Yusuuf Arifin - Academia.edu (original) (raw)
Papers by Yusuuf Arifin
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hipotesis Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhad... more BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya[ ]. Sedangkan Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96) [ ], hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif hipotesis tidak dirumuskan, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji dengan pendekatan kuantitatif
Pengertian Hipotesis Penelitian | Hipotesis (hypo = sebelum; thesis = pernyataan, pendapat) adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya. Biasanya, dalam sebuah penelitian kita merumuskan suatu hipotesis terhadap masalah yang akan diteliti. Jadi, pengertian hipotesisadalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena, jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori, dan belum menggunakan fakta. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalaan.
Sebagai contoh, ada sebuah pertanyaan tentang; apakah tamatan SMU yang memiliki nilai UN tinggi akan mampu menyelesaikan studi perguruan tinggi dalam waktu yang relatif lebih cepat? Pertanyaan ini dapat kita ubah menjadi pernyataan sebagai berikut: ada hubungan positif antara nilai UN SMA dan prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Kalimat yang terakhir ini adalah bentuk suatu rumusan hipotesis yang menghubungkan dua variabel, yaitu nilai UN dan prestasi belajar. Dengan demikian, hipotesis ini memberikan arah pada penelitian yang harus dilakukan[ ].
B. Fungsi Hipotesis
Hipotesis pada penelitian itu sendiri berfungsi sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara langsung dapat diuji dalam penelitian.
3. Memberikan arah penelitian.
4. Memberi kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.
Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu penelitian (Fraenkel Wallen, 1990: 40) dalam Yatim Riyanto, (1996: 13). Lebih lanjut hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hipotesis belum tentu benar. Benar tidaknya suatu hipotesis tergantung hasil pengujian dari data empiris.
Menurut Suharsimi Arikunto (1995:71) hipotesis didefinisikan sebagai alternative dugaan jawaban yang dibuat oleh penelitian bagi problematika yang diajukan dalam penelitian. Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian. Dengan kedudukan itu maka hipotesis dapat berubah menjadi kebenaran, tetapi juga dapat tumbang sebagai kebenaran.
Penelitian yang dilakukan sebenarnya tidak semata-mata ditujukan untuk menguji hipotesis yang diajukan, tetapi bertujuan menemukan fakta yang ada dan yang terjadi dilapangan. Pernyataan diterima atau ditolaknya hipotesis tidak dapat diidentikkan dengan pernyataan keberhasilan atas kegagalan penelitian. Perumusan hipotesis ditujukan untuk landasan logis dan pemberi arah kepada proses pengumpulan data serta proses penyelidikan itu sendiri (John W.Best, dalam Sanapiah Faisal, 1982 dan Yatim Riyanto, 1996). Ringkasnya yaitu tujuan penelitian mengajukan hipotesis adalah agar dalam kegiatan penelitian tersebut terfokus hanya pada informasi atau data yang diperlukan bagi pengujian hipotesis. Peneliti dituntut agar hati-hati dan cermat dalam penelitiannya[ ].
C. Jenis-jenisHipotesis
1. Hipotesis Dilihat dari Kategori Rumusannya
Menurut Yatim Riyanto (1996: 13) hipotesis dilihat dari kategori rumusannya dibagi menjadi dua, yaitu hipotesis nihil( null hypotheses) disingkat menjadi Ho dan hipotesis alternative (alternative hypotheses) biasanya disebut hipotesis kerja atau disingkat Ha.
• Hipotesis nihil (Ho) yaitu hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan atau pengaruh antara variable dengan variable yang lain.
Contoh : tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SD.
• Hipotesis alternative (Ha) yaitu hipotesis yang menyatakan adanya hubungan atau pengaruh antara variable dengan variable lain.Contoh ; ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SD. Hipotesis alternative ada 2 macam yaitu directional hypotheses dan nondirectional hypotheses (Fraenkel dan Wallen, 1990: 42; Suharsimi Arikunto, 1989 :57).
BAB II PEMBAHASAN A. Makna Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Diantara makna manag... more BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Manajemen Konflik
1. Pengertian Manajemen
Diantara makna managemen yaitu :
a. Manajemen dalam arti luas : menunjuk pada rangkaian kegiatan , dari perencanaan akan dilaksanakannnya kegiatan sampai penilaiannya.
b. Manajemen dalam arti sempit : terbatas pada inti kegiatan nyata, mengatur atau mengelola kelancaran kegiatan, mengatur kecekatan personal yang melaksanakan, pengaturan sarana pendukung, pengaturan dana, dan lain-lain, tetapi masih terkait dengan kegiatan nyata yang sedang berlangsung.
c. “Manajemen” dari bahasa Inggris “ Administration”, sebagai “the management of excecutive affairs”. Dalam pengertian ini, manajemen bukan hanya pengaturan yang terkait dengan pekerjaan tulis-menulis, tetapi pengaturan dan arti luas .
2. Pengertian Konflik
Ditinjau dari akar katanya, istilah konfllik berasal dari kata configrere atau conficium, yang artinya benturan menunjuk kepada semua benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, pertentangan, oposisi, dan interaksi-interaksi yang bersifat antagonis. Beberapa pendapat menyatakan bahwa:
a. Afzalur Rahim menyatakan bahwa konflik dapat didefinisikan sebagai keadaan interaktif yang termanifestasikan kedalam sikap ketidakcocokan, pertentangan, atau perbedaan dengan atau antara entitas social, seperti individu, kelompok, atau organisasi.
b. Wahyosumidjo yang mendefinisikan konflik secara lebih simple, yaitu segala macam bentuk hubungan manusia yang mengandung sifat yang berlawanan .
Menurut hemat kami, dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen konflik merupakan suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk mengendalikan konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.
B. Sumber-sumber Konflik di Lembaga Pendidikan Madrasah
Sumber-sumber konflik pada setiap individu yang mengalaminya sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada persepsi atau penafsiran individu terhadap lingkungannya. Sumber-sumber yang menjadi pendahulu terjadinya konflik dalam lembaga pendidikan madrasah antara lain adalah;
a. Adanya persaingan
b. Ketergantungan pekerjaan
c. Kekaburan bidang tugas
d. Perbedaan tujuan
e. Problem status
f. Rintangan komunikasi
g. Sifat-sifat individu .
A. LatarBelakang Hipotesis merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin saja juga bisa salah.... more A. LatarBelakang
Hipotesis merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin saja juga bisa salah. Hipotesis akan ditolak jika salah atau palsu dan akan diterima jika fakta-fakta yang ada membenarkannya. Penolakan dan penerimaan hipotesis dengan begitu sangat tergantung kepada hasil-hasil penyelidikan terhadap fakta-fakta yang dikumpulkan. Hipotesis juga dapat dipandang sebagai konklusi, suatu konklusi yang bersifat sementara. Sebagai konklusi tentu hipotesis tidak dibuat dengan semena-mena, melainkan atas dasar pengetahuan-pengetahuan tertentu.
Hipotesis-hipotesis selalu merupakan petunjuk jalan bagi kegiatan-kegiatan dalam perencanaan pola-pola researchnya, dimana data akan dikumpulkan, teknik analisis, dan arah penyimpulannya. Pengetahuan ini sebagian diambil dari hasil-hasil serta problematik-problematik yang timbul dari penyelidikan-penyelidikan yang mendahului, dari renungan-renungan atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal, ataupun dari hasil-hasil penyelidikan eksploratif yang dilakukan sendiri.
Penelitian atau penyelidikan yang dilakukan sebenarnya tidak semata-mata ditujukan untuk menguji hipotesis yang diajukan, tetapi bertujuan menemukan fakta yang ada dan yang terjadi dilapangan.Pernyataan diterima atau ditolaknya hipotesis tidak dapat diidentikkan dengan pernyataan keberhasilan atas kegagalan penelitian.Perumusan hipotesis ditujukan untuk landasan logis dan pemberi arah kepada proses pengumpulan data serta proses penyelidikan itu sendiri. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalaan
B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hipotesis ?
2. Apa Fungsi Hipotesis ?
3. Apa saja jenis-jenis hipotesis itu ?
4. Bagaimana karakteristik hipotesis itu ?
5. Bagaimana pengujian Hipotesis yang benar ?
C. TujuanPenulisan
1. Agar kita mengetahui apa itu Hipotesis.
2. Agar kita mengetahui Fungsi Penelitian Hipotesis.
3. Agar kita mengetahui jenis-jenis Hipotesis.
4. Agar kita bisa memahami karakteristik Hipotesis.
5. Agar kita bisa memahami bagaimana pengujian Hipotesis yang benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya[ ]. Sedangkan Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96)[ ], hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif hipotesis tidak dirumuskan, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji dengan pendekatan kuantitatif
Pengertian Hipotesis Penelitian | Hipotesis (hypo = sebelum; thesis = pernyataan, pendapat) adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya. Biasanya, dalam sebuah penelitian kita merumuskan suatu hipotesis terhadap masalah yang akan diteliti. Jadi, pengertian hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena, jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori, dan belum menggunakan fakta. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalaan.
Sebagai contoh, ada sebuah pertanyaan tentang; apakah tamatan SMU yang memiliki nilai UN tinggi akan mampu menyelesaikan studi perguruan tinggi dalam waktu yang relatif lebih cepat? Pertanyaan ini dapat kita ubah menjadi pernyataan sebagai berikut: ada hubungan positif antara nilai UN SMA dan prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Kalimat yang terakhir ini adalah bentuk suatu rumusan hipotesis yang menghubungkan dua variabel, yaitu nilai UN dan prestasi belajar. Dengan demikian, hipotesis ini memberikan arah pada penelitian yang harus dilakukan[ ].
B. Fungsi Hipotesis
Hipotesis pada penelitian itu sendiri berfungsi sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara langsung dapat diuji dalam penelitian.
3. Memberikan arah penelitian.
4. Memberi kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.
Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (... more Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan dijadikan pada ibadah wajib diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang serupa. Hal itu dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada ibadah wajib. Dan sesungguhnya at-tathowwu’ (ibadah sunnah) di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah sunnah rawatib. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakannya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian jauh). Mengingat pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya secara berulang-ulang sebagaimana sholat fardhu, sehingga saya (penulis) ingin menjelaskan sebagian dari hukum-hukum sholat rawatib secara ringkas:
1. Keutamaan Sholat Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan sholat sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga“. Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya“. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka“. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
2. Jumlah Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh“. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
3. Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun dan surat Al Ikhlas.” (HR. Muslim no. 726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca: (QS. Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
A. Pengertian Evaluasi Pembelajaran Secara etimologi, ‘’evaluasi” berasal dari kata ‘’to evaluate... more A. Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Secara etimologi, ‘’evaluasi” berasal dari kata ‘’to evaluate’’ yang berarti ‘’menilai’’. Evaluasi pembelajaran ialah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pembelajaran. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ampai dimana penguasaan murid terhadap pendidikan yang telah diberikan. Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah keputusan-keputusan yang diambil dalam proses pendidikan secara umum; baik mengenai perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun kelembagaan. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam kegiatan pembelajaran adalah usaha pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang telah disampaikan kepada siswa sebagai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Atau lebih singkatnya yang dimaksud dengan evaluasi disini adalah evaluasi tentang proses belajar mengajar dimana guru berinteraksi dengan siswa[ ].
B. Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Tujuan evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar adalah untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh siswa, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetepkan dalam kurikulum. Disamping itu agar guru dapat menilai daya guna pengalaman dan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sekaligus mempertimbangkan hasilnya serta metode mengajar dan sistem pengajaran yang dipergunakan apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan dalam kurikulum[ ].
C. Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Fungsi evaluasi pembelajaran Sebagai salah satu komponen penting dalam pelaksanaan belajar mengajar evaluasi berfungsi sebagai berikut:
- Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap pendidik/ guru maupun anak didik/murid.
- Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan.
- Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan Islam.
- Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dll.
- Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.
BAB II PEMBAHASAN A. Sekilas Tentang Makna Kasus Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kasus d... more BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Makna Kasus
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kasus dapat berarti soal atau perkara dapat juga berarti keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal. Jika istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini dapat berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan terdapat “soal” atau ”perkara” tertentu. Namun dalam hal ini yang perlu digarisbawahi pemakaian istilah kasus dalam bimbingan dan konseling tidaklah mengarah pada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan dengan tindak kriminal, perdata ataupun urusan polisi dan urusan-urusan lain yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang berwajib, melainkan lebih difokuskan pada kasus dalam pembelajaran pada suatu instansi lembaga pendidikan maupun sekolah.
