M. Nazir Salim - Academia.edu (original) (raw)
Papers by M. Nazir Salim
Pusataka Ilmu Group Yogayakarta, Oct 1, 2019
M. Nazir Salim, 2017
Kami melakukan aksi-aksi termasuk jahit mulut dan rencana bakar diri bukan karena ketakutan, kare... more Kami melakukan aksi-aksi termasuk jahit mulut dan rencana bakar diri bukan karena ketakutan, karena kami benar melawan sesuatu kezaliman dengan keyakinan. ... Kesadaran bersama menjadi kunci bahwa kami berhak mempertahankan tanah kami, dan itu kami anggap sebagai jihad, cara kami dalam menterjemahkan ajaran dari kyai-kyai kami di kampung. Sejengkal tanah kami adalah hak kami dan tidak boleh dirampas dengan alasan apapun.” ... Aksi-aksi kami ke sana ke sini bersama masyarakat Pulau Padang waktu itu bukan berarti tidak berhasil, ya berhasil... ya itu tadi salah satunya dikeluarkannya SK 180/2013, setidaknya revisi SK 327 dilakukan. Bayangkan kalau kami tidak melakukan aksi protes, konsesi mereka itu sampai ke belakang rumah kami, tetapi setelah direvisi, mereka sebagian keluar dari wilayah desa kami. ... Lihatlah, kelapa kami mulai satu per satu mati, kebun karet kami kebanjiran dengan sedikit hujan, tanah-tanah kami kekeringan dengan sebentar panas, kami sudah minum air sungai yang sebelumnya tidak pernah kami lakukan. Kalau sagu kami juga kena serangan hama, maka habislah kami, tak ada lagi yang bisa kami makan.
Jurnal Ilmiah Peuradeun, Jan 30, 2023
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora (JISH), Aug 1, 2022
Marcapada: Jurnal Kebijakan Pertanahan
The viability of traditional tenure practices is being dealt with seriously by the privatization ... more The viability of traditional tenure practices is being dealt with seriously by the privatization process. In this case, it is necessary to take sides to save the remnants of the collective heritage management of the community over shared resources, one of which appears in the context of Boti Tribe. Through Boti, the vertical redistribution model and the horizontal redistribution model can be reflected simultaneously. This vertical redistribution is related to the authority of customary leaders in regulating land tenure and use for all members of the community. Meanwhile, horizontal redistribution is related to resource management carried out among community members. This system works simultaneously and does not present feudal obligations as the base of production relationships built in the feudal hierarchical system. Boti tribe is included in the category of people who are still alive and have tribal customary land areas so that their existence can be confirmed. After receiving reco...
DOAJ (DOAJ: Directory of Open Access Journals), Dec 1, 2021
Publik: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Administrasi dan Pelayanan Publik
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan antar instansi dalam menanggulangi banj... more Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan antar instansi dalam menanggulangi banjir dan solusi terhadap permasalahan kerusakan ekosistem danau. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan penelitian perpustakaan. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya banjir yang terjadi selama ini dikarenakan meluapnya air dari Danau Tempe yang merupakan salah satu danau terbesar yang ada di Indonesia dan berada di Sulawesi Selatan. Danau tidak hanya berfungsi sebagai penjaga keseimbangan ekologi, penyedia sumber air (baku), protein, mineral dan energi tetapi memiliki potensi yang tinggi sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut berkaitan erat dengan penataan ruang, sehingga dengan adanya penataan ruang, dapat mewujudkan ruang yang nyaman, aman dan teratur. Kolaborasi antar instansi terkait dan diperlukan adanya evaluasi berkelanjutan dari sisi ekonomi, sosial dan setiap ...
Impresum : Yogyakarta: STPN Press, 2016. Kolasi : xiv, 344 hlm.: bibl.; ill.; lamp.; 15 x 23 cm.
Geoplanning: Journal of Geomatics and Planning, Nov 29, 2022
GeoPlanning Journal of Geomatics and Planning, 2022
The development of Geographic Information Systems (GIS) is able to create future value in various... more The development of Geographic Information Systems (GIS) is able to create future value in various sectors and become a solution to the problem of limitations and disparity of electricity resources in Indonesia. This condition encourages GIS to be an analytical solution to the problem of electricity resources, which is by utilizing solar radiation as a source of renewable energy. This study aimed to optimize GIS in the use of solar radiation on the slope of building roofs which affects the estimated number and average electric power. This study used the mixed method. Research data includes aerial photos, which were analyzed digitally using the area of solar radiation and the slope angle of building roofs so as to produce a spatial analysis of the utilization of solar panels on Derawan Island. The data analysis showed that buildings in Derawan Island can produce 17,355.254 mWh per year with each building producing an average of 28,686 kWh annually. The result of the study is expected to encourage the realization of the use of renewable energy as part of the SDGs by utilizing solar panels as a source of electricity, replacing fossil-derived energy. This study is also expected to be applied in other small inhabited islands to support the sustainability of electricity use and increase the use of renewable energy.
