Masalah Pembatalan Perjanjian Yang Berbahasa Asing Pasca Berlakunya Uu No. 24 Tahun 2009 (original) (raw)

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kontrak Berbahasa Asing Pasca Berakunya Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009

2021

The problems in this article aim to find out the legal consequences of violating the use of foreign languages as stated in Article 31 of Law Number 24 of 2009 as well as legal certainty for foreign language business contracts in the same law. According to Law Number 24 of 2009 concerning Flag, Language, and State Symbol, and National Anthem in Article 36 paragraphs (3) and (4), it is stated that the Indonesian language must be used for the name of a building or building unless it has historical, cultural, customary values, and / or religious This article uses the normative juridical legal method. sources of legal materials used are primary and secondary legal materials. The data collection technique used is literature study. The analysis technique used is qualitative. The legal consequence of the mandatory use of the Indonesian language in a contract agreement is null and void then can be requested for cancellation to the court, with Article 87 of Law Number 12 of 2011 providing legal certainty that after Law Number 24 of 2009 is passed, a business contract is made. foreign language is against the law so that it is null and void.

Pembatalan Pada Perjanjian Yang Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia (Studi Kasus Putusan Nomor 450/PDT.G/2012 / PN.JKT.BAR)

Jurnal Hukum Adigama

Starting from the treaty agreement from national agreement to international agreement, with the existence of the development of the time of course there are many developments including in the development in the field of agreement. in this journal the author explains about how should the implementation of Article 31 of Law Number 24 Year 2009 concerning about Flags, Languages, and Symbol of Country and National Anthem should be applied in Indonesia. the authors raise this issue using case studies on decision number 450 / Pdt.G / 2012 / PN Jkt.Bar where PT Bangun Karya Pratama Lestari sued Nine AM Ltd. to cancellation agreements that only use the English language without using the Indonesian language. in this case the panel of judges decides that the agreement is null and void because it violates Article 31 of Law Number 24 Year 2009 because the judges consider the agreement to violate Article 1320 Paragraph (4) of the Civil Code which reads "a lawful cause" this article of ...

Perjanjian Yang Tidak Berbahasa Indonesia; Akibat Hukum Dan Pembatalan Loan Agreement

2018

Eklektikus: Ifada Qurrata A’yun Amalia Fajar Sugianto Prakata i Daftar Isi ii BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Loan Agreement Yang Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia 1 B. Teori Perjanjian 8 C. Asas-Asas Hukum Perjanjian 10 D. Loan Agreement Sebagai Perjanjian Interna-sional 20 E. Kebatalan Dan Pembatalan Perjanjian 27 Bab II Akibat Hukum Pembatalan Loan Agreement Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia A. Dasar Kewajiban Bahasa Indonesia Dalam Perjanjian 34 B. Peran Bahasa Dalam Perjanjian Bisnis Internasional (Asing) 37 C. Akibat Hukum Pembatalan Perjanjian Yang Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia 39 Bab III Telaah Kesesuaian Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1572/Pdt/2015 A. Pembatalan Perjanjian Yang Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata 52 B. Pembatalan Perjanjian Yang Tidak Menggunakan Bahasa Indonesia Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata (Asas Kebebasan Berkontrak) 67

Permasalahan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011

BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan, dimana badan ini merupakan transformasi dari PT ASKES. Sementara BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian, yang mana badan ini memiliki induk PT JAMSOSTEK yang sudah ditransformasikan ditambah dengan PT TASPEN dan PT ASABRI. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap. Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya. Kesejahteraan tersebut harus dapat dinikmati secara adil, berkelanjutan, dan merata menjangkau seluruh rakyat. Meski sudah berjalan selama satu tahun dengan peraturan yang sudah dibuat sedemikian rupa, namun ternyata Undang-Undang BPJS yakni Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 masih menimbulkan masalah dan kontroversi. Masih ada beberapa pasal yang saling bertentangan, rancu, atau kurang mendetail. Mengenai masalah tersebut akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya.