Istilah “Kasus” dalam bimbingan dan konseling digunakan sekedar untuk menunjukkan bahwa ada permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan orang tersebut. Misalnya kasus seorang mahasiswi bernama Dewi. Kasus Dewi menyangkut prestasi akademiknya yang merosot, sering datang terlambat dikelas, kurang bersosialisasi dengan teman-temannya, dan sebagainya. Jika tidak segera ditangani permasalahannya, dikhawatirkan akan berdampak negatif pada Dewi sendiri. Kasus Dewi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan tindakan kriminal, polisi maupun hukum. Namun kasus ini harus segera ditangani dengan melibatkan Dewi sendiri dan orang lain yang dapat memberikan kontribusi dalam pemecahan masalahnya keterlibatan orang lain dalam hal ini bukanlah sebagai saksi seperti dalam kasus kriminal dan hal inipun harus sepengetahuan dan seizin dari Dewi. Langkah ini ditempuh agar Dewi tidak merasa bahwa dia tengah dihakimi, dicela ataupun privasinya dibuka didepan orang banyak dsb. Sebaliknya pembicaraan mengenai permasalahan yang dihadapinya dimaksudkan untuk memahami permasalahannya dan untuk mendapatkan jalan keluar tepat dan berhasil, sehingga ia dapat kembali pada keadaan yang menyenangkan dan membahagiakannya[ ].
B. Pemahaman Terhadap Kasus
Untuk mengetahui seluk beluk sebuah kasus lebih jauh maka konselor tidak mengerti permasalahan atas dasar deskripsi yang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Namun diperlukan pemahaman yang lebih mendalam. Karena bisa jadi permasalahan yang terkandung dalam sebuah kasus seperti fenomena gunung es yang terapung dilautan, dimana yang tampak di permukaan air hanya sedikit saja, padahal bagian yang berada di permukaan laut besarnya sukar diukur. Dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sebuah kasus perlu dilakukan penjelajahan yang luas dan intensif misalnya melalui wawancara dengan siswa tersebut (wawancara konseling), memeriksa kumpulan data (commulatif record) yang ada disekolah, ataupun kunjungan rumah. Dari penjelajahan yang luas dan intensif akan terungkap berbagai hal yang akan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang kasus itu. Baik permasalahan yang menyangkut individualitas, sosialitas, moralitas, maupun Religiusitasnya.
Kemudian terdapat hal lain yang dapat menjadi bekal bagi pengembangan pemahaman terhadap suatu kasus ialah bagaimana memprediksi berbagai kemungkinan yang bersangkut paut dengan kasus itu dilihat dari rincian permasalahannya, penyebabnya dan kemungkinan akibat-akibat yang akan muncul. Seorang konselor perlu mengembangkan konsep atau ide-ide mengenai rincian masalah, kemungkinan sebab dan juga kemungkinan akibatnya. Karena hal itu merupakan bekal dan ancangan bagi konselor untuk memperoleh pemahaman yang mantap mengenai kasus yang sedang ditangani. Sekali lagi ditekankan bahwa ide-ide itu sebaiknya tidak boleh menjadi alasan yang menutup kemungkinan terungkapnya fakta-fakta baru dalam proses penjelajahan masalah secara lebih intensif, konselor tidak boleh terikat dan secara kaku berpegang pada ide-idenya, karena bisa jadi ide-ide yang dikembangkan itu tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan kenyataan yang diperoleh melalui pendalaman masalah[ ].
A. Pengertian Maqamat Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat... more A. Pengertian Maqamat
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat berpijak atau pangkat mulia. Dalam Bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan samping itu, maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.
Maqam dilalui seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya[ ].Adapun penjelasan maqamat-maqamat[ ] dalam tasawuf akan kami bahas setelah ini.
B. Maqamat-maqamat dalam Tasawuf
Ini adalah lanjutan tujuan pembahasan kita kali ini sebagaimana judul makalah kami setelah memahami maqamat, maka kita akan memahami tingkatan maqamat itu sendiri yaitu zuhud, wira’i, tawakkal dan ridha.
a. Zuhud
Zuhud adalah meninggakan dunia dan kehidupan materi. Kehidupan dunia dipandang hanya sebagai alat untuk tujuan yang hakiki, yaitu dekat kepada Allah SWT. Zuhud merupakan tahapan pemantapan taubat yang telah dilalui pada tahapan pertama. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan duniawi.[ ]
b. Wira’i
Setelah selesai dari zuhud, calon sufi memasuki tahapan wara’ atau wira’i. Secara harfiah, al-wara’ artinya shalih, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi wara’ adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).[ ]
Meski sebenarnya kami (penyusun makalah) lebih meyakini bahwa zuhud itu lebih tinggi daripada wara’, sebagaimana perkataan Ibnul Qoyim menyebutkan definisi zuhud dan wara’ yang pernah beliau dengar dari gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahumallah[ ]-, Ibnul Qoyim mengatakan; “Saya mendengar Syaikhul Islam – semoga Allah mensucikan ruhnya – pernah mengatakan,“Zuhud adalah meninggalkansesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.” Dan “Wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan membahayakan bagi kehidupan di akhirat.”Kemudian Ibnul Qoyim menegaskan,Ungkapan ini adalah definisi terbaik dan paling mewakili untuk kata zuhud dan wara’. (Madarij as-Salikin, 2/10)[ ].
Berdasarkan pengertian di atas, zuhud lebih tinggi derajatnya dibandingkan wara’.Karena zuhud pasti wara’ dan tidak sebaliknya seperti wara’ yang hanya meninggalkan sesuatu yang sifatnya jika dikhawatirkan atau ragu-ragu saja, apabila tidak khawatirkan maka orang tersebut belum tentu mau meninggalkannya.
c. Tawakkal
Tawakkal bermakna berserah diri. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia, agar tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah SWT. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis/majburyakni menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah SWT.[ ]
Mari kita renungkan kemuliaan besar sifat tawakkal ini yang terungkap dalam sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
“Barangsiapa yang ketika keluar rumah membaca (zikir): Bismillahi tawakkaltu ‘alallahi, walaa haula wala quwwata illa billah (Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya), maka malaikat akan berkata kepadanya: “(sungguh) kamu telah diberi petunjuk (oleh Allah Ta’ala), dicukupkan (dalam segala keperluanmu) dan dijaga (dari semua keburukan)”, sehingga setanpun tidak bisa mendekatinya, dan setan yang lain berkata kepada temannya: Bagaimana (mungkin) kamu bisa (mencelakakan) seorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga (oleh Allah Ta’ala)?”.( HR Abu Dawud (no. 5095) dan at-Tirmidzi (no. 3426), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani).
Arti dari itu semua ialah diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan lurus, diberi kecukupan dalam semua urusan dunia dan akhirat, serta dijaga dan dilindungi dari segala keburukan dan kejelekan, dari setan atau yang lainnya.(Lihat kitab “Fiqhul asma-il husna” (hal. 235).
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Tawakkal kepada Allah adalah termasuk sebab yang paling kuat untuk melindungi diri seorang hamba dari gangguan, kezhaliman dan permusuhan orang lain yang tidak mampu dihadapinya sendiri. Allah akan memberikan kecukupan kepada orang yang bertawakkal kepada-Nya. Barangsiapa yang telah diberi kecukupan dan dijaga oleh Allah Ta’ala maka tidak ada harapan bagi musuh-musuhnya untuk bisa mencelakakannya. Bahkan dia tidak akan ditimpa kesusahan kecuali sesuatu yang mesti (dirasakan oleh semua makhluk), seperti panas, dingin, lapar dan dahaga. Adapun gangguan yang diinginkan musuhnya maka selamanya tidak akan menimpanya. Maka (jelas sekali) perbedaan antara gangguan yang secara kasat mata menyakitinya, meskipun pada hakikatnya merupakan kebaikan baginya (untuk menghapuskan dosa-dosanya) dan untuk menundukkan nafsunya, dan gangguan (dari musuh-musuhnya) yang dihilangkan darinya”.(Lihat Kitab “Bada-i’ul fawa-id” (2/464-465).
d. Ridha (Kerelaan)
Ridha berarti sebuah sikap menerima dengan lapang dada dan senang terhadap apapun keputusan Allah SWT kepada seorang hamba , meskipun hal tersebut menyenangkan atau tidak. Sikap rida merupakan buah dari kesungguhan seseorang dalam menahan hawa nafsunya. Imam Gazali mengatakan bahwa hakikat rida adalah tatkala hati senantiasa dalam keadaan sibuk mengingatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami seluruh aktivitas kehidupan manusia hendaknya selalu berada dalam kerangka mencari keridaan Allah Subhanahu Watala.[ ]Sebagaimana hadits ‘Abbas bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasul-Nya” (Hr.Muslim (no. 34)).
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan ridha kepada Allah Ta’ala, Rasul-Nya dan agama Islam, bahkan sifat ini merupakan pertanda benar dan sempurnanya keimanan seseorang.(Lihat kitab “Syarh shahih Muslim” (2/2) dan “Tuhfatul ahwadzi” (7/311)).
Imam an-Nawawi[ ] – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – ketika menjelaskan makna hadits ini, beliau berkata: “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah Ta’ala, dan tidak menempuh selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diragukan lagi bahwa siapa saja yang memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut (secara nyata)”.(“Syarh shahih Muslim” (2/2)).
Disini akan sedikit kami simpulkan yang semoga bisa kita fahami letak perbedaannya bahwa Zuhud adalah meninggakan dunia dan kehidupan materi demi akhirat, sedangkan wira’i ialah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat). Tawakkal lebih mengarah pada berserah diri, dan ridha ialah sikap menerima dengan lapang dada dan senang terhadap apapun keputusan Allah ázza wajal.
C. Pendapat-pendapat Maqamat Para Sufi
Berikut beberapa pendapat tentang jalan atau cara yang dilalui para tokoh sufi :
1. Abu Bakar Muhammad al-Kalabadi
a) Tobat
b) Zuhud
c) Sabar
d) Kefakiran
e) Kerendahan hati
f) Tawakkal
g) Kerelaan
2. Abu Nashar al-Sarraj al-Thusi
a) Tobat
b) Wara’
c) Zuhud
d) Kefakiran
e) Sabar
f) Tawakkal
g) Kerelaan
3. Al-Ghazali
a) Tobat
b) Sabar
c) Kefakiran
d) Zuhud
e) Tawakkal
f) Mahabbah
g) Makrifat
h) Kerelaan
4. Al-Kalabadzi
a) Tobat
b) Zuhud
c) Sabar
d) Kefakiran
e) Rendah hati
f) Tawakkal
g) Kerelaan
h) Mahabbah
i) Makrifat
5. Abd al-Qasim al-Qusyairi al-Naisaburi
a) Tobat
b) Wara’
c) Zuhud
d) Tawakkal
e) Sabar
f) Rida.[ ]
Kekurangpahaman penyelenggara pendidikan tentang peran dan fungsi kurikulum dapat berakibat fatal... more Kekurangpahaman penyelenggara pendidikan tentang peran dan fungsi kurikulum dapat berakibat fatal terhadap hasil belajar siswa.
Berdasarkan kenyataan ini, penyusun merasa tertarik untuk membahas lebih jauh tentang peran dan fungsi kurikulum yang nanti diharapkan dapat menjadi salah satu sumber belajar bagi para penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyusun suatu karya ilmiah yang berjudul “PERANAN DAN FUNGSI KURIKULUM”.
Dalam kajian ushul al-fiqh, terdapat istilah al-hakim, mahkum bih, mahkum fih dan mahkum alaih. A... more Dalam kajian ushul al-fiqh, terdapat istilah al-hakim, mahkum bih, mahkum fih dan mahkum alaih. Adapun istilah mahkum fih penyusun makalah tidak membahasnya di makalah ini karena penyusun lebih menekankan pada tugas dosen yakni pengertian al-hakim, mahkum bih dan mahkum alaih saja. Dalam perkembanganya istilah-istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda-beda menurut para ulama’, sehingga perlulah kita mengetahui serta memahami apa itu hakim, mahkum bih, dan mahkum alaih. Karena semua pengertian pemahaman mempunyai dasar ataupun latar belakang sendiri. Ushul al-fiqh merupakan alat dalam penetapan hukum, perlu pemahaman lebih dalam penggunaanya.
Konsep dasar tentang; al-hakim, mahkum bih, dan mahkum alaih penuh perbedaan pendapat para ulama dalam pengertian serta penggunaanya dalam hukum islam. Sebagai mukallaf konsep ini perlu diketahui serta dipahami semua umat islam dalam kehidupan sehari-hari.
B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan Al-Hakim dalam Ushul Fiqh ?
2. Apa yang dimaksud dengan Mahkum Bih ?
3. Apa yang dimaksud dengan Mahkum ‘Alaih ?
C. TujuanPenulisan
1. Agar bisa memahami makna Al-Hakim dalam ilmu Ushul Fiqh.
2. Agar bisa mengerti sekaligus tau tentang apa itu maksud Mahkum Bih beserta penjabarannya.
3. Agar bisa mengerti sekaligus tau tentang apa itu maksud Mahkum ‘Alaih beserta penjabarannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hakim (Al-Hakim)
Kata “hakim” yang berasal dari bahasa Arab telah menjadi bahasa Indonesia, yang maknanya sama dengan salah satu dari makna etimologinya dalam bahasa Arab, yaitu; orang yang memutuskan dan menetapkan hukum, yang menetapkan segala sesuatu, dan yang mengetahui hakikat seluk beluk segala sesuatu. Kata hakim juga digunakan untuk menunjuk pengertian hakim di pengadilan.Untuk pengertian yang terakhir ini, dalam bahasa Arab, kata hakim sepadan dengan kata qhadi.Dari segi etimologi fiqh, kata hakim atau qhadi juga menunjuk pengertian hakim yang memutus perkara di pengadilan.[ ]
Adapun menurut terminologi ushul fiqh maka makna dan cakupanya jauh lebih luas, kata hakim menunjuk kepada pihak yang menciptakan dan menetapkan hukum syariat secara hakiki.Dalam hal ini, semua ulama sepakat, hanya Allah yang mencipta dan menetapkan hukum syariat bagi seluruh hamba-nya (Al-Hakim Huwa Allah; al-Hakim adalah Allah). Sebagaimana Firman Allah ta’ala, pada surah al-An’am ayat ke-57, “Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik".