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum, 2022
Agrarian reform (RA) as a national strategic program aims to encourage the creation of sources of... more Agrarian reform (RA) as a national strategic program aims to encourage the creation of sources of prosperity and community welfare. This study aims to describe agrarian reform through access arrangement schemes and map out the roles of stakeholders involved in the RA program in Purworejo. The research method was carried out qualitatively, data obtained through interviews with key respondents and through document studies. The results of the study show that in Purworejo Regency, the Agrarian Reform Task Force (GTRA) has prepared a form of RA through strengthening access including optimizing land certificates, especially for Etawa goat breeders and coffee farmers to access capital. In addition, efforts to strengthen community capacity through community empowerment include assistance for Etawa goat breeders and coffee farmers in order to increase their productivity. To support the success of the program, several strategies are needed, including optimizing the role of stakeholders, namely the Office of Cooperatives, Small and Medium Enterprises and Trade, the Office of Settlement and Spatial Planning, the Office of Community and Village Empowerment and related agencies to provide support for program activities and budgets. The role of community leaders as community movers also plays an important role in realizing the success of the Agararia Reform in Purworejo.
Damage to peatlands in Riau Province was one of the main cause of great fires in 2014–2015. Top-d... more Damage to peatlands in Riau Province was one of the main cause of great fires in 2014–2015. Top-down peatland management without involving the local community was considered as one of the factors exacerbating the fires. This research aims to explain how local wisdom and land management patterns that changed from state management to community-based management with Social Forestry scheme applies as an effort to reduce peatland fires in Tebing Tinggi Timur District, Meranti Regency. This study used qualitative method. The data were collected by interview and field observation. The results of the study show that the local wisdom of the community in managing peatlands by building tebat (canal blockings) is able to keep wet the peat throughout the year so that the land is protected from threats of fire. The choice of plants (sago, rubber and areca nut) that has been carried out for generations has proven to be able to preserve the land and support the community’s economy. Social Forestry ...
Tunas Agraria, May 28, 2022
By M. Nazir Salim & Westi Utami, 2019
Buku ini juga mampu menghantarkan pembaca untuk memahami praktek administrasi birokrasi yang memi... more Buku ini juga mampu menghantarkan pembaca untuk memahami praktek administrasi birokrasi yang memiliki logika sendiri. RA menurut logika administrasi birokrasi. Merujuk pada Perpres No. 88/2017 secara umum menawarkan dua skema penyelesaian, (i) mekanisme pemberian sertif ikat hak milik, (ii) mekanisme Perhutanan Sosial.5 Praktek politik agraria memakai “baju” yang sangat sempit dan diatur oleh mekanisme administrasi birokrasi yang berbasis anggaran. Dimana politik anggaran sering kali tidak berpihak pada RA. Sehingga Program legalisasi aset atau sertif ikasi ala birokrasi menjadi narasi utamanya. Perdebatan cara inventarisasi dan verif ikasi atas tanah objek mendapat ruang yang luas ketimbang politik agraria. Teknis administrasi birokrasi inilah yang menjadikan suasana ge(mer)lap perbincangan RA di republik ini.
Marcapada: Jurnal Kebijakan Pertanahan
One of the objects of Agrarian Reform in West Sumatra is the Ulayat Land. The practice is carried... more One of the objects of Agrarian Reform in West Sumatra is the Ulayat Land. The practice is carried out by changing the status of Ulayat Land to state land through the mechanism of release by Niniak Mamak. Ulayat Land is a plot of heritage land and its natural resources obtained from generations as regulated by local governments both in designation and utilization. This study aims to explain why Ulayat Land is used as a Land Object of Agrarian Reform (TORA) in West Sumatra and why the mechanism of giving is individually and not collectively. With qualitative methods, this study analyzes the process and mechanism of assigning TORA Objects sourced from Ulayat Land to their redistribution. This study found that the determination of Ulayat Land to be state land which was then distributed to the Domo Tribe as one of the solutions offered by the Dharmasraya Regency Land Office and approved by the Nagari Customary Density (KAN). This policy is considered the best solution to save the Ulayat ...
