Hasil Peer Review Jurnal Nasional yang berjudul "Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Secara Verbal (Catcalling) (original) (raw)
Related papers
Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, 2021
Domestic violence is not a new phenomenon. In Indonesia, domestic violence is "neatly" covered inside the myth that the household is a worldly paradise. Domestic violence is a classical problem in gender problem. Despite that legal protection for domestic-violence victims has been existing, which is Legislation no. 23 / 2004 about Eradication of Domestic Violence, however this is not sufficient to anticipate this problem. This research is to analyze why women as domestic-violence victims insisted on maintaining their violent relation and how should be the protection to women who are victims of domestic-violence. This research is normative juridical, meaning that the approach is scrutinizing Laws, references corresponds with the problem being researched.
Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Secara Verbal (Catcalling)
2021
Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berdampingan atau bekerja sama dengan orang lain untuk membangun dan bersinergi bersama. Membangun suatu hubungan sosial harus adanya atu komunikasi dan pola tingkah laku terhadap sesama Suatu hubungan sosial dapat terbentuk melalui komunikasi dan pola tingkah laku yang baik, dalam menjalin suatu komunikasi dengan orang lain pada umunya seseorang pasti melontarkan suatu perkataan yang mengandung unsur sapaan atau pujian hal ini dilakukan dengan tujuan membuat komunikasi menjadi semakin akrab dan cenderung tidak kaku. Dalam beberapa hal seperti ini kerapkali ucapan atau pujian yang dilontarkan tersebut cenderung kearah hal yang bernuansa seksual seperi siulan, pujian yang seharusnya tak pantas diucapkan, kedipan mata, atau hal lain yang berkaitan. Terkadang dan tanpa disadari hal tersebut dalam pola prilaku masyarakat dianggap biasa saja padahal perilaku semacam itu merupakan salah satu bentuk pelecehan yang kemudian disebu...
2017
Catcalling (street harassment), yang tidak ada padanan katanya di Indonesia, atau pelecehan di jalan, yang dapat didefinisikan sebagai melontarkan kata-kata pornografi/seksual atau genit, perilaku gatal atau centil pada individu lain yang menimbulkan ketidaknyamanan. Siapa pun bisa terkena catcalling, dan itu sudah dianggap normal. Perbuatan Catcalling di Indonesia telah banyak terjadi di daerah pejalan umum. Perilaku yang menormalisasikan catcalling, lemahnya institusi hukum dalam menyelesaikan kasus catcalling, dan kurang beraninya korban melaporkan catcalling harus diubah. Dalam masyarakat saat ini, catcalling tidak lagi dianggap dapat diterima. Meski akan sulit diubah karena catcalling sudah diterima masyarakat sejak dulu, namun catcalling bisa dihilangkan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum. Melalui persoalan hukum tersebut ditarik satu rumusan masalah yaitu Apakah Perbuatan Catcalling Di Indonesia Perlu Untuk Dikriminalisasikan. Metode penelitian ini mengenakan penelitian hukum normatif dengan memakai tiga pendekatan hukum yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan perbandingan hukum. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, Pasal 281 KUHP, Pasal 315 KUHP, Pasal 9 UU Pornografi, dan Pasal 35 UU Pornografi telah digunakan dalam menjatuhkan hukuman bagi para pelaku perbuatan Catcalling atau pelecehan di jalan. Catcalling, di sisi lain, seringkali bebas dari jeratan hukum di bawah undang-undang ini karena beragam kosakata yang digunakan di masing-masing pasal ini. menurut kesimpulan penelitian ini Catcalling harus dikriminalisasi, dan perlu dibuat regulasi yang menguraikan tindakan catcalling atau pelecehan yang terjadi di jalan dan dikaji oleh sistem hukum Indonesia. Kata kunci: Kriminalisasi, Catcalling, pelecehan di jalan Abstract Catcalling, which has no equivalent in Indonesia, or street harassment, which can be defined as throwing pornographic/sexual or flirtatious words, itching or coquettish behavior at other individuals that causes discomfort. Anyone can get catcalling, and that's considered normal. Catcalling in Indonesia has happened a lot in public pedestrian areas. The behavior that normalizes catcalling, the weakness of legal institutions in resolving catcalling cases, and the lack of courage for victims to report catcalling must be changed. In today's society, catcalling is no longer considered acceptable. Although it will be difficult to change because catcalling has been accepted by the community for a long
pelecehan verbal (Catcalling) di Tinjau Dari Hukum Pidana
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora
Dengan disahkannya Undang – Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disebut sebagai UU TPKS pada 12 April 2022 lalu, dinilai mampu melindungi hak – hak korban pelecehan seksual. Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum pidana terhadap kasus catcalling di Indonesia dan untuk mengetahui apakah peraturan yang ada telah cukup menjerat pelaku dan terwujudnya keadilan bagi korban. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah kajian normatif yang terfokus kepada norma hukum positif yang mengatur tentang kekerasan seksual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbuatan pelecehan seksual verbal atau disebut dengan catcalling merupakan bentuk kejahatan kesusilaan yang berpotensi menjadi awal dari kejahatan seksual seperti perkosaan bahkan perdagangan orang. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) catcalling di kaitkan dengan perbuatan asusila dan pencabulan. Dan jelas melanggar peraturan perundang – undangan Pasal 8 Jo Pa...
Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta
Koneksi
Catcalling, a familiar term that is often heard especially in big cities like Jakarta. In catcalling, there is a form of communication in which the offender gives verbal expression to the victim through whistling and also comments about body shape by attacking the sexual attributes of the victim. However, this is a problem because there is an ambiguity in the meaning of the community about catcalling as a joke or sexual harassment, especially against women. The purpose of this research is to know about the phenomena and forms of communication from catcalling. This research is qualitative research using phenomenology method. Theories used in this research are verbal communication theory, patriarchal culture, feminism, stereotypes and gender, and catcalling. This study uses interviews with key informants and informants, participant observation, literature study, and documentation to collect data. The result of this research is that catcalling is a verbal sexual harassment and is part ...
Pengaruh Komunikasi Verbal ”Catcalling” Terhadap Kepercayaan Diri Wanita Berjilbab DI Kota Depok
Jurnal Broadcasting Communication, 2021
Tindakan pelecehan seksual secara verbal diketahui menyebabkan seseorang tanpa sadar melakukan objektifikasi diri. Tercatat persentase tertinggi korban pelecehan seksual adalah catcalling, dan mayoritas korban tidak memakai pakaian terbuka melainkan memakai rok atau celana panjang, memakai jilbab, dan memakai baju lengan panjang. Catcalling adalah bentuk pelecehan jalanan berupa kekerasan verbal seperti siulan, panggilan dan komentar yang bersifat seksual yang membuat korban merasa tidak aman dan tidak nyaman saat berada di ruang publik. Sedangkan korban yang rentan terkena catcalling adalah perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi verbal “catcalling” terhadap kepercayaan diri wanita bercadar di Depok. Dalam penelitian ini akan diuraikan pengaruh komunikasi verbal “catcalling” secara parsial terhadap kepercayaan diri. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode deskriptif berdasarkan paradigma positivisme. Penelitia...
Upaya Pemerintah Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan
2020
Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu perbuatan yang melanggar Hak Asasi Manusia. Setiap tahun, kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat. Sepanjang tahun 2019 tercatat sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi. Sebanyak 416.752 kasus bersumber dari peradilan agama sedangkan 14.719 kasus bersumber dari lembaga layanan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dan mengetahui apa saja yang menjadi hambatan dalam mengatasi kasus kekerasan dan pemberian perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan. Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative dengan pengumpulan data sekunder dan teknik analisis kualitatif.Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil mengenai upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan telah ada perundang-undangan yang mengaturnya terutama mengenai KDRT ya...
Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Perempuan Berspektif Kesetaraan Gender
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal)
The purpose of writing/research to answers to legal problems experienced by female journalists in a gender perspective and to know strategy of legal protection for female journalists in the future. This type of research is normative legal research. The type of approach used is the statutory and conceptual approach. The results of this study showed that the problem of gender in media is more or less related to the position of marginalization and subordination for women in various fields, among others, the lack of involvement for women in journalism activities, legitimacy regarding gender bias, economic and political interests that dominate, regulation in media that is insensitive about gender and the gap between conventional and gender sensitive journalism. Prevention of protracted gender inequality concerning women, especially against female journalists, it is necessary to have a legal reconstruction considering that women are citizens in the development of women's resources cer...
Jurnal Hukum Lex Generalis
Selama masa pandemi Covid-19 terjadi peningkatan kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), khususnya Revenge Porn. Disahkannya UU TPKS seolah menjadi angin segar dalam pencegahan, penanganan, serta pemulihan korban kekerasan seksual. Sehingga perlu dilakukan penelitian terkait potensi efektivitas dari UU TPKS dalam penanganan dan pencegahan KBGO di Indonesia. Paper ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi bersifat deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan UU TPKS memberikan sinyal positif bagi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia. Namun, pemerintah perlu membentuk peraturan pelaksana agar regulasi ini dapat diimplementasikan dengan baik oleh aparat penegak hukum.