Semua ulama sepakat menyatakan, hanya Allah Subhanahu Wata’ala yang berhak mencipta dan mentapkan perintah dan larangan, dan sejalan dengan itu, hamba-hamba-Nya wajib tunduk dan mematuhi perintah dan larangan-Nya.Dalam konteks penetapan hukum, di lingkungan ulama ushul fiqh dikenal dua istilah yaitu Al-mutsbit li al hukm (yang menetapkan hukum) dan Al-muzhir li al hukm (yang membuat hukum menjadi nyata).Yang dimaksud dengan Al-mutsbit li al-hukm ialah, yang berhak membuat dan menetapkan hukum.Yang berhak membuat dan menetapkan hukum itu hanyalah Allah Subhanahu Wata’ala, tidak siapapun yang berhak menetapkan hukum kecuali Allah. Akan tetapi, perlu ditegaskan kembali, selain digunakan istilah al-hakim dan asy-Syaari’ (pembuat syariat), harus pula ditambahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, bukankarena beliau memiliki wewenang otonom membuat hukum dan syariat, tetapi karena beliaulah yang diberi tugas, antara lain , menjelaskan aturan-aturan hukum syariat yang juga bersumber dari wahyu Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam konteks inilah dikenal dua macam bentuk wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu yang biasa disebut dengan istilah wahyu matluw (wahyu yang dibacakan/Al-Qur’an) dan wahyu ghairu matluw (wahyu yang tidak dibacakan/Al-Hadits/As-Sunnah).[ ]
Dari definisi hukum dan penjelasan satu persatu dari rangkaiannya, dapat diambil pengertian bahwa hakim adalah;
1. Pembuat hukum, yang menetapkan hukum,yang memunculkan hukum dan yang membuat sumber hukum.
2. Hakim adalah yang menemukan hukum,yang menjelaskan hukum,yang memperkenalkan hukum dan yang menyingkap hukum.[ ]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Jumhur-Fuqaha berpendapat bahwa Al-Hakim adalah Allah Subhanahu Wata’ala.Dialah pembuat hukum dan menjadi satu-satunya sumber hukum yang wajib ditaati dan diikuti oleh semua mukallaf. Dan dari pemahaman seperti ini pulalah, para ahli ushul bersepakat untuk membuat sebuah teori bahwa “Tidak ada hukum kecuali yang bersumber dari Allah, sedangkan dasar munculnya teori tersebut adalah firman Allah ta’ala pada ayat-ayat-Nya yang mulia, yaitu;
a) Al-An’am:57
“Menetapkan hukum itu hanyalah Allah.Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”.
b) Al- Maidah;49,44 dan 45
- Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.
- Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
- Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
B. Pengertian Mahkum Bih
Adalah perbuatan manusia yang hukum syara’ ditemukan didalam perbuatan tersebut, baik berupa tuntutan,pilihan atau wadl’iy.Sebagian ulama ushul fiqh menggunakan istilah mahkum bih untuk menunjuk pengertian objek hukum. Adapun yang menjadi objek hukum (mahkum bih) adalah perbuatan mukallaf, yaitu gerak atau diamnya mukallaf. Dalam hal ini, yang dapat diberi ketentuan, wajib, sunnah, makruh,atau haram,atau mubah adalah perbuatan mukallaf.
1. Syarat-syarat Objek Hukum (Mahkum Bih).
Agar suatu perbuatan mukallaf pantas diberi predikat salah satu dari hukum taklifi yang lima, maka perbuatan tersebut mestilah memenuhi beberapa kriteria persayaratan. Kriteria perbuatan seorang mukallaf yang dapat diberi predikat hukum taklifi ialah sebagai berikut;
a) Seorang mukallaf mestilah mengetahui dengan jelas bahwa yang memerintahkan atau melarang, atau memberi pilihan untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan itu adalah Asy’Syari’. Karena itu, suatu perintah atau larangan yang tidak memiliki landasan yang jelas, baik langsung maupun tidak langsung, berasal dari Al-Qur’an atau hadits, tidak dapat diberi predikat hukum taklifi.
b) Suatu perbuatan yang diperintahkan untuk dilakukan mukallaf atau ditinggalkannya, atau diberi kebebasan kepadanya untuk melakukan atau meninggalkannya, mestilah diketahui dan dipahami dengan jelas oleh mukallaf tersebut. Hukum taklifi tidak dapat diterapkan kepada perintah atau larangan yang tidak jelas. Misalnya, pada surah al-Baqarah;43, yakni perintah melaksanakan shalat dan membayar zakat pada ayat tersebut masih bersifat umum, dan belum ada perincian tatacara,waktu,jumlah rakaat dan rukun serta persyaratannya. Semata-mata berdasarkan ayat diatas saja, seorang mukallaf belum dikenai hukum wajib melaksanakan shalat.Karena itulah rasulullah SAWkemudian memberi contoh dan penjelasan tentang shalat yang diperintahkan Allah, sehingga setelah jelas perinciannya, barulah kepada perbuatan mukallaf dapat diberi predikat hukum taklifi, yakni wajib melaksanakan shalat.
c)Suatu perbuatan yang diperintahkan kepada mukallaf atau dilarang melakukannya atau ia bebas memilihnya, haruslah dalam batas kemaampuan manusia untuk melakukan atau meninggalkannya. Sebab perintah dan larangan Allah SWT adalah untuk dipatuhi dan demi kemaslahatan mukallaf. Oleh karena itu, Allah SWT tidak pernah dan tidak akan memrintahkan atau melarang suatu perbuatan yang manusia tidak mampu mematuhinya. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah;286.[ ]
2. Macam-Macam MahkumBih
Para ulama Ushulfiqh membagi mahkum bih menjadi dua segi : yaitu dari segi kebenaranya yakni dari segi material dan Syara’[ ] yang terdiri atas :
a) Perbuatan yang secara material ada, tidak termasuk perbuatan syara’ : misalnya makan dan minum, adalah perbuatan mukalaf, namun makan itu tidak terkait hukum syara’.
b) Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab hukum syara’, misalnya perzinaan, pencurian, dan pembunuhan, yakni adanya hukum syara’, yaitu hudud dan qishas.
c) Perbuatan yang secara material ada dan baru bernilai dalam syara’ apabila memenuhi rukun dan syarat yang telah di tentukan, misalnya shalat dan zakat.
d) Perbuatan yang secara material diakui syara’ yang mengakibatkan adanya hukum syara’ misalnya : nikah, jual beli dan sewa menyewa.[ ]
C. Pengertian Mahkum ‘Alaih
Para ulama’ ushul fiqh mengatakan bahwa yang di maksud dengan mahkum alaih adalah seseorang yang perbuatanya di kenai khitab (tuntutan) Allah ta’ala, yang disebut dengan mukallaf.
Secara etimologi, mukallaf berarti yang di bebani hukum. Dalam ushul fiqqh, istilah mukallaf di sebut juga mahkum alaih (subjek hukum). Orang mukallaf adalah orang yang telah di anggap mampu bertindak melaksanakan hukum, baikyang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Seluruh tindakan hukum mukallaf harus di pertanggungjawabkan. Apabila ia mengerjakan perintah Allah, maka ia mendapatkan imbalan pahala dan kewajibannya terpenuhi, sedangkan apabila ia mengerjakan larangan Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan kewajibannya belum terpenuhi.[ ]
MAKALAH PERADABAN ISLAM MASA KERAJAAN TURKI USTMANI Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ... more MAKALAH
PERADABAN ISLAM MASA KERAJAAN TURKI USTMANI
Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
SEJARAH PERADABAN ISLAM
DOSEN : Arif Wahyudi, M.Pd.I
Oleh:
YUSUUF ARIFIN
PAI B / III
PROGAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG
November 2016
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Turki Ustmani
Dinasti Turki Ustmani merupakan kekhalifaan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa. Bangsa Turki memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam.[ ]
Munculnya dinasti Ustmani di Turki terjadi pada saat dunia Islam mengalami fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari pemerintahan Abbasiyah (kira-kira abad ke-9). Sebelum itu, sekalipun telah ada kekuasaan bani Umayyah di Andalusia (755-1031 M) dan Bani Idris di bagian barat Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itu semakin menjadi pada sejak abad ke-9 M. Pada abad itu muncul berbagai dinasti seperti Aghlab, di Kairawan (800-909 M), Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani Saman di Bukhara (874-1001 M) dan Bani Buwaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M). Kerajaan Ustmani berkuasa secara meluas di Asia kecil sejak munculnya pembina dinasti ini yaitu Ottoman, pada tahun 1306 M. Golongan Ottoman mengambil nama mereka dari Ustman I (1290-1326 M), pendiri kerajaan ini dan keturunannya berkuasa sampai 1922. Di antara negara muslim, Turki Ustmani yang dapat mendirikan kerajaan yang paling besar serta paling lama berkuasa. Pada masa Sultan Ustman, orang Turki bukan merebut negara-negara Arab, tetapi juga seluruh daerah antara Kaukasus dan kota Wina. Dari Istanbul, ibu kota kerajaan itu, mereka menguasai daerah-daerah di sekitar laut tengah dan berabad-abad lamanya Turki merupakan faktor penting dalam perhitungan ahli-ahli politik di Eropa Barat. Dinasti Turki Ustmani merupakan kekhalifaan Islam yang mempunyai pengaruh besar dalam peradaban di dunia Islam.[ ]
B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Ustmani
Kerajaan Turki Ustmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang umat Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke arah barat. Bangsa Mongol itu mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam yang berada di bawah kekuasaan dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M. Sulaiman Syah meminta perlindungan kepada Jalal Ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm Syah tersebut di Transoksania, sebelum dikalahkan oleh assukan Mongol. Jalal ad-Din memberi jalan agar Sulaiman pergi ke Barat ke arah Asia kecil, dan di sanalah mereke menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah Syam setelah ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam tersebut, pemimpin orang-orang Turki tersebut hanyut di suangi Euphrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar, tahun 1228.[ ]
Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthogrol (Arthogrol), anak Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya kepada Sultan Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil.[ ]
Di sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk yang sedang berperang melawan Bizanthium.[ ] Pada waktu itu bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekeuasaan kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya tambahan pasukan baru dari saudara sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas Romawi. Sultan gembira dengan kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada Erthogrol wilayah yang berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol membangun tanah perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan merongrong wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat kekuasaannya. Dinasti Saljuk Rum sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti tersebut telah berkuasa di Anatholia bagian tengah kurang lebih dua ratus tahun lamanya, sejak tahun 1077 hingga tahun 1300.
Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang diperkirakan lahir tahun 1258. Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama untuk kerajaan Turki Ustmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Ustman ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sultan Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin baru itu dapat meneruskan kepemimpinan pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak istimewa kepada Ustman dan mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey di belakang namanya. Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri dan didoakan dalam khutbah jum’at. Namun demikian, sebagian ahli menyebutkan bahwa Ustman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol, sehingga Usman adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji telah meniggal sebelum ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon kepada Sultan Saljuq atas perintah ayahnya Erthogrol untuk tinggal menetap di wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan makanya Erthogrol ketika menerima berita ini sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal dan gembira karena permohonannya untuk menettap di wilayah Saljuq itu dikabulkan oleh Sultan.[ ]
Ketika Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan dilanjutkan oleh Ustman. Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan Ustmani. Ustman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan dengamn kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuq Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmanpun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Ustman I.[ ]
A. LatarBelakang Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau me... more A. LatarBelakang
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Namun manifestasi atau perwujudan dasarnya adalah merupakan proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan atau penguasaan terhadap keterampilan dan perubahan yang berupa sikap. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai berbagai macam dari definisi Manifestasi Perilaku Belajar itu sendiri.
B. RumusanMasalah
1. Apa makna Manifestasi Perilaku Belajar ?
2. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Kebiasaan ?
3. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Keterampilan ?
4. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Pengamatan ?
5. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Berfikir Asosiatif dan Daya Ingat ?
6. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Berfikir Rasional dan Kritis ?
C. TujuanPenulisan
1. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi (Perwujudan) Perilaku Belajar.
2. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Kebiasaan.
3. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Keterampilan.
4. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Pengamatan.
5. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Berfikir Asosiatif dan Daya Ingat.
6. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Berfikir Rasional dan Kritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manifestasi Perilaku Belajar
Manifestasi atau perwujudan atau menurut istilah sebagai sebuah hasil dari apa yang dilakukan, yang berupa positif maupun negatif.
Adapun pengertian Manifestasi sendiri menurut kami cukup terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat: Tindakannya itu sebagai suatu manifestasi kemarahan hatinya.
2. Perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan: Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan manifestasi cita-cita bangsa. Akan tetapi manifestasi belajar berarti sebuah pernyataan atau perwujudan yang diperoleh sebagai reaksi dari sebuah proses belajar karena proses belajar (yang benar ataupun yang tidak benar) tetap akan membuahkan sebuah hasil. Hasil inilah yang disebut sebagai manifestasi belajar. Lebih lanjut perlu dibahas pengertian belajar menurut para ahli.[ ] Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadian dan perilaku individu.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa : “sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar”. Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.[ ]
Manifestasi Perilaku Belajar merupakan suatu perwujudan, sebuah hasil dari sebuah pembelajaran. Perwujudan dan perilaku belajar akan tampak bagi seorang siswa yang telah mengalami proses pembelajaran.
B. Manifestasi Kebiasaan
Kebiasaan dalam diri seseorang yang telah belajar akan tampak mengalami perubahan. Menurut Burghardt (1973) kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar kebiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan inilah muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.[ ]
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan.contoh : seorang siswa yang belajar bahasa secara berulang-ulang, ia akan cenderung menghindari penggunaan bahasa yang salah, akhirnya ia akan terbiasa menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Misalnya seseorang yang belajar mengetik, proses selama belajar mengetik akan membentuk suatu kebiasaan tersendiri dalam hal mengetik pada pribadi yang melakukan pembelajaran itu. Ia akan mengetik dengan menggunakan sepuluh jari. Mengetik dengan sepuluh jari merupakan suatu kebiasaan yang diperoleh setelah proses belajar. Kebiasaan diperoleh semenjak seseorang masih bayi. Untuk itu orang tua dan guru bertugas untuk menanamkan kebiasaan yang baik pada anak dan anak didiknya. Pepatah melayu mengatakan “ala bisa karena biasa”, betapa penting pembiasaan terhadap pribadi anak dan anak didik karena kebiasaan akan melahirkan kebisaan (kemampuan). Kalau anak diajarkan berdo’a dan dididik berdo’a setiap kali akan makan maka ia akan terbiasa berdo’a sebelum makan tanpa disuruh atau diperingatkan.[ ]
C. Manifestasi Keterampilan
Ketrampilan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot, seperti mengetik, mengemudi, menjahit, dan lain-lain. Ketrampilan termasuk bersifat motorik, meskipun bersifat motorik ketrampilan memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya moyotik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang yeliti dan kesadaran tinggi. Dengan demikian, siswa yang mengeluarkan gerakan motorik degan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.[ ] Jadi, seorang anak yang melakukan gerakan dengan tanpa diiringi koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi berarti anak tersebut belum disebut terampil atau tidak terampil.[ ]
Menurut Reber (1988) : “ketrampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapih secara mulusdan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu”. Terampil atau tidaknya seseorang dapat kita ketahui dari ciri-ciri sebagai berikut :
1. Ketelitian yang ditandaidengan jumlah kesalahan minimum.
2. Koordinasi sistem respons yang harmonis dan teliti.
3. Kecepatan, yang ditandai dengan lamanya waktu yang di perlukan dalam menyelesaikan suatu kegiatan dengan jumlah kesalahan minimum atau tidak asal-asalan. Sebagai contoh adalah seseorang yang memiliki keterampilan bermain guitar. Kita dapat melihat ketelitian dan kepiawaiannya dalam memetik dawai-dawai guitar dan memindahkan jemari tangannya dari satu kunci ke kunci yang lain sebagai bentuk dari sistem koordinasi harmonis.[ ]
MAKALAH TASYRI’ PADA MASA TABI’IN Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah TARIKH TASYRI’ DO... more MAKALAH
TASYRI’ PADA MASA TABI’IN
Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
TARIKH TASYRI’
DOSEN : Siti Nurhidayatul H, M.Pd.I
Oleh:
YUSUUF ARIFIN
PAI B / III
PROGAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG
September 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH Subhaanahu Wata’aalaa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang di ajukan untuk memenuhi salah satu mata tugas kuliah“Tarikh Tasyri’” di STAIM Tulungagung.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membimbing kita dari jaman jahiliah munuju ke zaman yang telah diridhoi oleh Allah Subhanahu Wata’ala yaitu Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi oleh-Nya.
Dengan selesainya makalah ini dengan judul “Tasyri’ Pada Masa Tabi’in” Penyusun mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Nurul Amin M.Ag selaku ketua STAI Muhammadiyah Tulungagung.
2. Bu Siti Nurhidayatul H, M.Pd.I selaku dosen pembimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
3. Serta teman-teman yang ikut serta membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu dengan kerendahan hati,kami mengharap kepada semua pihak segala kritik dan saran atas kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya dengan syukur alhamdulilah atas selesainya masalah yang kami buat ini, teriringi doa semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya pembaca pada umumnya.
Tulungagung, 9 September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Tabi’in 2
B. Kondisi Masyarakat 3
C. Sumber Tasyri’ Pada Masa Tabi’in 6
D. Munculnya Hadits-hadits Palsu (Maudhu’) 11
E. Ijtihad Pada Masa Tabi’in 12
F. Munculnya Mufti Masyhur Masa Tabi’in 13
BAB III: PENUTUP
KESIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 17
A. LatarBelakang
Islam adalah agama yang benar yang diridhai Allah. Agama yang bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu dan tempat tertentu. Dan ruang lingkup keberlakuan ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah untuk semua umat manusia, dimanapun mereka berada. Islam dapat diterima oleh seluruh manusia di muka bumi ini atas kehendak-Nya. Sejak awal mula sejarah islam hukum bersumber pada Syari’ah (wahyu Allah dan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam). Dan dalam pembahasan hukum islam, terdapat masa-masa dimana terdapat penetapan hukum islam. Melalui makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai Hukum Islam pada masa Tabi’in.
B. RumusanMasalah
1. Seperti Apakah Kondisi Tarikh Tasyri’ dimasa Tabi’in?
2. Bagaimana Kondisi Masyarakat beserta Keadaan Pendidikannya dimasa Tabi’in itu?
3. Apa Penyebab Munculnya Hadits-haditas Palsu dimasa Tabi’in ?
4. Siapa Sajakah Mufti Mashur Pada Masa Tabi’in ?
C. TujuanPenulisan
1. Agar Mengetahui Kondisi Tarikh Tasyri’ dimasa Tabi’in.
2. Agar Kita Mengetahui Keadaan Masyarakat Beserta Pendidikannya pada Masa Tabi’in
3. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Penyebab Munculnya Hadits-hadits Palsu di Masa Tabi’in.
4. Agar Kita Tahu dan Mengenal Siapa Saja Mufti dimasa Tabi’in.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tabi’in
Tabi'in artinya pengikut, adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah Para sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup di masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Generasi Tabi’in mengambil dan penerimaan pelajaran dari sahabat mengenai tafsir Al-Qur’an, hadis, fatwa-fatwa mereka dan lebih khususnya pengetahuan penetapan hukum serta metode- metode penetapan-penetapan hukum.[ ] Keberadaan Tabi’iin ini diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat (At-Taubah 100).
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١٠٠
Artinya: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 100).
Keberadaan Tabi’in juga dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’uttabi’in). ”[Diriwayatkanoleh Al-Bukhaariy no. 3650. Diriwayatkan pula oleh Muslim no. 2535, An-Nasaa’iy 7/17, Ahmad 4/426-427, dan Abu Dawud no. 4657.]. Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memberitakan, sesungguhnya sebaik-baik generasi adalah generasi Beliau secara mutlak. Itu mengharuskan (untuk) mendahulukan mereka dalam seluruh masalah (berkaitan dengan) masalah-masalah kebaikan”.[ ]
B. Kondisi Masyarakat
Saat itu pandangan pemerintah terhadap ilmu pengetahuan sungguh antusias terbukti dengan banyaknya pembuktian ilmu pengetahuan yang terdiri diantaranya tentang hukum Islam, As-Sunnah, tafsir dan lain-lain. Karena banyaknya sahabat-sahabat yang sudah wafat, maka sebagian sahabat yang masih hidup adalah sebagai guru dari orang-orang yang meminta fatwa serta belajar kepadanya, mereka mempunyai hadits-hadist dan yang diriwayatkan dalam jumlah yang besar, sebagian diantaranya : Musnad Abu Hurairah 313 halaman dari Musnad Ahmad bin Hambal, Musnad Abdullah bin Umar 156 halaman, dalam Musnad Abu Bakar tertulis 41 halaman serta Musnad Ali dalam 85 halaman.
Zaman tabi’in ini pemerintahanya dipimpin oleh Bani Umayyah. Pemerintahan ini dipimpin oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan radhiallahu’anhu yang sebelumnya pernah menjadi Gubernur Damaskus. Fitnah besar yang dihadapi umat islam pada akhir pemerintahan khalifah Ali ibn Abi Thalib radhiallahu’anhu ini adalah tahkim.
Pendukung Ali yang tidak menyetujui tahkim tidak lagi mendukung Ali (sehingga mereka keluar dari Jama’ah umat rasulullah Shallallau’alaihi Wasallam) yang kemudian dikenal sebagai Khawarij. Kelompok ini memusuhi sahabat bahkan mengkafirkan orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim. Dengan terbunuhnya Ali kemudian Muawiyah mengambil alih kepemimpinan umat islam dengan digantinya sistem pemerintahan menjadi sistem kerajaan. Ketika itu umat islam, terpecah menjadi 3 yaitu golongan khawarij, golongan syi’ah, dan jumhur. Fase ini merupakan awal zaman Tabi’in.[ ]
1. Khawarij adalah mereka yang kecewa dengan proses tahkim (Perdamaian) pada masa Ali. Akibat kejahilan mereka akan ilmu Sunnah Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam, mereka mengkafirkan Ali pun juga Muawiyah Radhiallahu’anhuma serta siapa saja yang terlibat dan setuju dengan tahkim. Dan mereka berpendapat wajib untuk melantik seorang khalifah yang taat agama versi mereka.
2. Syi’ah adalah orang- orang yang fasik dengan dalih mengutamakan Ali- Bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu. Mereka mengangap khalifah hanya milik Ali dan keturunannya saja, pemikiran ini muncul dari seorang yang bernama Abdullah bin Saba’ yang berpura-pura masuk Islam pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi dari Shan’a, Yaman, yang berpura-puramasuk Islam dan berpura-pura menampakkan rasa cinta kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Dialah yang menjadi penyebab utama terbunuhnya Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
3. Jumhur kaum Muslimin adalah mayoritas muslim yang meiliki sifat adil dan selalu berhati-hati. Saat itu pandangan pemerintah terhadap ilmu pengetahuan sungguh antusias terbukti dengan banyaknnya pembuktian ilmu pengetahuan yang terdiri diantaranya tentang hukum Islam, As-Sunah, Tafsir dan lain-lain. Pada saat itu karena banyaknya sahabat yang sudah meninggal, maka sebagian sahabat yang masih hidup adalah sebagai guru dari orang- orang yang meminta fatwa serta belajar kepadannya.
A. Latar Belakang Perencanaan adalah pemikiran sebelum pelaksanaan sesuatu tugas.Apabila penyusun... more A. Latar Belakang
Perencanaan adalah pemikiran sebelum pelaksanaan sesuatu tugas.Apabila penyusun cermati secara keseluruhan maka Perencanaan Pengajaran berarti pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum mengajar tersebut di dalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu situasi interaksi guru – murid, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Karena dengan perencanaan itu, maka seseorang guru akan bisa memberikan pelajaran dengan baik, karena ia dapat menghadapi situasi di dalam kelas secara tegas, mantap dan fleksibel.
Karena membuat perencanaan yang baik, maka seorang akan tumbuh menjadi seorang guru yang baik. Seorang bisa menjadi guru yang baik adalah berkat pertumbuhan, berkat pengalaman dan akibat dari hasil belajar yang terus menerus, walaupun faktor bakat ikut pula berpengaruh.
Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan, buaian, tumbuh berkembang dari anak-anak, remaja, sehingga menjadi dewasa sampai keliang lahat, sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat. Oleh sebab itu, tidak lah heran jika konsep belajar dan pembelajaran perencanaan lah yang dahulu lebih ditekankan kepada istilah mengajar atau pengajaran, yang berfokus pada aktivitas guru (teacher-centered) menuju pembelajaran yang berfokus kepada aktivitas siswa (student-centered).Karena aktivitas mengajar tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belajar karena sambil mengajar pada hakikatnya guru juga belajar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Maksud dari Perencanaan Pembelajaran?
2. Bagaimana Prinsip-prinsip Umum atau Dasar yang Harus Dijadikan Pegangan Guru Dalam Proses Perencanaan Pembelajaran ?
3. Apa Saja Masalah-masalah Pokok Dalam Perencanaan Pembelajaran ?
4. Bagaimana Cara Untuk Menyusun Langkah-langkah Perencanaan Pembelajaran?
5. Apa Saja Macam-macam Perencanaan Pembelajaran itu?
6. Apa Saja Manfaat dan Pentingnya Perencanaan Pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar Kita Mengetahui Maksud dari Perencanaan Pembelajaran.
2. Agar Kita Mengetahui Prinsip-prinsip Umum Dalam Proses Perencanaan Pembelajaran.
3. Agar Kita Mengetahui Masalah-masalah Pokok Dalam Proses Perencanaan Pembelajaran.
4. Agar Kita Mengetahui Cara Untuk Menyusun Langkah-langkah Perencanaan Pembelajaran.
5. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Macam-macam Perencanaan Pembelajaran.
6. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Manfaat dan Pentingnya Perencanaan Pembelajaran.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang berbagai kajian keilm... more Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang berbagai kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadits banyak sekali bahasan dalam ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, terutama masalah ilmu hadits.
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam.Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya segi pandangan saja.Misalnya hadits ditinjau dari segi kualitas sanad dan matannya yang tentu peninjauan inti tersebut adalah bagaimana derajat hadist itu sendiri.Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadits maka pada bahasan ini kami akan membahas pembagian hadits dari segi kualitas sanad baik dia shahih, hasan ataupun dha’if.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pembagian hadits dari segi kualitas sanad?
2. Apa yang dimaksud dengan hadits Shahih, Hasan atau Dha’if itu?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar kita mengetahui pembagian hadits dari segi kualitas sanad.
2. Agar kita bisa memahami secara rinci apa itu yang dimaksud dengan hadits Shahih, Hasan ataupun Dha’if.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Shahih
1. Definisi Hadits Shahih
Kata “Shahih” dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata “as-saqim” orang yang sakit, jadi yang dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Hadits yang bersambung sanad (jalur transmisi) nya melalui periwayatan seorang periwayat yang ‘adil, Dhabth, dari periwayat semisalnya hingga ke akhirnya (akhir jalur transmisi), dengan tanpa adanya syudzûdz (kejanggalan) dan juga tanpa ‘illat (penyakit).
Atau bisa disimpulkan juga bahwa hadits shahih adalah hadits yang sanadnya muttashil (bersambung) melalui periwayatan para perawi yang ‘adil, dhabth dan mutqin di setiap thabaqahnya hingga berakhir ke ujung sanadnya, terbebas dari berbagai penyakit seperti syaadz (keganjilan) ataupun mu’allal (mempunyai cacat atau ‘illat).
Hadits shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih lidzatihi dan shahih lighairihi.Shahih lidzatihi (dalam bahasa Indonesia bermakna : shahih dengan zatnya) yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah disebutkan diatas, atau dengan kata lain, ia memang telah shahih dengan sendirinya tanpa bantuan penguat dari jalur lain. Adapun shahih lighairihi (bermakna : shahih dengan selainnya) yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat diatas secara maksimal seperti misalnya diantara para perawinya ‘adil namun ada yang kurang dhabth atau kurang mutqin, dan ia dikuatkan oleh perawi lain yang satu thabaqah dengannya dari jalur yang lain, jadi ia shahih dengan bantuan penguat dari jalur lain.
Diantara syarat-syarat perawi ‘adil, yaitu ia haruslah beragama Islam, telah baligh, berakal atau mumayyiz, selamat dari sifat fasiq dan selamat dari kebiasaan-kebiasaan yang tidak Islami. 3 syarat pertama diwajibkan ketika ia menyampaikan hadits, adapun untuk menerima hadits maka tidak disyaratkan ia telah baligh dan mumayyiz.Dan kedhabithan para perawi hadits terbagi menjadi dua, yaitu dhabth hapalan (hifzh), maksudnya adalah ia menguasai hadits dengan hapalan-hapalannya. Yang kedua adalah dhabth kitab, maksudnya adalah ia menguasai hadits dengan bantuan catatan-catatannya atau kitabnya. Oleh karena itu kerapkali kita temukan perkataan para ulama ketika men-jarh wa ta’diil mengenai seorang perawi, “Fulan shahih jika meriwayatkan dari kitabnya, adapun dari hapalannya maka ia dha’iif,” dan sebaliknya.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berputarnya zaman berbagai macam pemikiran manusia ... more PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berputarnya zaman berbagai macam pemikiran manusia pun terus berkembang, baik dari belahan bumi timur, barat, selatan dan utara semua menjadi dekat dengan berbagai macam sarana kemajuan alat komunikasi.
Setiap manusia menyadari bahwa mereka tidaklah hidup sendiri, mereka senantiasa hidup berdampingan dengan berbagai elemen masyarakat.Pelan tapi pasti berbagai pemikiran manusia yang mulanya hanya seputar politik ataupun ekonomi kini pemikiran tersebut telah menyentuh ranah agama.
Dizaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam jika ada pemikiran yang menyimpang mengenai agama yang dibawanya tentu beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak akan tinggal diam, apalagi mengatasnamakan Islam sebagi alirannya. Beliau awali dengan dakwah, mengingatkan dengan kelemah lembutan beliau, hingga akhirnya peperangan pun tidak ragu untuk beliau perintahkan kepada para sahabatnya. Sebagai contoh kecil adalah Musailamah Al-Kadzab, ia merupakan seseorang yang mengaku Nabi Palsu dizaman beliau
Berbagai macam fitnah telah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam sabdakan sejak 1.400 tahun yang lalu, mengenai berbagai macam golongan-golongan sesat yang membangkang kepada ajarannya.Dan yang menentang para Khulafaur Rasyidin dan memisahkan diri dari kaum muslimin. Dengan berbagtai macam dalih hawa nafsu, merekapun membuat kelompok baru dan sungguh benar apa yang dikatakan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pun benar-benar terjadi, mulai dari dibunuhnya Sayyidina Umar Radhiallahu ‘Anhu ketika Sholat, dibunuhnya Sayyidina Ustman Bin Affan oleh para pemberontak, hingga fitnah yang menimpa Sayyidina Ali Radhiallahu ‘Anhu
Pada makalah ini kami selaku penyusun makalah secara ringkas akan membahas mengenai sejarah dan apapun yang berkaitan dengan Mu’tazilah dan Syi’ah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Inti dari Pemahaman Mu’tazilah?
2. Bagaimana Inti dari Pemahaman Syi’ah ?
3. Bagaimana Sejarah Awal Mulanya Mu’tazilah dan Syi’ah Muncul ?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar kita mengetahui Inti Pemahaman Mu’tazilah.
2. Agar kita mengetahui Inti Pemahaman Syi’ah.
3. Agar Kita Bisa Memahami Awal Mula Munculnya Aliran Mu’tazilah dan Syi’ah.
A. Rumusan Masalah 1. Apa tujuan KH. Ahmad Dahlan Mendirikan Muhammadiyah? 2. Bagaimana Majelis T... more A. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan KH. Ahmad Dahlan Mendirikan Muhammadiyah?
2. Bagaimana Majelis Tarjih itu terbentuk?
3. Seperti apa Sistem Pendidikan Muhammadiyah itu?
B. Tujuan Penulisan
1. Agar bisa mengetahui lebih jauh tujuan KH. Ahmad Dahlan Mendirikan Muhammadiyah.
2. Agar kita bisa Mengetahui Sejarah Berdirinya Majelis Tarjih.
3. Agar kita bisa Memahami Sistem Pendidikan yang telah dilakukan oleh Organisasi Muhammadiyah
C. Latar Belakang
Sebagai sebuah gerakan Islam yang lahir pada tahun 1912 Masehi dan kini hampir memasuki usia 100 tahun, telah banyak yang dilakukan oleh Muhammadiyah bagi masyarakat dan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga harus diakui bahwa Muhammadiyah memiliki kontribusi dan perhatian yang cukup besar dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Persyarikatan Muhammadiyah telah menempuh berbagai usaha meliputi bidang dakwah, sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya, yang secara operasional dilaksanakan melalui berbagai institusi organisasi seperti majelis, badan, dan amal usaha yang didirikannya.
KH. Ahmad Dahlan merumuskan sebuah sistem baru model pendidikan dengan menggabungkan sistem pondok dan gaya pendidikan barat yang dikemas untuk menyebarkan agama islam demi mencetak manusia yang mempunyai landasan gerakan tajdid dan tanzih dalam koridor Islam yang dikembalikan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, serta mengesampingkan status sosial maupun fasilitas yang ada.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hipotesis Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhad... more BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya[ ]. Sedangkan Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96) [ ], hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif hipotesis tidak dirumuskan, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji dengan pendekatan kuantitatif
Pengertian Hipotesis Penelitian | Hipotesis (hypo = sebelum; thesis = pernyataan, pendapat) adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya. Biasanya, dalam sebuah penelitian kita merumuskan suatu hipotesis terhadap masalah yang akan diteliti. Jadi, pengertian hipotesisadalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena, jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori, dan belum menggunakan fakta. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalaan.
Sebagai contoh, ada sebuah pertanyaan tentang; apakah tamatan SMU yang memiliki nilai UN tinggi akan mampu menyelesaikan studi perguruan tinggi dalam waktu yang relatif lebih cepat? Pertanyaan ini dapat kita ubah menjadi pernyataan sebagai berikut: ada hubungan positif antara nilai UN SMA dan prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Kalimat yang terakhir ini adalah bentuk suatu rumusan hipotesis yang menghubungkan dua variabel, yaitu nilai UN dan prestasi belajar. Dengan demikian, hipotesis ini memberikan arah pada penelitian yang harus dilakukan[ ].
B. Fungsi Hipotesis
Hipotesis pada penelitian itu sendiri berfungsi sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara langsung dapat diuji dalam penelitian.
3. Memberikan arah penelitian.
4. Memberi kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.
Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu penelitian (Fraenkel Wallen, 1990: 40) dalam Yatim Riyanto, (1996: 13). Lebih lanjut hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hipotesis belum tentu benar. Benar tidaknya suatu hipotesis tergantung hasil pengujian dari data empiris.
Menurut Suharsimi Arikunto (1995:71) hipotesis didefinisikan sebagai alternative dugaan jawaban yang dibuat oleh penelitian bagi problematika yang diajukan dalam penelitian. Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian. Dengan kedudukan itu maka hipotesis dapat berubah menjadi kebenaran, tetapi juga dapat tumbang sebagai kebenaran.
Penelitian yang dilakukan sebenarnya tidak semata-mata ditujukan untuk menguji hipotesis yang diajukan, tetapi bertujuan menemukan fakta yang ada dan yang terjadi dilapangan. Pernyataan diterima atau ditolaknya hipotesis tidak dapat diidentikkan dengan pernyataan keberhasilan atas kegagalan penelitian. Perumusan hipotesis ditujukan untuk landasan logis dan pemberi arah kepada proses pengumpulan data serta proses penyelidikan itu sendiri (John W.Best, dalam Sanapiah Faisal, 1982 dan Yatim Riyanto, 1996). Ringkasnya yaitu tujuan penelitian mengajukan hipotesis adalah agar dalam kegiatan penelitian tersebut terfokus hanya pada informasi atau data yang diperlukan bagi pengujian hipotesis. Peneliti dituntut agar hati-hati dan cermat dalam penelitiannya[ ].
C. Jenis-jenisHipotesis
1. Hipotesis Dilihat dari Kategori Rumusannya
Menurut Yatim Riyanto (1996: 13) hipotesis dilihat dari kategori rumusannya dibagi menjadi dua, yaitu hipotesis nihil( null hypotheses) disingkat menjadi Ho dan hipotesis alternative (alternative hypotheses) biasanya disebut hipotesis kerja atau disingkat Ha.
• Hipotesis nihil (Ho) yaitu hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan atau pengaruh antara variable dengan variable yang lain.
Contoh : tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SD.
• Hipotesis alternative (Ha) yaitu hipotesis yang menyatakan adanya hubungan atau pengaruh antara variable dengan variable lain.Contoh ; ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SD. Hipotesis alternative ada 2 macam yaitu directional hypotheses dan nondirectional hypotheses (Fraenkel dan Wallen, 1990: 42; Suharsimi Arikunto, 1989 :57).
BAB II PEMBAHASAN A. Makna Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Diantara makna manag... more BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Manajemen Konflik
1. Pengertian Manajemen
Diantara makna managemen yaitu :
a. Manajemen dalam arti luas : menunjuk pada rangkaian kegiatan , dari perencanaan akan dilaksanakannnya kegiatan sampai penilaiannya.
b. Manajemen dalam arti sempit : terbatas pada inti kegiatan nyata, mengatur atau mengelola kelancaran kegiatan, mengatur kecekatan personal yang melaksanakan, pengaturan sarana pendukung, pengaturan dana, dan lain-lain, tetapi masih terkait dengan kegiatan nyata yang sedang berlangsung.
c. “Manajemen” dari bahasa Inggris “ Administration”, sebagai “the management of excecutive affairs”. Dalam pengertian ini, manajemen bukan hanya pengaturan yang terkait dengan pekerjaan tulis-menulis, tetapi pengaturan dan arti luas .
2. Pengertian Konflik
Ditinjau dari akar katanya, istilah konfllik berasal dari kata configrere atau conficium, yang artinya benturan menunjuk kepada semua benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, pertentangan, oposisi, dan interaksi-interaksi yang bersifat antagonis. Beberapa pendapat menyatakan bahwa:
a. Afzalur Rahim menyatakan bahwa konflik dapat didefinisikan sebagai keadaan interaktif yang termanifestasikan kedalam sikap ketidakcocokan, pertentangan, atau perbedaan dengan atau antara entitas social, seperti individu, kelompok, atau organisasi.
b. Wahyosumidjo yang mendefinisikan konflik secara lebih simple, yaitu segala macam bentuk hubungan manusia yang mengandung sifat yang berlawanan .
