Mereka yang Dikalahkan: Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang (original) (raw)
Related papers
Konflik Tenurial DI Pulau Padang Dan Isolasi Ekonomi Lokal
Abstraksi Dengan menggunakan data-data etnografi dan dokumentasi sejarah. Studi ini berupaya mengungkapkan konflik tenurial di Pulau Padang yang memiliki dampak isolasi terhadap pengembangan ekonomi lokal. Dalam ruang lingkup studi ini, lahan tenurial yang berisi tentang seperangkat aturan (the set of rules) yang menentukan hak akses setiap orang (individu) terhadap sumber daya alam tertentu telah dilanggar oleh kelompok dan jaringan industri pengolahan kayu yang tidak bertanggungjawab. Hasil penelitian ini menunjukkan realitas konflik muncul di permukaan karena status kuasa hukum, hak pengelolaan dan pemanfaatan jenis hutan, hak perkebunan, kemudian disertai pemanfaatan redistribusi. Diperparah dengan kondisi produk hukum yang carut-marut mengakibatkan status hukum tidak mempunyai peran penegakan keadilan, pembagian kerja, dan koridor pelestarian lingkungan alam tentang lahan gambut maupun aspek-aspek yang mendukung kelestarian ekosistem alam. Riset sosial multidisiplin ini menggun...
Perampasan dan Perjuangan Hak Masyarakat Adat atas Tanah; sebuah Ringkasan Sejarah
Tulisan ini adalah ringkasan bahan kuliah ketika saya menjadi nara sumber pada kelas Hak Asasi Manusia pada Program Paska Sarjana Fakultas Teologia Universitas Kristen Arta Wacana tanggal 7 Mei 2015. Keterlibatan saya pada isu-isu konflik sumber daya alam di NTT, sebagian wilayah Indonesia, yang juga menyentuh beberapa persoalan internasional membuat saya diminta mengisi kelas tersebut. Dalam kuliah tersebut, saya tidak membuat bahan khusus tetapi lebih banyak menggunakan metode kuliah verbal yang saya rekam untuk keperluan dokumentasi pribadi. Dalam tulisan ini terdapat beberapa tambahan dan juga perbaikan dari apa yang sudah saya sampaikan sebelumnya. Dipublikasikan dalam buku Teologia Tanah, diterbitkan oleh Oase Indonesia Timur, 2015 editor Zakaria J. Ngelow
Menjarah Pulau Gambut: Konflik dan Ketegangan di Pulau Padang
M. Nazir Salim, 2013
The article was saimed at describing the conflicts between the community, peasants at Pulau Padang, Meranti Islands Regency, and PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). The conflict started from the policy of The Minister of Forestry which allowed concession of HTI to RAPP at Pulau Padang. The problem was the permission itself as it took not only the area of farming lands but also the areas of settlement. The other problem was the environment itself. This was a result of RAPP. Various researches showed that Pulau Padang had thick peat. However, the permission for RAPP was to build industries and canals needing a lot of water. This would damage the environment whereas the peat ought to be protected. If tis is done, the serious damage of ecosystem at Pulau Padang will take place. Keywords: Pulau Padang, RAPP, agrarian conflicts, peasants’ struggle. Intisari: Artikel ini mencoba melihat konflik antara warga dan petani Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti dengan PT RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper). Konflik bermula dari kebijakan Menteri Kehutanan yang memberikan izin konsesi HTI kepada RAPP di Pulau Padang. Izin itu dipermasalahkan karena luasan wilayahnya yang mengambil lahan warga, bukan saja lahan pertanian, namun juga pemukiman. Persoalan lain adalah isu lingkungan yang akan menjadi perhatian warga jika RAPP beroperasi di wilayah tersebut. Berbagai kajian menunjukkan bahwa Pulau Padang merupakan wilayah tanah gambut dengan ketebalan yang cukup tinggi, sementara izin konsesi RAPP untuk tanaman industri membutuhkan banyak air dan pembangunan kanal-kanal, selain tentunya tanah gambut dilindungi undang-undang. Jika hal itu dilakukan maka ancaman kekeringan dan kerusakan ekosistem di Pulau Padang menjadi serius. Kata kunci: Pulau Padang, RAPP, konflik agraria, dan perjuangan petani.
