singgah di benak saya, meskipun hanya tertampung saja di kepala dan belum menemui realitanya. Oleh karena itu momentum webinar, memancing dan juga mengin￾spirasi lahirnya buku ini, Awalnya, setelah webinar itu, saya belum ter￾pikirkan untuk menulis buku ini, Saya justru singgah di Kompasiana, membuat akun dan mulai menulis di Kompasiana sampai hari ini. Pers￾inggahan yang awalnya tidak terpikirkan akan melahirkan serangkaian tulisan arkeologi populer dan hingga melahirkan ide untuk menulis ulang dan membukukannya. Singkat cerita, setelah webinar itu saya justru keranjingan menulis di Kompasiana dengan tema-tema khusus tentang arkeologi. Sehingga ter￾kumpul sampai hari ini ratusan tulisan di Kompasiana, meskipun tidak iv seluruhnya bertema arkeologi. Namun, tema arkeologi tetaplah menjadi passion dan mendominasi tulisan-tulisan di Kompasiana. Lalu, terbersit dalam kepala saya, untuk menulis ulang artikel-artikel saya di Kompasiana dan membukukannya. Alhasil, saya mulai memilih dan memilah beberapa artikel arkeologi yang sudah tayang di Kompasiana. Akhirnya, inilah kumpulan feature arkeologi yang bisa saya persembahkan dalam bentuk buku untuk dibaca publik. Sebagai penulis, saya berharap membaca buku ini, tidak perlu mengerutkan dahi. Pembaca bisa menikmati sajian artikel-artikel sederhana tentang arkeologi di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo. Sambil berpikir tentang inovasi dan kreativitas mendayagunakan sumberdaya arkeologi untuk pembangunan nasional. Pikiran-pikiran sederhana tentang inovasi, dalam buku ini misalnya tentang kreativitas dan inovasi memahami motif hias waruga, artefak kubur kuno, yang memiliki kekayaan ragam hias, yang dapat dikreasikan sebagai motif batik untuk pengembangan brand Batik Waruga. Bagaimanapun, sekuat pikiran saya berusaha menulis artikel arkeologi ini secara populer, namun istilah-istilah arkeologi yang mungkin masih kaku, juga tak bisa terhindarkan begitu saja. Oleh karenanya, beberapa istilah arkeologi yang ketat mungkin masih mewarnai artikel arkeologi yang ditulis secara populer ini. Setidaknya, usaha saya untuk menulis artikel arkeologi secara populer, meskipun mungkin masih terasa baku dan kaku disana sini.

Arkeologi Kepulauan Maluku

Kapata Arkeologi, 2016

Archaeological cultural resources in the Maluku Islands consist of a variety of aspects, including Prehistoric, Historic, Islamic, colonial and Ethnoarchaeology. These aspects are categorized in helping the mapping of archaeological research in the Maluku Islands. Functional structural archaeological remains integrated in the cultural unity of the social system as a symbolic interaction. Maluku Archipelago covers the two areas, namely Maluku and North Maluku. The problem this paper is how archaeological resources can show the interpretation of symbolic interaction. Archaeological remains (cultural resources); dolmen, caves, castles, old country/old settlement, menhirs, sultanate, Kapata / folklore is the basic structure of cultural understanding in the Maluku Islands. The goal is to know and understand the remains, archaeological remains were able to reconstruct the culture of human society Maluku Islands. Approach to research using library study. From the research that archaeologic...