Menurut hemat kami, dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen konflik merupakan suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk mengendalikan konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.
B. Sumber-sumber Konflik di Lembaga Pendidikan Madrasah
Sumber-sumber konflik pada setiap individu yang mengalaminya sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada persepsi atau penafsiran individu terhadap lingkungannya. Sumber-sumber yang menjadi pendahulu terjadinya konflik dalam lembaga pendidikan madrasah antara lain adalah;
a. Adanya persaingan
b. Ketergantungan pekerjaan
c. Kekaburan bidang tugas
d. Perbedaan tujuan
e. Problem status
f. Rintangan komunikasi
g. Sifat-sifat individu .
A. LatarBelakang Hipotesis merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin saja juga bisa salah.... more A. LatarBelakang
Hipotesis merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin saja juga bisa salah. Hipotesis akan ditolak jika salah atau palsu dan akan diterima jika fakta-fakta yang ada membenarkannya. Penolakan dan penerimaan hipotesis dengan begitu sangat tergantung kepada hasil-hasil penyelidikan terhadap fakta-fakta yang dikumpulkan. Hipotesis juga dapat dipandang sebagai konklusi, suatu konklusi yang bersifat sementara. Sebagai konklusi tentu hipotesis tidak dibuat dengan semena-mena, melainkan atas dasar pengetahuan-pengetahuan tertentu.
Hipotesis-hipotesis selalu merupakan petunjuk jalan bagi kegiatan-kegiatan dalam perencanaan pola-pola researchnya, dimana data akan dikumpulkan, teknik analisis, dan arah penyimpulannya. Pengetahuan ini sebagian diambil dari hasil-hasil serta problematik-problematik yang timbul dari penyelidikan-penyelidikan yang mendahului, dari renungan-renungan atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal, ataupun dari hasil-hasil penyelidikan eksploratif yang dilakukan sendiri.
Penelitian atau penyelidikan yang dilakukan sebenarnya tidak semata-mata ditujukan untuk menguji hipotesis yang diajukan, tetapi bertujuan menemukan fakta yang ada dan yang terjadi dilapangan.Pernyataan diterima atau ditolaknya hipotesis tidak dapat diidentikkan dengan pernyataan keberhasilan atas kegagalan penelitian.Perumusan hipotesis ditujukan untuk landasan logis dan pemberi arah kepada proses pengumpulan data serta proses penyelidikan itu sendiri. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalaan
B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hipotesis ?
2. Apa Fungsi Hipotesis ?
3. Apa saja jenis-jenis hipotesis itu ?
4. Bagaimana karakteristik hipotesis itu ?
5. Bagaimana pengujian Hipotesis yang benar ?
C. TujuanPenulisan
1. Agar kita mengetahui apa itu Hipotesis.
2. Agar kita mengetahui Fungsi Penelitian Hipotesis.
3. Agar kita mengetahui jenis-jenis Hipotesis.
4. Agar kita bisa memahami karakteristik Hipotesis.
5. Agar kita bisa memahami bagaimana pengujian Hipotesis yang benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya[ ]. Sedangkan Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96)[ ], hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif hipotesis tidak dirumuskan, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji dengan pendekatan kuantitatif
Pengertian Hipotesis Penelitian | Hipotesis (hypo = sebelum; thesis = pernyataan, pendapat) adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya. Biasanya, dalam sebuah penelitian kita merumuskan suatu hipotesis terhadap masalah yang akan diteliti. Jadi, pengertian hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena, jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori, dan belum menggunakan fakta. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalaan.
Sebagai contoh, ada sebuah pertanyaan tentang; apakah tamatan SMU yang memiliki nilai UN tinggi akan mampu menyelesaikan studi perguruan tinggi dalam waktu yang relatif lebih cepat? Pertanyaan ini dapat kita ubah menjadi pernyataan sebagai berikut: ada hubungan positif antara nilai UN SMA dan prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Kalimat yang terakhir ini adalah bentuk suatu rumusan hipotesis yang menghubungkan dua variabel, yaitu nilai UN dan prestasi belajar. Dengan demikian, hipotesis ini memberikan arah pada penelitian yang harus dilakukan[ ].
B. Fungsi Hipotesis
Hipotesis pada penelitian itu sendiri berfungsi sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara langsung dapat diuji dalam penelitian.
3. Memberikan arah penelitian.
4. Memberi kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.
Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (... more Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan dijadikan pada ibadah wajib diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang serupa. Hal itu dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada ibadah wajib. Dan sesungguhnya at-tathowwu’ (ibadah sunnah) di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah sunnah rawatib. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakannya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian jauh). Mengingat pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya secara berulang-ulang sebagaimana sholat fardhu, sehingga saya (penulis) ingin menjelaskan sebagian dari hukum-hukum sholat rawatib secara ringkas:
1. Keutamaan Sholat Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan sholat sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga“. Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya“. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka“. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
2. Jumlah Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh“. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
3. Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun dan surat Al Ikhlas.” (HR. Muslim no. 726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca: (QS. Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
A. Pengertian Evaluasi Pembelajaran Secara etimologi, ‘’evaluasi” berasal dari kata ‘’to evaluate... more A. Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Secara etimologi, ‘’evaluasi” berasal dari kata ‘’to evaluate’’ yang berarti ‘’menilai’’. Evaluasi pembelajaran ialah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pembelajaran. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ampai dimana penguasaan murid terhadap pendidikan yang telah diberikan. Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah keputusan-keputusan yang diambil dalam proses pendidikan secara umum; baik mengenai perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun kelembagaan. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam kegiatan pembelajaran adalah usaha pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang telah disampaikan kepada siswa sebagai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Atau lebih singkatnya yang dimaksud dengan evaluasi disini adalah evaluasi tentang proses belajar mengajar dimana guru berinteraksi dengan siswa[ ].
B. Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Tujuan evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar adalah untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh siswa, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetepkan dalam kurikulum. Disamping itu agar guru dapat menilai daya guna pengalaman dan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sekaligus mempertimbangkan hasilnya serta metode mengajar dan sistem pengajaran yang dipergunakan apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan dalam kurikulum[ ].
C. Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Fungsi evaluasi pembelajaran Sebagai salah satu komponen penting dalam pelaksanaan belajar mengajar evaluasi berfungsi sebagai berikut:
- Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap pendidik/ guru maupun anak didik/murid.
- Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan.
- Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan Islam.
- Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dll.
- Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.
BAB II PEMBAHASAN A. Sekilas Tentang Makna Kasus Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kasus d... more BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Makna Kasus
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kasus dapat berarti soal atau perkara dapat juga berarti keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal. Jika istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini dapat berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan terdapat “soal” atau ”perkara” tertentu. Namun dalam hal ini yang perlu digarisbawahi pemakaian istilah kasus dalam bimbingan dan konseling tidaklah mengarah pada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan dengan tindak kriminal, perdata ataupun urusan polisi dan urusan-urusan lain yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang berwajib, melainkan lebih difokuskan pada kasus dalam pembelajaran pada suatu instansi lembaga pendidikan maupun sekolah.
Istilah “Kasus” dalam bimbingan dan konseling digunakan sekedar untuk menunjukkan bahwa ada permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan orang tersebut. Misalnya kasus seorang mahasiswi bernama Dewi. Kasus Dewi menyangkut prestasi akademiknya yang merosot, sering datang terlambat dikelas, kurang bersosialisasi dengan teman-temannya, dan sebagainya. Jika tidak segera ditangani permasalahannya, dikhawatirkan akan berdampak negatif pada Dewi sendiri. Kasus Dewi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan tindakan kriminal, polisi maupun hukum. Namun kasus ini harus segera ditangani dengan melibatkan Dewi sendiri dan orang lain yang dapat memberikan kontribusi dalam pemecahan masalahnya keterlibatan orang lain dalam hal ini bukanlah sebagai saksi seperti dalam kasus kriminal dan hal inipun harus sepengetahuan dan seizin dari Dewi. Langkah ini ditempuh agar Dewi tidak merasa bahwa dia tengah dihakimi, dicela ataupun privasinya dibuka didepan orang banyak dsb. Sebaliknya pembicaraan mengenai permasalahan yang dihadapinya dimaksudkan untuk memahami permasalahannya dan untuk mendapatkan jalan keluar tepat dan berhasil, sehingga ia dapat kembali pada keadaan yang menyenangkan dan membahagiakannya[ ].
B. Pemahaman Terhadap Kasus
Untuk mengetahui seluk beluk sebuah kasus lebih jauh maka konselor tidak mengerti permasalahan atas dasar deskripsi yang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Namun diperlukan pemahaman yang lebih mendalam. Karena bisa jadi permasalahan yang terkandung dalam sebuah kasus seperti fenomena gunung es yang terapung dilautan, dimana yang tampak di permukaan air hanya sedikit saja, padahal bagian yang berada di permukaan laut besarnya sukar diukur. Dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sebuah kasus perlu dilakukan penjelajahan yang luas dan intensif misalnya melalui wawancara dengan siswa tersebut (wawancara konseling), memeriksa kumpulan data (commulatif record) yang ada disekolah, ataupun kunjungan rumah. Dari penjelajahan yang luas dan intensif akan terungkap berbagai hal yang akan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang kasus itu. Baik permasalahan yang menyangkut individualitas, sosialitas, moralitas, maupun Religiusitasnya.
Kemudian terdapat hal lain yang dapat menjadi bekal bagi pengembangan pemahaman terhadap suatu kasus ialah bagaimana memprediksi berbagai kemungkinan yang bersangkut paut dengan kasus itu dilihat dari rincian permasalahannya, penyebabnya dan kemungkinan akibat-akibat yang akan muncul. Seorang konselor perlu mengembangkan konsep atau ide-ide mengenai rincian masalah, kemungkinan sebab dan juga kemungkinan akibatnya. Karena hal itu merupakan bekal dan ancangan bagi konselor untuk memperoleh pemahaman yang mantap mengenai kasus yang sedang ditangani. Sekali lagi ditekankan bahwa ide-ide itu sebaiknya tidak boleh menjadi alasan yang menutup kemungkinan terungkapnya fakta-fakta baru dalam proses penjelajahan masalah secara lebih intensif, konselor tidak boleh terikat dan secara kaku berpegang pada ide-idenya, karena bisa jadi ide-ide yang dikembangkan itu tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan kenyataan yang diperoleh melalui pendalaman masalah[ ].
A. Pengertian Maqamat Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat... more A. Pengertian Maqamat
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat berpijak atau pangkat mulia. Dalam Bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan samping itu, maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.
Maqam dilalui seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya[ ].Adapun penjelasan maqamat-maqamat[ ] dalam tasawuf akan kami bahas setelah ini.
B. Maqamat-maqamat dalam Tasawuf
Ini adalah lanjutan tujuan pembahasan kita kali ini sebagaimana judul makalah kami setelah memahami maqamat, maka kita akan memahami tingkatan maqamat itu sendiri yaitu zuhud, wira’i, tawakkal dan ridha.
a. Zuhud
Zuhud adalah meninggakan dunia dan kehidupan materi. Kehidupan dunia dipandang hanya sebagai alat untuk tujuan yang hakiki, yaitu dekat kepada Allah SWT. Zuhud merupakan tahapan pemantapan taubat yang telah dilalui pada tahapan pertama. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan duniawi.[ ]
b. Wira’i
Setelah selesai dari zuhud, calon sufi memasuki tahapan wara’ atau wira’i. Secara harfiah, al-wara’ artinya shalih, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi wara’ adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).[ ]
Meski sebenarnya kami (penyusun makalah) lebih meyakini bahwa zuhud itu lebih tinggi daripada wara’, sebagaimana perkataan Ibnul Qoyim menyebutkan definisi zuhud dan wara’ yang pernah beliau dengar dari gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahumallah[ ]-, Ibnul Qoyim mengatakan; “Saya mendengar Syaikhul Islam – semoga Allah mensucikan ruhnya – pernah mengatakan,“Zuhud adalah meninggalkansesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.” Dan “Wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan membahayakan bagi kehidupan di akhirat.”Kemudian Ibnul Qoyim menegaskan,Ungkapan ini adalah definisi terbaik dan paling mewakili untuk kata zuhud dan wara’. (Madarij as-Salikin, 2/10)[ ].
Berdasarkan pengertian di atas, zuhud lebih tinggi derajatnya dibandingkan wara’.Karena zuhud pasti wara’ dan tidak sebaliknya seperti wara’ yang hanya meninggalkan sesuatu yang sifatnya jika dikhawatirkan atau ragu-ragu saja, apabila tidak khawatirkan maka orang tersebut belum tentu mau meninggalkannya.
c. Tawakkal
Tawakkal bermakna berserah diri. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia, agar tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah SWT. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis/majburyakni menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah SWT.[ ]
Mari kita renungkan kemuliaan besar sifat tawakkal ini yang terungkap dalam sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
“Barangsiapa yang ketika keluar rumah membaca (zikir): Bismillahi tawakkaltu ‘alallahi, walaa haula wala quwwata illa billah (Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya), maka malaikat akan berkata kepadanya: “(sungguh) kamu telah diberi petunjuk (oleh Allah Ta’ala), dicukupkan (dalam segala keperluanmu) dan dijaga (dari semua keburukan)”, sehingga setanpun tidak bisa mendekatinya, dan setan yang lain berkata kepada temannya: Bagaimana (mungkin) kamu bisa (mencelakakan) seorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga (oleh Allah Ta’ala)?”.( HR Abu Dawud (no. 5095) dan at-Tirmidzi (no. 3426), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani).