Ancaman dan Rehabilitasi Padang Lamun
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki luas perairannya lebih besar daripada luas dari daratannya. Maka dari itu tidak heran jika Indonesia memiliki banyak kekayaan yang tersimpan di dalam laut. Dari kekayaan yang kita miliki ini maka kita harus senantiasa memerhatikan, menjaga, serta melestarikan ekosistem yang terdapat di dalam laut maupun pesisir. Seperti yang kita ketahui ekosistem pesisir terdiri dari tiga komponen yaitu lamun, terumbu karang, dan mangrove. Komunitas lamun sangat berperan penting dalam fungsi-fungsi biologis dan fisik lingkungan pesisir. Selain, memiliki potensi besar untuk menyerap karbon, lamun juga turut menjaga ekosistem perairan laut dengan kontinu. Dari hasil penelitian LIPI, dalam tiga tahun terakhir kondisi padang lamun di Indonesia mengalami kenaikan sekaligus penurunan. Pada 2015, tutupan mencapai 46 persen, pada 2016 mencapai 37,68 persen, dan pada 2017 mencapai 42,23 persen. Fakta tersebut, menunjukkan bahwa padang lamun Indonesia dalam tiga tahun terakhir dalam kondisi tidak sehat. Hal tersebut terjadi karena kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, seperti kegiatan reklamasi untuk pembangunan kawasan industri atau pelabuhan ternyata menurut data yang diperoleh telah terjadi pengurangan terhadap luasan kawasan padang lamun, Sehingga pertumbuhan, produksi ataupun biomasanya akan mengalami penyusutan. Sebagai sumber daya pesisir dan penunjang sistem kehidupan dan sangat berperan penting dalam dinamika pesisir dan laut. Maka dari itu, kita harus melakukan upaya • Apa saja ancaman terhadap padang lamun? • Bagaimana cara pemeliharaan dan rehabilitas terhadap ekosistem 1 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Perampasan Tanah, Reforma Agraria, dan Kedaulatan Pangan
M. Nazir Salim, 2017
Issues on land and food related to food security, and food sovereignty are the issues that continue to be discussed in recent years. Food security stands on the realm of ensuring adequate food supply (monoculture) through industry by creating global market mechanisms, followed by large-scale land acquisitions. While "food sovereignty" entered into the realm of people's sovereignty (agro-ecology) as the center of the production of the birth of small farmers. At this point, the Basic Agrarian Law (UUPA 1960) directed the issue of agriculture not only to be discussed but to implement food sovereignty. With a field study conducted on the island of Padang, Riau, this study invites the reader to see how the land is used as a commodity and even land grabb for certain interests, as on the other hand peasants have difficulty to maintain its farmland. In fact, the phenomenon of large-scale land grabs can not be separated from the basic problem, namely the struggle for the economy and the market. The market has determined the direction of land exploitation in Indonesia, due to consideration of raw material requirements. Agrarian reforms that are expected to offset the swift pattern of land tenure for the interests of the market barely have a significant impact. Land grabbing with legal acces schemes continues. For that reason, thinking about the return of farmers to building food sovereignty is not merely to defend the peasants to survive in their sphere, but to think about the future of the Indonesian generation. Land and food sovereignty are no longer God's rewards, but need to be fought for and sought. Keywords: Land grabbing, Agrarian Reform, and Food Sovereignty.
Jurnal Ilmu Hukum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan terbitnya sertipikat hak milik atas tanah di wilayah pesisir Tanjung Balai Karimun dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap masyarakat di wilayah pesisir Tanjung Balai Karimun. Tipe Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris karena penelitian ini dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang akurat. Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kuda Laut, Kelurahan Barang Timur, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Tanjung Balai Provinsi Riau. Bahan hukum yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa penerbitan Sertipikat atas tanah di Wilayah Pesisir Sempadan Pantai Kuda Laut Kelurahan Barang Timur, Kecamatan Meral Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun atas wilayah Sempadan Pantai tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) angka 2 huruf a juncto Pasal 10 angka 2 huruf a Peraturan Ment...
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Sapi Potong DI Desa Pulau Padang
BHAKTI NAGORI (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Tujuan PKM Program Studi Peternakan adalah untuk membangunan program kemitraan masyarakat Kelompok tani ternak di Kuantan Singingi. Program awal yang akan di terapkan adalah aspek teknis pemahaman peternak terhadap reproduksi ternak yang berfungsi sebagai peningkatan angka kebuntingan dan kelahiran dalam penambahan populasi ternak kelompok. Varibel Aspek teknis reproduksi yang diukur berupa tentang sinkronisasi estrus, pengetahuan tanda-tanda spesifikasi ternak estrus, pelaporan ketepatan dan kecepatan aceptor petugas IB dan kebuntingan ternak. Data disampaikan secara deskriptif dengan menampilkan persentase variabel yang diukur. Untuk membaca nilai tingkat pemahaman tentang aspek teknis reproduksi, maka di bandingkan dengan skor pemahaman peternakan. Nilai baca skor pemahaman reproduksi adalah skor persentase pemahaman yaitu, Sangat Paham 86%-100%, Paham 76%-75%, Cukup Paham 61%-75%, Kurang Paham56%-60% dan tidak paham >50%. Hasil pengabdian kepada masyarakat dari Tanya ja...
Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Pulau Sipadan Dan Ligitan
Jurnal Hukum & Pembangunan, 2017
Bagi masyarakat kedua bangsa, penyelesaian sengketa dua pulau ini tidak sekedar dilihat sebagai upaya untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Sehingga kalau kalah harus diperjuangkan sampai menang. Nilai penting dari penyelesaian dengan cara ini adalah sebagai upaya untuk menghindari terjadinya perang." Bahkan penyelesaian melalui ICJ harus dianggap sebagai upaya mengisolasi (isolate) sengketa antar dua negara yang bersahabat sehingga tidak berdampak negatif pada hubungan kedua negara secara keseluruhan. Politisi kedua negara harus mampu mengkomunikasikan ini kepada masyarakat mereka masing-masing. Para politisi tidak seharusnya terjebak dan memainkan sentimen nasionalisme sempit untuk tujuan-tujuan tertentu.