Pusataka Ilmu Group Yogayakarta, Oct 1, 2019
M. Nazir Salim, 2017
Kami melakukan aksi-aksi termasuk jahit mulut dan rencana bakar diri bukan karena ketakutan, kare... more Kami melakukan aksi-aksi termasuk jahit mulut dan rencana bakar diri bukan karena ketakutan, karena kami benar melawan sesuatu kezaliman dengan keyakinan. ... Kesadaran bersama menjadi kunci bahwa kami berhak mempertahankan tanah kami, dan itu kami anggap sebagai jihad, cara kami dalam menterjemahkan ajaran dari kyai-kyai kami di kampung. Sejengkal tanah kami adalah hak kami dan tidak boleh dirampas dengan alasan apapun.” ... Aksi-aksi kami ke sana ke sini bersama masyarakat Pulau Padang waktu itu bukan berarti tidak berhasil, ya berhasil... ya itu tadi salah satunya dikeluarkannya SK 180/2013, setidaknya revisi SK 327 dilakukan. Bayangkan kalau kami tidak melakukan aksi protes, konsesi mereka itu sampai ke belakang rumah kami, tetapi setelah direvisi, mereka sebagian keluar dari wilayah desa kami. ... Lihatlah, kelapa kami mulai satu per satu mati, kebun karet kami kebanjiran dengan sedikit hujan, tanah-tanah kami kekeringan dengan sebentar panas, kami sudah minum air sungai yang sebelumnya tidak pernah kami lakukan. Kalau sagu kami juga kena serangan hama, maka habislah kami, tak ada lagi yang bisa kami makan.
Jurnal Ilmiah Peuradeun, Jan 30, 2023
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora (JISH), Aug 1, 2022
Marcapada: Jurnal Kebijakan Pertanahan
The viability of traditional tenure practices is being dealt with seriously by the privatization ... more The viability of traditional tenure practices is being dealt with seriously by the privatization process. In this case, it is necessary to take sides to save the remnants of the collective heritage management of the community over shared resources, one of which appears in the context of Boti Tribe. Through Boti, the vertical redistribution model and the horizontal redistribution model can be reflected simultaneously. This vertical redistribution is related to the authority of customary leaders in regulating land tenure and use for all members of the community. Meanwhile, horizontal redistribution is related to resource management carried out among community members. This system works simultaneously and does not present feudal obligations as the base of production relationships built in the feudal hierarchical system. Boti tribe is included in the category of people who are still alive and have tribal customary land areas so that their existence can be confirmed. After receiving reco...
DOAJ (DOAJ: Directory of Open Access Journals), Dec 1, 2021
Publik: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Administrasi dan Pelayanan Publik
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan antar instansi dalam menanggulangi banj... more Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan antar instansi dalam menanggulangi banjir dan solusi terhadap permasalahan kerusakan ekosistem danau. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan penelitian perpustakaan. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya banjir yang terjadi selama ini dikarenakan meluapnya air dari Danau Tempe yang merupakan salah satu danau terbesar yang ada di Indonesia dan berada di Sulawesi Selatan. Danau tidak hanya berfungsi sebagai penjaga keseimbangan ekologi, penyedia sumber air (baku), protein, mineral dan energi tetapi memiliki potensi yang tinggi sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut berkaitan erat dengan penataan ruang, sehingga dengan adanya penataan ruang, dapat mewujudkan ruang yang nyaman, aman dan teratur. Kolaborasi antar instansi terkait dan diperlukan adanya evaluasi berkelanjutan dari sisi ekonomi, sosial dan setiap ...
Impresum : Yogyakarta: STPN Press, 2016. Kolasi : xiv, 344 hlm.: bibl.; ill.; lamp.; 15 x 23 cm.
Geoplanning: Journal of Geomatics and Planning, Nov 29, 2022
GeoPlanning Journal of Geomatics and Planning, 2022
The development of Geographic Information Systems (GIS) is able to create future value in various... more The development of Geographic Information Systems (GIS) is able to create future value in various sectors and become a solution to the problem of limitations and disparity of electricity resources in Indonesia. This condition encourages GIS to be an analytical solution to the problem of electricity resources, which is by utilizing solar radiation as a source of renewable energy. This study aimed to optimize GIS in the use of solar radiation on the slope of building roofs which affects the estimated number and average electric power. This study used the mixed method. Research data includes aerial photos, which were analyzed digitally using the area of solar radiation and the slope angle of building roofs so as to produce a spatial analysis of the utilization of solar panels on Derawan Island. The data analysis showed that buildings in Derawan Island can produce 17,355.254 mWh per year with each building producing an average of 28,686 kWh annually. The result of the study is expected to encourage the realization of the use of renewable energy as part of the SDGs by utilizing solar panels as a source of electricity, replacing fossil-derived energy. This study is also expected to be applied in other small inhabited islands to support the sustainability of electricity use and increase the use of renewable energy.