Arti dari itu semua ialah diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan lurus, diberi kecukupan dalam semua urusan dunia dan akhirat, serta dijaga dan dilindungi dari segala keburukan dan kejelekan, dari setan atau yang lainnya.(Lihat kitab “Fiqhul asma-il husna” (hal. 235).
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Tawakkal kepada Allah adalah termasuk sebab yang paling kuat untuk melindungi diri seorang hamba dari gangguan, kezhaliman dan permusuhan orang lain yang tidak mampu dihadapinya sendiri. Allah akan memberikan kecukupan kepada orang yang bertawakkal kepada-Nya. Barangsiapa yang telah diberi kecukupan dan dijaga oleh Allah Ta’ala maka tidak ada harapan bagi musuh-musuhnya untuk bisa mencelakakannya. Bahkan dia tidak akan ditimpa kesusahan kecuali sesuatu yang mesti (dirasakan oleh semua makhluk), seperti panas, dingin, lapar dan dahaga. Adapun gangguan yang diinginkan musuhnya maka selamanya tidak akan menimpanya. Maka (jelas sekali) perbedaan antara gangguan yang secara kasat mata menyakitinya, meskipun pada hakikatnya merupakan kebaikan baginya (untuk menghapuskan dosa-dosanya) dan untuk menundukkan nafsunya, dan gangguan (dari musuh-musuhnya) yang dihilangkan darinya”.(Lihat Kitab “Bada-i’ul fawa-id” (2/464-465).
d. Ridha (Kerelaan)
Ridha berarti sebuah sikap menerima dengan lapang dada dan senang terhadap apapun keputusan Allah SWT kepada seorang hamba , meskipun hal tersebut menyenangkan atau tidak. Sikap rida merupakan buah dari kesungguhan seseorang dalam menahan hawa nafsunya. Imam Gazali mengatakan bahwa hakikat rida adalah tatkala hati senantiasa dalam keadaan sibuk mengingatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami seluruh aktivitas kehidupan manusia hendaknya selalu berada dalam kerangka mencari keridaan Allah Subhanahu Watala.[ ]Sebagaimana hadits ‘Abbas bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasul-Nya” (Hr.Muslim (no. 34)).
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan ridha kepada Allah Ta’ala, Rasul-Nya dan agama Islam, bahkan sifat ini merupakan pertanda benar dan sempurnanya keimanan seseorang.(Lihat kitab “Syarh shahih Muslim” (2/2) dan “Tuhfatul ahwadzi” (7/311)).
Imam an-Nawawi[ ] – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – ketika menjelaskan makna hadits ini, beliau berkata: “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah Ta’ala, dan tidak menempuh selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diragukan lagi bahwa siapa saja yang memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut (secara nyata)”.(“Syarh shahih Muslim” (2/2)).
Disini akan sedikit kami simpulkan yang semoga bisa kita fahami letak perbedaannya bahwa Zuhud adalah meninggakan dunia dan kehidupan materi demi akhirat, sedangkan wira’i ialah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat). Tawakkal lebih mengarah pada berserah diri, dan ridha ialah sikap menerima dengan lapang dada dan senang terhadap apapun keputusan Allah ázza wajal.
C. Pendapat-pendapat Maqamat Para Sufi
Berikut beberapa pendapat tentang jalan atau cara yang dilalui para tokoh sufi :
1. Abu Bakar Muhammad al-Kalabadi
a) Tobat
b) Zuhud
c) Sabar
d) Kefakiran
e) Kerendahan hati
f) Tawakkal
g) Kerelaan
2. Abu Nashar al-Sarraj al-Thusi
a) Tobat
b) Wara’
c) Zuhud
d) Kefakiran
e) Sabar
f) Tawakkal
g) Kerelaan
3. Al-Ghazali
a) Tobat
b) Sabar
c) Kefakiran
d) Zuhud
e) Tawakkal
f) Mahabbah
g) Makrifat
h) Kerelaan
4. Al-Kalabadzi
a) Tobat
b) Zuhud
c) Sabar
d) Kefakiran
e) Rendah hati
f) Tawakkal
g) Kerelaan
h) Mahabbah
i) Makrifat
5. Abd al-Qasim al-Qusyairi al-Naisaburi
a) Tobat
b) Wara’
c) Zuhud
d) Tawakkal
e) Sabar
f) Rida.[ ]
Kekurangpahaman penyelenggara pendidikan tentang peran dan fungsi kurikulum dapat berakibat fatal... more Kekurangpahaman penyelenggara pendidikan tentang peran dan fungsi kurikulum dapat berakibat fatal terhadap hasil belajar siswa.
Berdasarkan kenyataan ini, penyusun merasa tertarik untuk membahas lebih jauh tentang peran dan fungsi kurikulum yang nanti diharapkan dapat menjadi salah satu sumber belajar bagi para penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyusun suatu karya ilmiah yang berjudul “PERANAN DAN FUNGSI KURIKULUM”.
Dalam kajian ushul al-fiqh, terdapat istilah al-hakim, mahkum bih, mahkum fih dan mahkum alaih. A... more Dalam kajian ushul al-fiqh, terdapat istilah al-hakim, mahkum bih, mahkum fih dan mahkum alaih. Adapun istilah mahkum fih penyusun makalah tidak membahasnya di makalah ini karena penyusun lebih menekankan pada tugas dosen yakni pengertian al-hakim, mahkum bih dan mahkum alaih saja. Dalam perkembanganya istilah-istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda-beda menurut para ulama’, sehingga perlulah kita mengetahui serta memahami apa itu hakim, mahkum bih, dan mahkum alaih. Karena semua pengertian pemahaman mempunyai dasar ataupun latar belakang sendiri. Ushul al-fiqh merupakan alat dalam penetapan hukum, perlu pemahaman lebih dalam penggunaanya.
Konsep dasar tentang; al-hakim, mahkum bih, dan mahkum alaih penuh perbedaan pendapat para ulama dalam pengertian serta penggunaanya dalam hukum islam. Sebagai mukallaf konsep ini perlu diketahui serta dipahami semua umat islam dalam kehidupan sehari-hari.
B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan Al-Hakim dalam Ushul Fiqh ?
2. Apa yang dimaksud dengan Mahkum Bih ?
3. Apa yang dimaksud dengan Mahkum ‘Alaih ?
C. TujuanPenulisan
1. Agar bisa memahami makna Al-Hakim dalam ilmu Ushul Fiqh.
2. Agar bisa mengerti sekaligus tau tentang apa itu maksud Mahkum Bih beserta penjabarannya.
3. Agar bisa mengerti sekaligus tau tentang apa itu maksud Mahkum ‘Alaih beserta penjabarannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hakim (Al-Hakim)
Kata “hakim” yang berasal dari bahasa Arab telah menjadi bahasa Indonesia, yang maknanya sama dengan salah satu dari makna etimologinya dalam bahasa Arab, yaitu; orang yang memutuskan dan menetapkan hukum, yang menetapkan segala sesuatu, dan yang mengetahui hakikat seluk beluk segala sesuatu. Kata hakim juga digunakan untuk menunjuk pengertian hakim di pengadilan.Untuk pengertian yang terakhir ini, dalam bahasa Arab, kata hakim sepadan dengan kata qhadi.Dari segi etimologi fiqh, kata hakim atau qhadi juga menunjuk pengertian hakim yang memutus perkara di pengadilan.[ ]
Adapun menurut terminologi ushul fiqh maka makna dan cakupanya jauh lebih luas, kata hakim menunjuk kepada pihak yang menciptakan dan menetapkan hukum syariat secara hakiki.Dalam hal ini, semua ulama sepakat, hanya Allah yang mencipta dan menetapkan hukum syariat bagi seluruh hamba-nya (Al-Hakim Huwa Allah; al-Hakim adalah Allah). Sebagaimana Firman Allah ta’ala, pada surah al-An’am ayat ke-57, “Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik".
Semua ulama sepakat menyatakan, hanya Allah Subhanahu Wata’ala yang berhak mencipta dan mentapkan perintah dan larangan, dan sejalan dengan itu, hamba-hamba-Nya wajib tunduk dan mematuhi perintah dan larangan-Nya.Dalam konteks penetapan hukum, di lingkungan ulama ushul fiqh dikenal dua istilah yaitu Al-mutsbit li al hukm (yang menetapkan hukum) dan Al-muzhir li al hukm (yang membuat hukum menjadi nyata).Yang dimaksud dengan Al-mutsbit li al-hukm ialah, yang berhak membuat dan menetapkan hukum.Yang berhak membuat dan menetapkan hukum itu hanyalah Allah Subhanahu Wata’ala, tidak siapapun yang berhak menetapkan hukum kecuali Allah. Akan tetapi, perlu ditegaskan kembali, selain digunakan istilah al-hakim dan asy-Syaari’ (pembuat syariat), harus pula ditambahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, bukankarena beliau memiliki wewenang otonom membuat hukum dan syariat, tetapi karena beliaulah yang diberi tugas, antara lain , menjelaskan aturan-aturan hukum syariat yang juga bersumber dari wahyu Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam konteks inilah dikenal dua macam bentuk wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu yang biasa disebut dengan istilah wahyu matluw (wahyu yang dibacakan/Al-Qur’an) dan wahyu ghairu matluw (wahyu yang tidak dibacakan/Al-Hadits/As-Sunnah).[ ]
Dari definisi hukum dan penjelasan satu persatu dari rangkaiannya, dapat diambil pengertian bahwa hakim adalah;
1. Pembuat hukum, yang menetapkan hukum,yang memunculkan hukum dan yang membuat sumber hukum.
2. Hakim adalah yang menemukan hukum,yang menjelaskan hukum,yang memperkenalkan hukum dan yang menyingkap hukum.[ ]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Jumhur-Fuqaha berpendapat bahwa Al-Hakim adalah Allah Subhanahu Wata’ala.Dialah pembuat hukum dan menjadi satu-satunya sumber hukum yang wajib ditaati dan diikuti oleh semua mukallaf. Dan dari pemahaman seperti ini pulalah, para ahli ushul bersepakat untuk membuat sebuah teori bahwa “Tidak ada hukum kecuali yang bersumber dari Allah, sedangkan dasar munculnya teori tersebut adalah firman Allah ta’ala pada ayat-ayat-Nya yang mulia, yaitu;
a) Al-An’am:57
“Menetapkan hukum itu hanyalah Allah.Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”.
b) Al- Maidah;49,44 dan 45
- Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.
- Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
- Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
B. Pengertian Mahkum Bih
Adalah perbuatan manusia yang hukum syara’ ditemukan didalam perbuatan tersebut, baik berupa tuntutan,pilihan atau wadl’iy.Sebagian ulama ushul fiqh menggunakan istilah mahkum bih untuk menunjuk pengertian objek hukum. Adapun yang menjadi objek hukum (mahkum bih) adalah perbuatan mukallaf, yaitu gerak atau diamnya mukallaf. Dalam hal ini, yang dapat diberi ketentuan, wajib, sunnah, makruh,atau haram,atau mubah adalah perbuatan mukallaf.
