Pеrаncаngаn Sіstеm Kеndаlі Suhu Dаn Kеlеmbаpаn Udаrа Оtоmаtіs Pаdа Sіstеm Pеndіngіn Tеrpusаt Dаn Dіmоnіtоrіng Mеlаluі Аplіkаsі Bluеtооth Аndоrіd (original) (raw)
Related papers
PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP TERJADINYA KAVITASI PADA SUDU POMPA SENTRIFUGAL
Kavitasi merupakan fenomena perubahan phase uap dari zat cair pada fluida yang mengalir. Perubahan tersebut dapat diakibatkan turunnya tekanan maupun naiknya temperatur. Kavitasi dapat terjadi di suction pompa, sudu pompa maupun di pipa. Indikasi kavitasi adalah timbulnya gelembung-gelembung uap, suara bising maupun vibrasi. Efek kavitasi pada pompa adalah turunnya unjuk kerja (performance). Akibat lanjutan kavitasi pada casing dan sudu menimbulkan lubang-lubang (pitting) pada dinding casing maupun permukaan sudu. Pada penelitian ini divariasikan temperature fluida yang diduga berpengaruh terhadap terjadinya kavitasi pada sudu pompa sentrifugal. Untuk mengetahui terjadinya kavitasi parameter yang digunakan untuk mengamati adalah angka Thoma ( p ), visualisai dengan Gambar yang terdeteksi. Semakin tinggi temperatur, maka semakin besar kemungkinan terjadinya kavitasi pada sudu. Hal ini juga terjadi dengan semakin turunnya tekanan hisap. Intensitas kavitasi dapat dilihat dengan perubahan distribusi tekanan arah radial, angka kavitasi ( p ), visualisasi dengan Gambar.
Perpindahan panas dapat berlangsung melalui salah satu dari tiga cara : konduksi , radiasi dan konveksi. Mekanisme perpindahan panas konduksi adalah proses perpindahan panas melalui medium stasioner seperti tembaga , air atau udara. Perpindahan panas secara radiasi terjadi karena adanya pancaran foton yang terorganisir . Perpindahan panas secara konveksi terjadi pada fluida yang mengalir pada suatu benda padat atau mengalir di dalam suatu saluran sedangkan temperatur fluida dan benda padat berbeda sehingga akan terjadi perpindahan panas antara fluida dan benda padat, apabila perpindahan panas ini dibantu dengan kipas angin ( fan) maka dinamakan dengan perpindahan panas secara konveksi paksa.
Abstrak Telah dilakukan proses reduksi oksigen dari karbon hasil karbonisasi dengan metode simple heating pada suhu 600 o C dan laju pemanasan 6,55 o C/mnt. Hasil sebelum reduksi komposisi karbon dan oksigen menunjukkan maing-masing 90,57% dan 9,43%. Pemurnian dengan proses reduksi dilakukan pada suhu 150 o C dan 250 o C. Hasil setelah proses redoks komposisi karbon menunjukkan adanya peningkatan dan didapatkan karbon optimum pada suhu 250 o C yaitu sebesar 93%. Hal ini terjadi karena reaksi kimia antara oksigen dan hidrogen sebagai reduktor yang memutus ikatan oksgen dengan karbon dimana semakin besar suhu maka akan berpengaruh pada ikatan oksigen dan hidrogen, sehingga gas hidrogen akan mudah mereduksi oksigen dari karbon.
Sometimes when dilling is in progress, we have to deal with high pressure and high temperature. It happened specially when the target is deep enough or geothermal well. HpHT condition will be able to effect the performance of drilling fluids by altering its rheological characteristics. We are able to measure the rheological at high pressure up to 3000 psig and high temperature up to 200 o C by Fann Model 70. Research was done with various additive, such as chemtroll -X, CMC LV, Polyplus and Ligco, with have objective to repair mud rheological at HPHT. Based on thi research by API recommended on pound per barrel (ppb). Result of this research are the composition is 2-3 ppb additive to be added on water based mud and stable rheological up to 200 o C.
PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERILAKU DAN KEKUATAN KOLOM TERKEKANG
Jurnal Teknologi Berkelanjutan (Sustainable Technology Journal) , Available on line at:http://jtb.ulm.ac.id, Vol. 2 No. 2 (2013) pp. 110-121, 2013
Salah satu penggunaan beton mutu tinggi sebagai elemen struktur beton bertulang yang berfungsi sebagai daya dukung dan pengaku adalah kolom. Perilaku struktur kolom beton bertulang dengan pengekangan akibat temperatur tinggi perlu dipahami untuk menentukan apakah struktur kolom itu akan diganti atau hanya diperbaiki saja. Model yang digunakan sebagai validasi adalah hasil eksperimental (Faris Ali, 2010), dengan dimensi 127 x 127 mm² dengan tinggi 1800 mm, tulangan longitudinal 4Ø12 dengan mutu baja fy = 400 MPa, tulangan tranversal Ø6-120 dengan mutu baja fy = 240 MPa, sedangkan mutu beton tinggi fc’ = 104,5 MPa dan temperatur 867°C. Selanjutnya dibuat model implementasi pada ANSYS dengan dimensi, mutu baja dan mutu beton yang sama tetapi menggunakan tulangan tranversal Ø10-50. Untuk model DT.01 menggunakan tulangan longitudinal 4Ø12, model DT.02 menggunakan tulangan longitudinal 8Ø12, model DT.03 dan model DT.04 menggunakan tulangan longitudinal 8Ø12 tetapi dengan variasi pengekangan. Variasi temperatur yang digunakan adalah 20°C, 200°C, 500°C dan 1000°C Berdasarkan FEA, didapatkan momen ultimit terbesar adalah model DT.03 sebesar 303,2244 kNm. Nilai tegangan puncak dipengaruhi jumlah tulangan longitudinal dan akan menurun dengan bertambahnya rasio tulangan geser pada temperatur 20°C untuk DT.03 dan DT.04. Sedangkan kenaikan temperatur akan menyebabkan menurunnya tegangan puncak pada kolom dan bertambahnya rasio tulangan geser akan meningkatkan regangan pada tegangan puncak. Nilai regangan pada tegangan puncak dipengaruhi oleh rasio tulangan geser, semakin besar rasio tulangan geser, maka nilai regangan pada tegangan puncak akan semakin meningkat hal ini karena nilai daktilitas meningkat. Selanjutnya semakin meningkat temperatur pada kolom, maka nilai regangan pada tegangan puncak akan semakin meningkat sampai temperatur 500°C dan akan menurun pada temperatur 1000°C. Nilai beban ultimit sangat dipengaruhi oleh tulangan longitudinal dan akan mengalami penurunan dengan bertambahnya rasio tulangan geser. Sedangkan pertambahan temperatur akan menyebabkan berkurangnya nilai beban ultimit. Pengaruh pengekangan, kenaikan temperatur dan penambahan tulangan longitudinal pada kolom menyebabkan nilai deformasi semakin meningkat, kecuali untuk temperatur 1000°C. Nilai daktilitas dipengaruhi oleh pengekangan dan temperatur. Semakin banyak pengekangan maka nilai daktilitas akan semakin meningkat dan semakin tinggi temperatur nilai daktilitas akan menurun. Perilaku ratak dari retak pertama yang terjadi pada bagian atas dan bawah kolom dan retak ultimit yang terjadi pada seluruh bagian kolom yang mana pola retak paling dominan terjadi yaitu retak lentur. Kata Kunci: Pengekangan kolom, Temperatur, Momen Ultimit, Tegangan-regangan, Beban-deformasi, Daktilitas, Pola Retak
VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL CETAKAN PADA PENGECORAN Al-Si BEKAS
TRANSMISI, 2008
Teknologi pengecoran logam di lapangan yang banyak digunakan dalam pembuatan komponen memiliki kekurangan banyak cacat terutama terjadinya porositas sehingga menghasilkan banyak hasil reject yang akhirnya mempengaruhi biaya proses produksi. Pada penelitian ini dilakukan pengecoran Al-Si bekas menggunakan dapur krusibel yang dirancang menggunakan bahan bakar gas LPG sebagai alternatif lain pada proses pengecoran. Adapun pengujian dilakukan untuk melihat kualitas hasil coran terutama pada harga kekerasan dan cacat coran secara makro. Proses pengecoran dilakukan menggunakan temperatur pemanasan awal cetakan yang bervariasi yaitu 28 0 C, 300 0 C dan 600 0 C. Cetakan yang digunakan adalah jenis cetakan logam. Pemanasan awal cetakan logam ini bertujuan untuk dapat meminimalisir cacat coran secara makro dengan mengurangi terjadinya shock temperature pada saat proses pendinginan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur awal pemanasan cetakan logam maka nilai kekerasan dan cacat coran semakin rendah sehingga hasil pengecoran ini dapat digunakan untuk proses lanjut yaitu pembentukan logam karena sifatnya yang lunak dan minim cacat. Hasil kekerasan terendah diperoleh 36,57 HR B dan cacat coran terendah mencapai 1,53%, yang diperoleh dengan temperatur pemanasan awal cewtakan 600 0 C.
2016
Struktur kristal oksida Aurivillius CuBi 4 Ti 4 O 15 empat lapis mempunyai bentuk geometri ortorombik dengan space group A 2 1 am pada suhu 200 o C hingga suhu 600 o C merupakan fase feroelektrik. CuBi 4 Ti 4 O 15 dengan space goup A 2 1 am pada suhu 200 o C berubah ke fase paraelektrik di atas suhu 800 o C dengan space group I4/ mmm dan dikatakan sebagai temperatur curie, sekitar suhu 600 o C berada pada fase intermediate dengan space group amam . Parameter kisi pada suhu 800 o C adalah a = 5.459239 A, b = 5.45898 A dan c = 40.9812 A. Kata Kunci : Aurivillius, difraksi sinar-X, reaksi kimia padat.