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum, 2022
Agrarian reform (RA) as a national strategic program aims to encourage the creation of sources of... more Agrarian reform (RA) as a national strategic program aims to encourage the creation of sources of prosperity and community welfare. This study aims to describe agrarian reform through access arrangement schemes and map out the roles of stakeholders involved in the RA program in Purworejo. The research method was carried out qualitatively, data obtained through interviews with key respondents and through document studies. The results of the study show that in Purworejo Regency, the Agrarian Reform Task Force (GTRA) has prepared a form of RA through strengthening access including optimizing land certificates, especially for Etawa goat breeders and coffee farmers to access capital. In addition, efforts to strengthen community capacity through community empowerment include assistance for Etawa goat breeders and coffee farmers in order to increase their productivity. To support the success of the program, several strategies are needed, including optimizing the role of stakeholders, namely the Office of Cooperatives, Small and Medium Enterprises and Trade, the Office of Settlement and Spatial Planning, the Office of Community and Village Empowerment and related agencies to provide support for program activities and budgets. The role of community leaders as community movers also plays an important role in realizing the success of the Agararia Reform in Purworejo.
Damage to peatlands in Riau Province was one of the main cause of great fires in 2014–2015. Top-d... more Damage to peatlands in Riau Province was one of the main cause of great fires in 2014–2015. Top-down peatland management without involving the local community was considered as one of the factors exacerbating the fires. This research aims to explain how local wisdom and land management patterns that changed from state management to community-based management with Social Forestry scheme applies as an effort to reduce peatland fires in Tebing Tinggi Timur District, Meranti Regency. This study used qualitative method. The data were collected by interview and field observation. The results of the study show that the local wisdom of the community in managing peatlands by building tebat (canal blockings) is able to keep wet the peat throughout the year so that the land is protected from threats of fire. The choice of plants (sago, rubber and areca nut) that has been carried out for generations has proven to be able to preserve the land and support the community’s economy. Social Forestry ...
Tunas Agraria, May 28, 2022
By M. Nazir Salim & Westi Utami, 2019
Buku ini juga mampu menghantarkan pembaca untuk memahami praktek administrasi birokrasi yang memi... more Buku ini juga mampu menghantarkan pembaca untuk memahami praktek administrasi birokrasi yang memiliki logika sendiri. RA menurut logika administrasi birokrasi. Merujuk pada Perpres No. 88/2017 secara umum menawarkan dua skema penyelesaian, (i) mekanisme pemberian sertif ikat hak milik, (ii) mekanisme Perhutanan Sosial.5 Praktek politik agraria memakai “baju” yang sangat sempit dan diatur oleh mekanisme administrasi birokrasi yang berbasis anggaran. Dimana politik anggaran sering kali tidak berpihak pada RA. Sehingga Program legalisasi aset atau sertif ikasi ala birokrasi menjadi narasi utamanya. Perdebatan cara inventarisasi dan verif ikasi atas tanah objek mendapat ruang yang luas ketimbang politik agraria. Teknis administrasi birokrasi inilah yang menjadikan suasana ge(mer)lap perbincangan RA di republik ini.
Marcapada: Jurnal Kebijakan Pertanahan
One of the objects of Agrarian Reform in West Sumatra is the Ulayat Land. The practice is carried... more One of the objects of Agrarian Reform in West Sumatra is the Ulayat Land. The practice is carried out by changing the status of Ulayat Land to state land through the mechanism of release by Niniak Mamak. Ulayat Land is a plot of heritage land and its natural resources obtained from generations as regulated by local governments both in designation and utilization. This study aims to explain why Ulayat Land is used as a Land Object of Agrarian Reform (TORA) in West Sumatra and why the mechanism of giving is individually and not collectively. With qualitative methods, this study analyzes the process and mechanism of assigning TORA Objects sourced from Ulayat Land to their redistribution. This study found that the determination of Ulayat Land to be state land which was then distributed to the Domo Tribe as one of the solutions offered by the Dharmasraya Regency Land Office and approved by the Nagari Customary Density (KAN). This policy is considered the best solution to save the Ulayat ...
