Basis Epistemologi dalam Pendidikan Islam (original) (raw)

Ketika Barat memasuki zaman renaissance, kondisi umat Islam mulai menurun dan terjerembab ke dalam kemunduran. Ilmu pengetahuan dan f1lsafat yang sudah sekian lama bertahta di dunia Islam, kini justru memperoleh lahan subur untuk berkembang pesat di Barat. Tetapi dalam perkembangan baru yang terjadi di Eropa itu, Filsafat justru menimbulkan persoalan baru yaitu ilmu pengetahuan dan falsafat memisahkan diri dari agama. Problem itu, kemudian merambah pada dunia Islam, ketika kolonialisme menjajah Kaum Muslimin. Maka, muncullah adanya dikotomi dalam sistem pendidikan. Dualisme dikotomik ini, nampaknya sudah menjadi suatu sistem yang sudah “mapan” dan sesuai dengan zaman modern saat ini. Hal ini, sebenarnya sebuah “kecelakaan” sejarah yang tidak boleh berlangsung terus menerus. Karena sistem pendidikan Barat (baca ; Modern) yang dinasionalisasikan dan sistem pendidikan Islam (tradisional klasik) yang tidak di perbaharui secara mendasar, mempunyai arah yang berbeda atau dalam beberapa sisi penting justru bertolak belakang Sementara itu, secara epistemologis, Islam mempunyai sebuah konsep yang lebih mapan dalam menterjemahkan adanya konsep integralitas dalam ilmu. Karena ketika seeorang Muslim melakukan aktivitas keilmuannya, maka semestinya ia berangkat dari dasar niat dan motivasi intrinsiknya yang keluar dari hati nurani (conscience) yang paling dalam untuk memenuhi aturan-aturan Allah. Sehingga atara science dan con-science merupakan satu kesatuan dan totalitas yang bermuara pada jiwa rabbaniyyat. (QS. Ali Imran : 79). Ketika mengembangkan dan menggali konsep teoritis dan praksis, semestinya tidak hanya berhenti pada the fact tetapi juga the fact behind the fact, pada saat mengemukakan makna ruhani atau metafisika pada setiap pernyataan fisika