Seminar Nasional RITEKTRA 2017, Kupang 2 - 4 Agustus 2017, 2017
ABSTRAKS Tekanan operasi kondensor memegang peranan penting dalam pengoperasian sebuah mesin pendingin. Untuk menghindari pemakaian energi yang berlebih atau pemakaian energi yang tidak efisien yang ditandai dengan menurunnya COP dari suatu mesin pendingin, tekanan operasi pada kondensor didesain dengan baik. Pada penelitian ini ditampilkan variasi nilai tekanan kondensor yang diambil pada keadaan kapasitas pendinginan tetap. Penelitian ini menggunakan refrigeran propane (R290) yang ramah lingkungan. Diperoleh bahwa kecepatan udara melintasi kondensor mempunyai pengaruh terhadap naik turunnya tekanan operasi kondensor. Apabila kecepatan udara melintasi kondensor dinaikkan dari 3.15 m/s menjadi 3.68 m/s pada temperatur udara sekeliling kondensor 33ºC, tekanan kondensor akan turun dari 1.71 MPa menjadi 1.64 MPa (turun sebesar 4.1%), sedangkan pada temperatur udara sekeliling 35ºC, tekanan kondensor turun sebesar 0.1%. Perubahan temperatur mempunyai pengaruh yang berkebalikan dengan kecepatan udara. Apabila naiknya kecepatan udara akan menurunkan tekanan operasi kondensor, maka sebaliknya naiknya temperatur udara sekeliling akan menaikkan tekanan operasi kondensor. Pada penelitian ini jika temperatur udara sekeliling naik dari 31ºC ke 35ºC, maka tekanan kondensor akan naik dari 1.64 MPa menjadi 1.73 MPa (6.1% kenaikan). Turunnya tekanan kondensor menandakan bahwa pada saat tersebut COP mesin pendingin naik Kata Kunci: tekanan kondensor, kecepatan udara, temperatur udara, COP ABSTRACTS Condenser operational pressure has an important role in air conditioner process. To avoid excess energy or energy inefficiency which is signed by decrease in COP of an air conditioner, the condenser operational pressure should be well designed. In this research, it will be presented and analysed variation of condenser pressure at constant cooling capacity. Propane (R290) was used in this research as R290 is an environmentally friendly refrigerant. It was found that condenser pressure is affected by air speed over the condenser. At 33ºC surrounding temperature, the condenser pressure decreases from 1.71 MPa to 1.64 MPa when the air speed is increased from 3.15 m/s to 3.68 m/s (decreases 4.1%). At 35ºC surrounding temperature, the condenser pressure decreases 0.1% if the air speed over the condenser is increased from 3.15 m/s to 3.68 m/s. Contrary to the increase in air speed over the condenser, increase in the surounding temperature increases the condenser operational pressure. The condenser pressure increases from 1.64 MPa to 1.73 MPa (increases 6.1%) when the surrounding temperature increases from 31ºC to 35ºC at 3.15 m/s air speed over the condenser. Decrease in condenser pressure at constant cooling capacity increases COP of the air conditioner. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan refrigeran sintetik sekarang ini sudah mulai dibatasi karena pengaruh negatifnya terhadap lingkungan hidup. Seperti kita ketahui bersama bahwa fluida kerja yang digunakan pada mesin pendingin saat ini masih didominasi oleh fluida kerja atau refrigeran dari kelompok senyawa sintetik (Gartshore, 1997). Hal negatif yang menjadi kendala penggunaan refrigeran sintetik adalah dapat merusak ozone dan menyebabkan pemanasan glogal, seperti R22 yang walaupun produksinya sudah dihentikan, akan tetapi masih banyak dijumpai dipasaran. Berita bagus dari perkembangan refrigeran adalah, refrigeran sintetik yang digunakan sekarang ini sudah bersahabat dengan ozone dalam arti refrigeran ini tidak merusak lapisan ozone jika suatu waktu refrigeran ini lepas ke udara terbuka. Akan tetapi refrigeran ini masih tetap mempunyai resiko yang tinggi terhadap pemanasan global karena masih mempunyai nilai potensi pemanasan global yang tinggi seperti R410A, R407C atau R134a (Teng et al., 2012). Olehnya itu, sampai sekarang ini usaha untuk mencari refrigeran lain yang bersahabat dengan lingkungan terus dilakukan. Salah satu refrigeran yang sangat bersahabat dengan lingkungan adalah refrigeran alamiah senyawa hidrokarbon. Refrigeran ini tidak merusak ozone dan pengaruhnya terhadap pemanasan global dapat diabaikan. Selain itu refrigeran ini mempunyai karakteristik pendinginan yang mirip dengan refrigeran sintetik yang sudah