M. Nazir Slaim, Trisnanti W Rineksi, Diah Retno Wulan, 2022
Ni Luh Gde Maytha Puspa Dewi & M Nazir Salim; http://pppm.stpn.ac.id/sdm\_downloads/berakhir-di-temon-perdebatan-panjang-pengadaan-tanah-untuk-new-yogyakarta-international-airport-yia-ni-luh-gede-maytha-nazir, 2020
Penetapan lokasi pengadaan tanah untuk Yogyakarta International Airport (YIA) di Kecamatan Temon ... more Penetapan lokasi pengadaan tanah untuk Yogyakarta International Airport (YIA) di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo secara administratif memang telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten. Tentu dengan upaya (legalitas hukum) ''membuat sesuai" agar proyek pembangunan bandara terus berjalan. Kesan dipaksakan tidak bisa dihindari dan telah menjadi konsusmsi publik, karena di lokasi yang sama sebelumnya telah tercatat dalam detail tata ruang sebagai kawasan rawan tsunami. Namun rekomendasi dari pemerintah setempat menguatkan bahwa Temon sebagai lokasi pembangunan bandara telah sesuai dengan-revisi-RTRW. Dalam konteks prosedur telah dianggap sesuai, namun, dalam implementasinya masih terdapat kelemahan, seperti pemberitahuan rencana pembangunan (sosialisasi) yang seharusnya mengundang seluruh masyarakat di lokasi rencana pembangunan, namun pengakuan beberapa warga yang terdampak tidak langsung luput dari perhatian panitia, begitu juga dalam hal konsultasi publik yang seharusnya terjadi komunikasi dialogis atau musyawarah, faktanya tidak demikian menurut warga. Masih banyak hal lain yang dipersoalkan oleh warga baik terdmapak langusng maupun tidak langsung.
Artikel-artikel di dalam buku ini adalah hasil dari penelitian para dosen Sekolah Tinggi Pertana... more Artikel-artikel di dalam buku ini adalah hasil dari penelitian para dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, khusus mengenai topik tanah ulayat/adat yang dilakukan di lima lokasi, yakni Sumatera Barat, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Kalimantan Tengah.
Penelitian-penelitian itu ditantang untuk menjawab empat perhatian utama, yakni: (1) Karakteristik sistem penguasaan tanah berbasis adat, baik perbedaan maupun persamaannya di wilayah yang dikaji; (2) gambaran mengenai dinamika internal-eksternal sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang menyebabkan perubahan pada tanah ulayat/adat; (3) penjelasan tentang produk hukum daerah mengenai pengakuan Masyarakat Hukum Adat atau hak ulayat; (4) dalam situasi tersebut seperti apakah kebijakan agraria saat ini seperti Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) dan Pengadaan Tanah yang objeknya adalah tanah adat, khususnya tanah ulayat, dilakukan.
Diharapkan hasil penelitian tersebut dibutuhkan sebagai basis bagi perumusan kebijakan (evidence based policy) khususnya pendaftaran tanah terkait tanah ulayat. Dalam konteks Indonesia yang demikian beragam dengan banyaknya pulau, perairan, suku, dan sistem tenurial-adat yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain, maka pemahaman nyata di masing-masing tingkat tapak itu sangat diperlukan. Pada era sekarang, kebijakan berbasis bukti yang dilakukan melalui riset itu sangat penting dan dibutuhkan. Pemerintah khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional dapat memanfaatkan hasil kajian yang telah ada atau melakukan kajian-kajian simultan dan sistematis yang dapat didelegasikan penugasannya pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Pusat Penelitian dan Pengembangan, dan pada setiap Kantor Wilayah untuk memiliki unit khusus yang menjalankan pengkajian dan pendokumentasian mengenai masyarakat adat, hak adat, dan tanah ulayat di wilayah masing-masing. Diperlukan kerjasama dengan pemerintah daerah dan akademisi setempat untuk memperkuat kajian-kajian tersebut.
Dari artikel hasil penelitian di Kota Padang dan Padang Pariaman dalam buku ini kita disajikan pemahaman mengenai dua sistem hukum adat yaitu Kalarasan Bodi Chaniago dan Kalarasan Otto Piliang, dengan struktur penguasaan tanah ulayat berupa nagari, suku, kaum dan rajo. Pada saat ini kepala nagari, kaum, dan suku mengalami kekhawatiran terjadinya proses individualisasi hak ulayat dan kewenangan adatnya tatkala menghadapi kebijakan pertanahan seperti program PTSL, Pengadaan Tanah, dll.
Hasil penelitian di Bengkulu menunjukkan bahwa dalam praktiknya pelaksanaan pendaftaran tanah terhadap tanah ulayat di Bengkulu tidak konsisten. Terkadang suatu kepemilikan tanah diakui sebagai tanah adat (“penegasan hak”), namun pada kebijakan lain dinyatakan sebagai tanah negara (“pemberian hak”). Akan tetapi seringkali pendaftaran tanah adat diperlakukan sebagai tanah negara. Sedikit sekali dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, suatu bidang tanah diperlakukan sebagai tanah adat, demikian juga terhadap keberadaan tanah ulayat atau tanah komunal yang masuk kategori tanah adat.
