Eks Komisioner KPU Juga Didakwa Terima Rp 500 Juta (original) (raw)
Jakarta, Beritasatu.com - Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak hanya mendakwa mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan menerima suap dari caleg PDIP Harun Masiku dan kader PDIP Saeful Bahri terkait pengurusan PAW Anggota DPR. Wahyu juga didakwa Jaksa telah menerima gratifikasi dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo.
Uang sebesar Rp 500 juta yang bersumber dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan itu diberikan kepada Wahyu terkait proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat periode 2020-2025. Uang Rp 500 juta itu diberikan melalui transfer antar bank. Wahyu meminjam rekening istri dan sepupunya bernama Ika Indrayani untuk menerima gratifikasi.
"Pada tanggal 3 Januari 2020, Rosa Muhammad Thamrin Payapo diserahkan titipan uang sebesar Rp 500.000.000 dari Dominggus Mandacan. Setelah menerima titipan uang tersebut, Rosa Muhammad Thamrin Payapo menyetorkannya ke rekening miliknya pada Bank Mandiri nomor 1600099999126 di Bank Mandiri Cabang Manokwari untuk nantinya akan ditransfer ke rekening Terdakwa I (Wahyu Setiawan).
Selanjutnya Rosa Muhammad Thamrin Payapo memberitahukan Terdakwa I bahwa telah ada uang yang akan diberikan kepada Terdakwa I sekaligus meminta nomor rekening agar uang tersebut bisa ditransfer," kata jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan terhadap Wahyu Setiawan.
Dugaan gratifikasi ini bermula saat Rosa bertemu dengan Wahyu di ruang kerja Wahyu sekitar November 2019. Wahyu dalam pertemuan itu menanyakan 'kesiapan' Gubernur Papua Dominggus Mandacan terkait proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat.
"Pada saat itu terdakwa I menyampaikan 'bagaimana kesiapan Pak Gubernur, ah cari-cari uang dulu', yang dipahami oleh Rosa bahwa terdakwa I selaku anggota KPU RI diyakini dapat membantu dalam proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat karena secara umum diketahui adanya keinginan masyarakat Papua agar anggota KPU Provinsi Papua Barat yang terpilih nantinya ada yang berasal dari putra daerah asli Papua," kata jaksa.
Sepulangnya dari Jakarta, Rosa melaporkan hasil pertemuannya dengan Wahyu kepada Dominggus Mandacan. Namun, Dominggus saat itu tidak menghiraukan terkait permintaan uang. Saat itu Dominggus hanya mengatakan akan melihat perkembangan proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.
"Terdakwa I diyakini dapat membantu memperjuangkan calon anggota KPU Provinsi Papua Barat terpilih dengan imbalan berupa uang. Atas penyampaian tersebut Dominggus Mandacan merespons dengan mengatakan 'Nanti kita lihat perkembangan'," kata jaksa.
Proses seleksi, kata jaksa, diikuti sekitar 70 peserta seleksi termasuk sekitar 33 orang peserta yang merupakan Orang Asli Papua (OAP). Saat seleksi memasuki tahap wawancara dan tes kesehatan, sambung jaksa, ternyata hanya menyisakan delapan peserta seleksi, termasuk diantaranya tiga peserta yang merupakan putra daerah Papua yaitu Amus Atkana, Onesimus Kambu, dan Paskalis Semunya.
"Hal ini menyebabkan warga masyarakat asli Papua melakukan aksi protes (demonstrasi) di Kantor KPU Daerah Provinsi Papua Barat dengan tuntutan agar peserta seleksi yang nanti terpilih menjadi anggota KPU Provinsi Papua Barat harus ada yang berasal dari putra daerah Papua," tutur jaksa.
Agar situasi menjadi kondusif dan Pemprov Papua mengharuskan ada putra daerahnya terpilih menjadi anggota KPU Papua Barat, Dominggus akhirnya mengupayakan pemberian uang ke Wahyu melalui Rosa.
"Pada tanggal 20 Desember 2019, Rosa Muhammad Thamrin Payapo menghubungi Terdakwa I yang pada pokoknya membicarakan perkembangan situasi di Papua yang kurang kondusif terkait proses seleksi Calon Anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020 - 2025 maupun arahan Dominggus Mandacan agar dari peserta seleksi yang tersisa, yaitu Amus Atkana dan Onesimus Kambu sebagai putra daerah Papua dapat dibantu dalam proses seleksi agar terpilih," ungkap jaksa.
Atas perbuatan itu, Wahyu didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diketahui, Wahyu juga didakwa bersama-sama mantan anggota Bawaslu yang juga Kader PDIP Agustiani Tio Fridenila menerima suap terkait permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) PDIP dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Dapil Sumsel 1 kepada Harun Masiku. Melalui Tio, Wahyu menerima suap secara bertahap dari kader PDIP, Harun Masiku dan Saeful Bahri dengan total Rp 600 juta.