Jangan Tunggu Jakarta (original) (raw)
Related papers
Belum padam kegemparan warga Jakarta akibat aksi brutalisme mutilasi di Maret 2013, peristiwa serupa terulang kembali. Kali ini, potongan tubuh korban diketemukan di dalam koper, kardus, dan kantong-kantong plastik di sebuah ruko Mediterania Residence.
Future Prediction Study Exercise, 2015
Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu kota dengan populasi terpadat di dunia. Walaupun Jakarta telah menjadi kota modern dengan berbagai kemewahannya, kota ini menyimpan banyak masalah yang begitu kompleks didalamnya. Kemacetan, polusi, sampah, banjir, sampai dengan masalah-masalah sosial lainnya yang muncul akibat banyak dan beragamnya masayarakat dari berbagai suku, agama maupun golongan. Tentunya hal tersebut menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah. Setidaknya dalam 20 tahun kedepan Jakarta perlu menunjukkan jati dirinya sebagai ibukota negara yang lebih modern, tertata, dan beradab tanpa menghilangkan nilai-nilai kesantunan khas Indonesia.
Indoprogress.com, 2017
Artikel pendek ini hendak mendudukkan persoalan politik ketakutan yang mengemuka dalam pilkada Jakarta kemarin lewat penelusuran debat teoretisnya. Dengan demikian, kita bisa lebih memahami rute transformasi politik ketakutan dari yang bermula pada level personal menjadi sosial.
Journal Ilmiah Kesehatan & Kebidanan, 2020
ABSTRAK Latar Belakang : Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentan 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi, dimulai usia 9-10 tahun atau lebih lambat pada usia 17 tahun. Kesehatan reproduksi merupakan bagian kesehatan yang sangat penting namun sering dianggap tabu Sehingga pada sebagian remaja, mengalami rasa takut dan gelisah karena beranggapan bahwa darah haid adalah suatu penyakit. Hal ini pernah diteliti oleh Unicef pada tahun 2015 Tujuan : Diketahuinya perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan tentang kesehatan reproduksi di SD negeri kalisari 03 pagi tahun 2019 Jakarta Timur Metode : Analisis perbedaan pengetahuan remaja putri sebelum dan sesudah dilakukannya penyuluhan, menggunakan uji T beda dua mean dependen (paired sampel). Populasi merupakan siswi Kelas 4 di SDN Kalisari 03 Pagi, Pasar Rebo-Jakarta Timur pada Tahun 2019. Dengan jumlah sampel sebanyak 39 siswi Hasil : Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan sebalum dan sesudah dilakukan penyuluhan dengan statistik nilai (P) 0001. Sehingga diperlukannya pendidikan kesehatan yang berkesinambungan dari pihak yang sekolah yang bekerjasama dengan petugas Kesehatan di bawah usaha Kesehatan sekolah sehingga dapat memberikan pemahaman lebih baik tentang Kesehatan reproduksi khususnya menstruasi, sehingga tidak ada pemahaman tentang hal tersebut. Kesimpulan : Terdapat disdribusi frekuensi kurang pada pengetahuan sebelum penyulhan, distribusi frekuensi baik setelah dilakkan penyuluhan dan terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan sebelumdan sesudah penyuluhan tentang Kesehatan reproduksi. ABSTRACT Background : The majority of students afed from 10 to years are not ready with menarche or menstruation.The health advocacy at school was really important to do, especially that related with the reproductive health. Objective : Find out the knowledge of elementary school students about menstruation trhough health advocacy at SDN Kalisari 03 Pagi. Methods : The research applied experimental quasy research using ; "One Group Pre Test Post Test" design. The population samples were the whole students of class III, IV, and V at SDN Kalisari 03 Pagi, in totaled there were 39 students.. The sampling technique used is total sampling. Result : Increased to 33.3%. Knowledge about menstruation before theadvocacy on menstruation majority in the good category is 10 respondents (25.6%) and after the advocacy on menstruation cthe majority in the good category as many as 30 students (76.9%). Conclusion : Student knowledge about menstruation increased after advocacyg.
The Dragon in The West of Jakarta. Chinese Diaspora settled in many cities in Indonesia since centuries ago. They came surging and early landed in east coast of Sumatra, west coast of Borneo, north coast of Java, and other parts in eastern archipelago. The early settlers are mostly males. They married local female, and their descendant was born in Indonesia. Then they are called as Peranakan Chinese. Tangerang is an old town about 20 kilometers from Jakarta. It was built by early Chinese community in 18th century, near Cisadane River. Local people of Tangerang is Peranakan Chinese. People called them “ Cina Benteng” (Chinese of Fortress), a name after the 18th century fort that built in the east bank of Cisadane River. The fort was demolished, but the citation “Cina Benteng” is popularly used until now. Uniquely, Chinese of Tangerang are different with other Chinese Diaspora in Indonesia. They have got tan, not fair skin. Some of them work as farmer rather than merchant. Present day, new emerging modern settlements are established in the hinterland of Tangerang. It would influence in the local structure and culture of Chinese in Tangerang: life and livelihood. Would they exist or perish? APPROACH: This feature story will describe the life and cultural history of Chinese of Tangerang, and how they mixed their culture between old Chinese culture and local tradition. The writer will observe Chinese community in the coastal, old China town, and the hinterland of Tangerang. This feature story was published in National Geographic Magazine for Indonesian edition (in Indonesian language or Bahasa Indonesia), February 2014.