Hal sama ditemukan di Nusa Tenggara Timur. Penafian eksistensi tanah ulayat/adat telah demikian mendalam. Tonggaknya terjadi pada tahun 1972 tatakala dilaksanakan symposium di Kupang mengenai persoalan tanah suku yang menghasilkan kesimpulan bahwa tanah suku adalah tanah negara. Penafian tersebut dipertegas dengan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pelaksanaan Penegasan Hak Atas Tanah, yang di dalamnya menyatakan bahwa tanah bekas penguasaan masyarakat hukum adat dinyatakan sebagai tanah-tanah di bawah pengusaan pemerintah daerah. Padahal dalam kenyataannya masyarakat mengenal, memahami dan mempraktikkan penguasaan tanah Bersama ulayat tersebut melalui penamaan tanah suku yang berbeda-beda, seperti leo di Rote, udu di Sabu, kanaf di Timur Dawan, fukun di Belu, wungu di Flores Timur, woe di Ngada, dan kabisu di Sumba, lingko di Manggarai, bapang di Alor, dan ngeng Ngerang di Sikka.
Demikian pula yang terjadi di Kalimantan Tengah. Keberadaan tanah di wilayah ini yang diklaim merupakan Kawasan hutan (99,48 % pada tahun 1982) dan berubah klaim luasannya (82,47 % pada tahun 2012) merupakan permasalahan besar bagi pengakuan masyarakat Dayak. Dayak Ngaju, Dayak Ma’anyan, Dayak Lawangan, dan Dayak Ot Danum sebagai induk masyarakat Dayak telah lama dan meluas mendiami wilayah yang diklaim sebagai kawasan hutan. Identifikasi penguasaan tanah melalui instrument yang tersedia saat ini seperti Identifikasi Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) maupun Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) menghasilkan keputusan yang sama yakni tanah ulayat/adat tetap terpinggirkan. Bahkan penerbitan hak atas tanah seperti Hak Milik dan Hak Guna Usaha, termasuk program PTSL saat ini dilakukan melalui proses pemberian hak. Hal ini memiliki arti bahwa tanah adat tidak pernah diakui secara yuridis (formal).
Jika kita cermati dan refleksikan praktik administrasi pertanahan semacam ini ternyata sangat lazim terjadi sejak lama hingga sekarang. Hal ini tentu saja menjadi masalah serius, sebab pendekatan semacam itu (pemberian hak) adalah bentuk tidak diakuinya tanah ulayat/hak suatu masyarakat persekutuan adat. Ini lah yang menjadi kesimpulan umum mengenai nasib tanah ulayat/adat di Indonesia. Tantangan besar bagi kita semua.
Mencermati perubahan yang terjadi pada tanah ulayat/adat sangat penting agar kita hati-hati dalam mengelola atau mengaturnya. Penelitian di Ambon, Maluku menjelaskan bahwa terdapat konteks yang memengaruh perubahan eksistensi tanah ulayat di Ambon, yakni konteks sosial pasca kerusuhan Maluku (1999-2002) yang mengakibatkan perpindahan penduduk secara masif meninggalkan kampung dan tanah-tanah (ulayat) yang dimilikinya lalu menetap mengikuti segregasi agama; konteks kebijakan dengan berupa disahkannya negeri sebagai persekutuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) melalui peraturan daerah sehinggat persekutuan negri menguat; namun, ini yang menjadi konteks berikutnya, adalah problem internal masyarakat sendiri yang selama sekian lama tatkala belum diakui keberadaan negerinya, kesatuan negeri dengan segenap kelembagaannya berkembang dinamis dan longgar. Ada problem regenerasi/ahli waris sehingga tatkala diakui kembali negeri pada saat ini maka seakan menghidupkan kembali sesuatu yang telah mati suri. Hal ini dibayang-bayangi dengan potensi adanya elite capture, sebab beberapa pemuka-pemuka negri berada di kota bahkan di luar pulau (di Jawa). Pemahaman mengenai tanah ulayat di Ambon yang terdiri dari tanah negeri, tanah dati, tanah ewang, dan tanah perusah dengan berbagai dimensinya (publik, privat, publik-privat) sangat diperlukan, agar pelaksanaan kebijakan PTSL, misalnya, secara tepat menentukan jenis pendaftaran tanahnya, serta persyaratan administrasinya menyangkut dimensi publik-privat tersebut.