Akibat Hukum Perjanjian yang Menggunakan Bahasa Inggris Antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing

JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 2022

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, penelitian dilakukan dengan cara melakukan penelitian dengan mengkaji berbagai norma hukum serta mengkaji pula asas, kaidah serta peraturan perundang-undangan lainya, termasuk juga mengenai berbagai pendapat para ahli hukum serta sumber–sumber hukum lainya. Perjanjian yang para pihaknya adalah WNI dan WNA, merujuk pada UU No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara dan diperkuat dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa. Dalam pelaksanaannya, “Nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa inggris”. Penggunaan bahasa asing di perjanjian sebagai terjemahan Bahasa Indonesia untuk menyamakan pemahaman perjanjian dengan pihak asing dalam perjanjian yang disepakati. Kesimpulannya bahwa Apabila perjanjian itu dibuat dengan adanya latar belakang yang bertentangan dengan Undang-Undang (perjanjian hanya dibuat...

Implikasi Hukum Terkait Dengan Pelaksanaan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Jurnal SASI, 2018

Article 24 of Law Number 41 Year 2004 on Wakaf states that wakaf with testament both orally and in writing can only be done if witnessed by at least 2 (two) witnesses who meet the requirements. The statement that wakaf with a will, either orally or in writing can only be done if witnessed by at least 2 (two) witnesses fulfilling the requirements as meant in Article 24 of Law Number 41 Year 2004 above means that if the endowers with oral or written testimony is not witnessed by at least 2 (two) witnesses who fulfill the requirements, it will have a legal effect on the validity of the waqf status. However, after the following articles and / or paragraphs of Law Number 41 Year 2004 along with their explanation, as well as Government Regulation Number 42 of 2006 on Implementation of Law Number 41 Year 2004 About Wakaf, there was not found any article explains what legal implications would be if the wakaf testament is not witnessed by at least 2 (two) witnesses who meet the requirements. Therefore, in order to overcome the incompleteness resulting in the ineffectiveness of Article 24, if there are any concrete events related to the will of judgment submitted to the court to be resolved, the judge shall be able to use the method of legal discovery, either according to the science of law or according to Islamic law appropriately, so it can provide legal certainty for justice seekers. A. PENDAHULUAN. Dalam membicarakan masalah yang berkaitan dengan hukum, maka secara sederhana terlintas di dalam pikiran, hukum adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya mungkin berupa hukum tidak tertulis seperti hukum adat, mungkin pula berupa hokum tertulis dalam Peraturan

Akibat Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Bagi Hasil (Studi Putusan Nomor 873 PK/Pdt/2017)

2020

Abstrack The shop-house building production sharing agreement is an anonymous agreement because it has not been specifically regulated in the law. According to Djaren Saragih, the production sharing agreement is a legal relationship between a person entitled to land and another party (second), where the second party is allowed to cultivate the land concerned with the stipulation that the proceeds from land cultivation are divided between the person entitled to the land and the person cultivating that land. In a production sharing agreement, problems often occur. The problem in this research is that the defendant did not implement the building sharing agreement as outlined in the production sharing agreement deed No. 23 dated 31 July 2009 was deemed incapable and in default and asked for compensation from Abdul Gani Bustam in the amount of Rp. 700,000,000.00 (seven hundred million rupiah) even though the funds issued by the defendant were only Rp. 175,000,000. - Based on the descript...

Implikasi Hukum Kontrak Bisnis Internasional Yang Dibuat Dalam Bahasa Asing

NOTARIUS, 2018

Article 31 in Law no. 24 of 2009 requires the use of the Indonesian language in any agreement involving Indonesian and foreign parties in the contracts made. Judicial practice, there is a difference judge consideration related to the obligation of using the Indonesian language. The existence of these two different judgments creates legal uncertainty. The approach used in this research is normative juridical. The result of research that there is no definite understanding what is causa or cause in contract. The legal implications of contracts made in foreign languages are null and void. The existence of differences in the judgment of judges' considerations, causes legal uncertainty. Lawmakers should be more careful in formulating the Article and test its consequences. In addition, Law Number 24 Year 2009 needs to be revised, especially regarding sanctions if violated Article 31