Demikianlah, sekali lagi penelitian empiris-normatif hak ulayat masyarakat hukum adat sangat dibutuhkan didalam membangun kebijakan yang berbasis data (evidence based policy), sehingga hukum dan kebijakan itu benar-benar mencerminkan kenyataan sesungguhnya di masyarakat (law as mirror thesis), sekaligus dapat melahirkan suatu perubahan yang efektif (law as social engineering).
Semoga buku bermanfaat. Selamat membaca.
Ahmad Nashih Luthfi, Westi Utami, M. Nazir Salim, Asih Retno Dewi
By M. Nazir Salim & Westi Utami, 2019
Buku ini merekam dinamika perdebatan yang berlangsung pada fase formatif kebangkitan kebijakan re... more Buku ini merekam dinamika perdebatan yang berlangsung pada fase formatif kebangkitan kebijakan reforma agraria kontemporer di Indonesia, yakni sepanjang tahun 2006-2007. Meskipun singkat, periode ini memiliki arti historis yang penting karena menggambarkan proses-proses kebijakan yang ditandai dengan perdebatan, tarik menarik kepentingan dan negosiasi antara berbagai pihak di seputar agenda reforma agraria.
Selain itu, fase formatif yang singkat itu juga menyediakan jendela untuk menelisik lebih dalam "kemungkinan-kemungkinan konjungtural" yang tersedia dan sekaligus "batas-batas struktural" yang menghadang para aktor reformis di tubuh negara maupun kalangan gerakan sosial—dalam proses "kolaborasi kritis" keduanya di sepanjang perjalanan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di tanah air.
Buku ini disunting oleh M. Shohibuddin dan M. Nazir Salim dengan Kata Pengantar oleh Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, Prolog oleh Dr. Soeryo Adiwibowo, dan Epilog oleh Dr. Noer Fauzi Rachman.
M. Nazir Salim (Penyunting), 2016
M. Nazir Salim (Penyunting), 2015
Tri Chandra Aprianto dan M Nazir Salim (ed.)
M. Nazir Salim, dkk., 2009
M. Nazir Salim, Heri Priyatmoko, Muh Arif Suhattanto, 2014
M. Nazir Salim, 2017
Kami melakukan aksi-aksi termasuk jahit mulut dan rencana bakar diri bukan karena ketakutan, kare... more Kami melakukan aksi-aksi termasuk jahit mulut dan rencana bakar diri bukan karena ketakutan, karena kami benar melawan sesuatu kezaliman dengan keyakinan.
... Kesadaran bersama menjadi kunci bahwa kami berhak mempertahankan tanah kami, dan itu kami anggap sebagai jihad, cara kami dalam menterjemahkan ajaran dari kyai-kyai kami di kampung. Sejengkal tanah kami adalah hak kami dan tidak boleh dirampas dengan alasan apapun.” ... Aksi-aksi kami ke sana ke sini bersama masyarakat Pulau Padang waktu itu bukan berarti tidak berhasil, ya berhasil... ya itu tadi salah satunya dikeluarkannya SK 180/2013, setidaknya revisi SK 327 dilakukan. Bayangkan kalau kami tidak melakukan aksi protes, konsesi mereka itu sampai ke belakang rumah kami, tetapi setelah direvisi, mereka sebagian keluar dari wilayah desa kami. ... Lihatlah, kelapa kami mulai satu per satu mati, kebun karet kami kebanjiran dengan sedikit hujan, tanah-tanah kami kekeringan dengan sebentar panas, kami sudah minum air sungai yang sebelumnya tidak pernah kami lakukan. Kalau sagu kami juga kena serangan hama, maka habislah kami, tak ada lagi yang bisa kami makan.
Petunjuk Teknis IP4T dan Landreform
Journal of Peasant Studies Publication details, including instructions for authors and subscripti... more Journal of Peasant Studies Publication details, including instructions for authors and subscription information:
Approximately 80 percent of the poor and hungry people in the world live in the country, not the ... more Approximately 80 percent of the poor and hungry people in the world live in the country, not the city. PROMISED LAND examines the recent history, current state, and future of land reform, the centuries-old process of redistributing land from large owners, who aren't necessarily using it to smallholders, who need it. This monumental work is the most comprehensive study to date of current land reform movements worldwide, a project of the Land Research Action Network (LRAN).
Prosiding Seminar Nasional, 2019
Pembangunan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi seringkali mengesampingkan aspek lingkungan ... more Pembangunan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi seringkali mengesampingkan aspek lingkungan dan juga menyebabkan terjadinya pelanggaran tata Ruang. Hal ini berdampak terhadap degradasi tanah dan kerusakan lingkungan. Upaya pengendalian dan monitoring penggunaan tanah yang dilakukan pemerintah tentunya tidak dapat dilakukan secara efektif mengingat cakupan wilayah yang diatur sangatlah luas serta sistem pengawasan yang lemah. Kajian ini dilakukan untuk mendeskripsikan kearifan lokal masyarakat adat di Maluku dalam mengelola lingkungan dan sumber daya alam. Metode penelitian dilakukan secara kualitatif dimana data diperoleh dari kajian secara literature review. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal yang diterapkan melalui sistem “Sasi” oleh masyarakat di Maluku mampu mengatur pengelolaan sumber daya alam baik yang ada di darat, di hutan maupun di perairan (sungai/laut). Sistem ‘Sasi” yang diterapkan oleh masyarakat adat terbukti lebih ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat dan terdapat pengawasan yang bersifat internal. Kearifan lokal yang diterapkan oleh masyarakat Maluku merupakan salah satu upaya melindungi dan menjaga kelestarian alam secara berkelanjutan.
Kata Kunci: Kearifan Lokal, Tata Ruang, Sasi, Masyarakat Adat.
Prosiding International Seminar
Agrarian Reform according to Presidential Regulation Number 86 of 2018 is carried out through two... more Agrarian Reform according to Presidential Regulation Number 86 of 2018 is carried out through two stages, namely the Asset Reform and Access Reform and there is an expansion of the subject and object of the Agrarian Reform. The research was conducted to design an inclusive Agrarian Reform design that combines Program Keluarga Harapan (Family-Hope Program) and diffable people as subjects and former land use rights in Sempu Village, Ngancar District, Kediri Regency as its object. The research aimed to (1) know the primary need of PKH and diffable people; (2) create the design of inclusive Agrarian Reform for PKH and diffable people, (3) describe the involvement of stakeholders and community participation in supporting the design, and (4) identify the existing constraints in the making of the design. The method used was descriptive-qualitative using a rationalistic approach. The results showed that PKH and diffable people need to improve the quality of life through economy, education, health, and social welfare. There are 52 plots of land that were used as designs for land use, namely agricultural and non-agricultural land. This design is expected to be a new idea in the completion of the Agrarian Reform starting from the asset reform through the granting of corporate and individual rights with land redistribution followed by access reform involving stakeholder synergy.
Prosiding Seminar Nasional, 2019
Sejak tahun 2007, tujuh desa di Tebingtinggi Timur telah masuk dalam skema konsesi Hutan Tanaman ... more Sejak tahun 2007, tujuh desa di Tebingtinggi Timur telah masuk dalam skema konsesi Hutan Tanaman Industri seluas 10.390 Ha. Akhir tahun 2008 PT LUM (pemegang konsesi) mulai beroperasi membangun kanal untuk kepentingan land clearing dan memasukan bibit akasia. Sejak kanalisasi, lahan sekitarnya terutama lahan masyarakat mulai mengering dan kebakaran mulai terjadi. Puncaknya terjadi pada tahun 2014 yang menghabiskan lahan masyarakat lebih dari 2400 Ha. Tahun 2014 masyarakat mengundang Presiden Jokowi untuk “Blusukan Asap” di Tebingtinggi Timur. Pasca blusukan asap, presiden lewat Menteri LHK (2017) mencabut izin PT LUM dan menyerahkan kelola hutan ke 7 desa dengan skema Reforma Agraria-Perhutanan Sosial. Kini (2018) masyarakat sedang memproses untuk mengelola hutan tersebut dan berusaha untuk mengeluarkan sebagian dari Hutan Desa, khususnya pemukiman dan lahan penghidupan dengan usulan perubahan tata batas wilayah hutan agar bisa dikelola dengan aman. Namun bagaimana pengelolaan pasca diberikan kepada masyarakat, bagaimana sustainability-nya menjadi pertanyaan banyak pihak, karena menyangkut tata kelola hutan yang begitu luas. Kajian ini ingin menggambarkan bagaimana masyarakat memperlakukan hutan dan megelola dengan basis kearifan lokal sebagai kekuatan menjaga ekologi hutan gambut miliknya. Studi ini dilakukan dengan observasi dan pelibatan langsung ke masyarakat, temuan dalam kajian ini menunjukkan tingkat partisipasi warga cukup tinggi dan kehendak untuk maju dalam mengelola Hutan Desanya. Poin dari kajian ini mengemukakan bahwa masyarakat meyakini, tata kelola lahan gambut dan hutan versi masyarakat cukup mampu memitigasi dari datangnya bencana, karena pemanfaatan kearifan lokal sebagai satu cara untuk menjaga ekosistem lahan berkelanjutan.
Kata Kunci: Tebingtinggi Timur, Hutan Desa, Reforma Agraria-Perhutanan Sosial
Seminar dan Lokakarya Nasional, 2019