1. Syarat-syarat Objek Hukum (Mahkum Bih).
Agar suatu perbuatan mukallaf pantas diberi predikat salah satu dari hukum taklifi yang lima, maka perbuatan tersebut mestilah memenuhi beberapa kriteria persayaratan. Kriteria perbuatan seorang mukallaf yang dapat diberi predikat hukum taklifi ialah sebagai berikut;
a) Seorang mukallaf mestilah mengetahui dengan jelas bahwa yang memerintahkan atau melarang, atau memberi pilihan untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan itu adalah Asy’Syari’. Karena itu, suatu perintah atau larangan yang tidak memiliki landasan yang jelas, baik langsung maupun tidak langsung, berasal dari Al-Qur’an atau hadits, tidak dapat diberi predikat hukum taklifi.
b) Suatu perbuatan yang diperintahkan untuk dilakukan mukallaf atau ditinggalkannya, atau diberi kebebasan kepadanya untuk melakukan atau meninggalkannya, mestilah diketahui dan dipahami dengan jelas oleh mukallaf tersebut. Hukum taklifi tidak dapat diterapkan kepada perintah atau larangan yang tidak jelas. Misalnya, pada surah al-Baqarah;43, yakni perintah melaksanakan shalat dan membayar zakat pada ayat tersebut masih bersifat umum, dan belum ada perincian tatacara,waktu,jumlah rakaat dan rukun serta persyaratannya. Semata-mata berdasarkan ayat diatas saja, seorang mukallaf belum dikenai hukum wajib melaksanakan shalat.Karena itulah rasulullah SAWkemudian memberi contoh dan penjelasan tentang shalat yang diperintahkan Allah, sehingga setelah jelas perinciannya, barulah kepada perbuatan mukallaf dapat diberi predikat hukum taklifi, yakni wajib melaksanakan shalat.
c)Suatu perbuatan yang diperintahkan kepada mukallaf atau dilarang melakukannya atau ia bebas memilihnya, haruslah dalam batas kemaampuan manusia untuk melakukan atau meninggalkannya. Sebab perintah dan larangan Allah SWT adalah untuk dipatuhi dan demi kemaslahatan mukallaf. Oleh karena itu, Allah SWT tidak pernah dan tidak akan memrintahkan atau melarang suatu perbuatan yang manusia tidak mampu mematuhinya. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah;286.[ ]
2. Macam-Macam MahkumBih
Para ulama Ushulfiqh membagi mahkum bih menjadi dua segi : yaitu dari segi kebenaranya yakni dari segi material dan Syara’[ ] yang terdiri atas :
a) Perbuatan yang secara material ada, tidak termasuk perbuatan syara’ : misalnya makan dan minum, adalah perbuatan mukalaf, namun makan itu tidak terkait hukum syara’.
b) Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab hukum syara’, misalnya perzinaan, pencurian, dan pembunuhan, yakni adanya hukum syara’, yaitu hudud dan qishas.
c) Perbuatan yang secara material ada dan baru bernilai dalam syara’ apabila memenuhi rukun dan syarat yang telah di tentukan, misalnya shalat dan zakat.
d) Perbuatan yang secara material diakui syara’ yang mengakibatkan adanya hukum syara’ misalnya : nikah, jual beli dan sewa menyewa.[ ]
C. Pengertian Mahkum ‘Alaih
Para ulama’ ushul fiqh mengatakan bahwa yang di maksud dengan mahkum alaih adalah seseorang yang perbuatanya di kenai khitab (tuntutan) Allah ta’ala, yang disebut dengan mukallaf.
Secara etimologi, mukallaf berarti yang di bebani hukum. Dalam ushul fiqqh, istilah mukallaf di sebut juga mahkum alaih (subjek hukum). Orang mukallaf adalah orang yang telah di anggap mampu bertindak melaksanakan hukum, baikyang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Seluruh tindakan hukum mukallaf harus di pertanggungjawabkan. Apabila ia mengerjakan perintah Allah, maka ia mendapatkan imbalan pahala dan kewajibannya terpenuhi, sedangkan apabila ia mengerjakan larangan Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan kewajibannya belum terpenuhi.[ ]
MAKALAH PERADABAN ISLAM MASA KERAJAAN TURKI USTMANI Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ... more MAKALAH
PERADABAN ISLAM MASA KERAJAAN TURKI USTMANI
Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
SEJARAH PERADABAN ISLAM
DOSEN : Arif Wahyudi, M.Pd.I
Oleh:
YUSUUF ARIFIN
PAI B / III
PROGAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG
November 2016
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Turki Ustmani
Dinasti Turki Ustmani merupakan kekhalifaan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa. Bangsa Turki memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam.[ ]
Munculnya dinasti Ustmani di Turki terjadi pada saat dunia Islam mengalami fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari pemerintahan Abbasiyah (kira-kira abad ke-9). Sebelum itu, sekalipun telah ada kekuasaan bani Umayyah di Andalusia (755-1031 M) dan Bani Idris di bagian barat Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itu semakin menjadi pada sejak abad ke-9 M. Pada abad itu muncul berbagai dinasti seperti Aghlab, di Kairawan (800-909 M), Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani Saman di Bukhara (874-1001 M) dan Bani Buwaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M). Kerajaan Ustmani berkuasa secara meluas di Asia kecil sejak munculnya pembina dinasti ini yaitu Ottoman, pada tahun 1306 M. Golongan Ottoman mengambil nama mereka dari Ustman I (1290-1326 M), pendiri kerajaan ini dan keturunannya berkuasa sampai 1922. Di antara negara muslim, Turki Ustmani yang dapat mendirikan kerajaan yang paling besar serta paling lama berkuasa. Pada masa Sultan Ustman, orang Turki bukan merebut negara-negara Arab, tetapi juga seluruh daerah antara Kaukasus dan kota Wina. Dari Istanbul, ibu kota kerajaan itu, mereka menguasai daerah-daerah di sekitar laut tengah dan berabad-abad lamanya Turki merupakan faktor penting dalam perhitungan ahli-ahli politik di Eropa Barat. Dinasti Turki Ustmani merupakan kekhalifaan Islam yang mempunyai pengaruh besar dalam peradaban di dunia Islam.[ ]
B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Ustmani
Kerajaan Turki Ustmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang umat Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke arah barat. Bangsa Mongol itu mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam yang berada di bawah kekuasaan dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M. Sulaiman Syah meminta perlindungan kepada Jalal Ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm Syah tersebut di Transoksania, sebelum dikalahkan oleh assukan Mongol. Jalal ad-Din memberi jalan agar Sulaiman pergi ke Barat ke arah Asia kecil, dan di sanalah mereke menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah Syam setelah ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam tersebut, pemimpin orang-orang Turki tersebut hanyut di suangi Euphrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar, tahun 1228.[ ]
Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthogrol (Arthogrol), anak Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya kepada Sultan Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil.[ ]
Di sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk yang sedang berperang melawan Bizanthium.[ ] Pada waktu itu bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekeuasaan kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya tambahan pasukan baru dari saudara sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas Romawi. Sultan gembira dengan kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada Erthogrol wilayah yang berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol membangun tanah perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan merongrong wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat kekuasaannya. Dinasti Saljuk Rum sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti tersebut telah berkuasa di Anatholia bagian tengah kurang lebih dua ratus tahun lamanya, sejak tahun 1077 hingga tahun 1300.
Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang diperkirakan lahir tahun 1258. Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama untuk kerajaan Turki Ustmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Ustman ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sultan Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin baru itu dapat meneruskan kepemimpinan pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak istimewa kepada Ustman dan mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey di belakang namanya. Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri dan didoakan dalam khutbah jum’at. Namun demikian, sebagian ahli menyebutkan bahwa Ustman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol, sehingga Usman adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji telah meniggal sebelum ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon kepada Sultan Saljuq atas perintah ayahnya Erthogrol untuk tinggal menetap di wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan makanya Erthogrol ketika menerima berita ini sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal dan gembira karena permohonannya untuk menettap di wilayah Saljuq itu dikabulkan oleh Sultan.[ ]
Ketika Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan dilanjutkan oleh Ustman. Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan Ustmani. Ustman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan dengamn kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuq Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmanpun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Ustman I.[ ]
A. LatarBelakang Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau me... more A. LatarBelakang
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Namun manifestasi atau perwujudan dasarnya adalah merupakan proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan atau penguasaan terhadap keterampilan dan perubahan yang berupa sikap. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai berbagai macam dari definisi Manifestasi Perilaku Belajar itu sendiri.
B. RumusanMasalah
1. Apa makna Manifestasi Perilaku Belajar ?
2. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Kebiasaan ?
3. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Keterampilan ?
4. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Pengamatan ?
5. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Berfikir Asosiatif dan Daya Ingat ?
6. Apa yang dimaksud dengan Manifestasi Berfikir Rasional dan Kritis ?
C. TujuanPenulisan
1. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi (Perwujudan) Perilaku Belajar.
2. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Kebiasaan.
3. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Keterampilan.
4. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Pengamatan.
5. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Berfikir Asosiatif dan Daya Ingat.
6. Agar kita bisa memahami makna dari Manifestasi Berfikir Rasional dan Kritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manifestasi Perilaku Belajar
Manifestasi atau perwujudan atau menurut istilah sebagai sebuah hasil dari apa yang dilakukan, yang berupa positif maupun negatif.
Adapun pengertian Manifestasi sendiri menurut kami cukup terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat: Tindakannya itu sebagai suatu manifestasi kemarahan hatinya.
2. Perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan: Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan manifestasi cita-cita bangsa. Akan tetapi manifestasi belajar berarti sebuah pernyataan atau perwujudan yang diperoleh sebagai reaksi dari sebuah proses belajar karena proses belajar (yang benar ataupun yang tidak benar) tetap akan membuahkan sebuah hasil. Hasil inilah yang disebut sebagai manifestasi belajar. Lebih lanjut perlu dibahas pengertian belajar menurut para ahli.[ ] Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadian dan perilaku individu.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa : “sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar”. Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.[ ]
Manifestasi Perilaku Belajar merupakan suatu perwujudan, sebuah hasil dari sebuah pembelajaran. Perwujudan dan perilaku belajar akan tampak bagi seorang siswa yang telah mengalami proses pembelajaran.
B. Manifestasi Kebiasaan
Kebiasaan dalam diri seseorang yang telah belajar akan tampak mengalami perubahan. Menurut Burghardt (1973) kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar kebiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan inilah muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.[ ]
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan.contoh : seorang siswa yang belajar bahasa secara berulang-ulang, ia akan cenderung menghindari penggunaan bahasa yang salah, akhirnya ia akan terbiasa menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Misalnya seseorang yang belajar mengetik, proses selama belajar mengetik akan membentuk suatu kebiasaan tersendiri dalam hal mengetik pada pribadi yang melakukan pembelajaran itu. Ia akan mengetik dengan menggunakan sepuluh jari. Mengetik dengan sepuluh jari merupakan suatu kebiasaan yang diperoleh setelah proses belajar. Kebiasaan diperoleh semenjak seseorang masih bayi. Untuk itu orang tua dan guru bertugas untuk menanamkan kebiasaan yang baik pada anak dan anak didiknya. Pepatah melayu mengatakan “ala bisa karena biasa”, betapa penting pembiasaan terhadap pribadi anak dan anak didik karena kebiasaan akan melahirkan kebisaan (kemampuan). Kalau anak diajarkan berdo’a dan dididik berdo’a setiap kali akan makan maka ia akan terbiasa berdo’a sebelum makan tanpa disuruh atau diperingatkan.[ ]
C. Manifestasi Keterampilan
Ketrampilan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot, seperti mengetik, mengemudi, menjahit, dan lain-lain. Ketrampilan termasuk bersifat motorik, meskipun bersifat motorik ketrampilan memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya moyotik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang yeliti dan kesadaran tinggi. Dengan demikian, siswa yang mengeluarkan gerakan motorik degan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.[ ] Jadi, seorang anak yang melakukan gerakan dengan tanpa diiringi koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi berarti anak tersebut belum disebut terampil atau tidak terampil.[ ]
Menurut Reber (1988) : “ketrampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapih secara mulusdan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu”. Terampil atau tidaknya seseorang dapat kita ketahui dari ciri-ciri sebagai berikut :
1. Ketelitian yang ditandaidengan jumlah kesalahan minimum.
2. Koordinasi sistem respons yang harmonis dan teliti.
3. Kecepatan, yang ditandai dengan lamanya waktu yang di perlukan dalam menyelesaikan suatu kegiatan dengan jumlah kesalahan minimum atau tidak asal-asalan. Sebagai contoh adalah seseorang yang memiliki keterampilan bermain guitar. Kita dapat melihat ketelitian dan kepiawaiannya dalam memetik dawai-dawai guitar dan memindahkan jemari tangannya dari satu kunci ke kunci yang lain sebagai bentuk dari sistem koordinasi harmonis.[ ]
MAKALAH TASYRI’ PADA MASA TABI’IN Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah TARIKH TASYRI’ DO... more MAKALAH
TASYRI’ PADA MASA TABI’IN
Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
TARIKH TASYRI’
DOSEN : Siti Nurhidayatul H, M.Pd.I
Oleh:
YUSUUF ARIFIN
PAI B / III
PROGAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG
September 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH Subhaanahu Wata’aalaa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang di ajukan untuk memenuhi salah satu mata tugas kuliah“Tarikh Tasyri’” di STAIM Tulungagung.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membimbing kita dari jaman jahiliah munuju ke zaman yang telah diridhoi oleh Allah Subhanahu Wata’ala yaitu Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi oleh-Nya.
Dengan selesainya makalah ini dengan judul “Tasyri’ Pada Masa Tabi’in” Penyusun mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Nurul Amin M.Ag selaku ketua STAI Muhammadiyah Tulungagung.
2. Bu Siti Nurhidayatul H, M.Pd.I selaku dosen pembimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
3. Serta teman-teman yang ikut serta membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu dengan kerendahan hati,kami mengharap kepada semua pihak segala kritik dan saran atas kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya dengan syukur alhamdulilah atas selesainya masalah yang kami buat ini, teriringi doa semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya pembaca pada umumnya.
Tulungagung, 9 September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Tabi’in 2
B. Kondisi Masyarakat 3
C. Sumber Tasyri’ Pada Masa Tabi’in 6
D. Munculnya Hadits-hadits Palsu (Maudhu’) 11
E. Ijtihad Pada Masa Tabi’in 12
F. Munculnya Mufti Masyhur Masa Tabi’in 13
BAB III: PENUTUP
KESIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 17
A. LatarBelakang
Islam adalah agama yang benar yang diridhai Allah. Agama yang bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu dan tempat tertentu. Dan ruang lingkup keberlakuan ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah untuk semua umat manusia, dimanapun mereka berada. Islam dapat diterima oleh seluruh manusia di muka bumi ini atas kehendak-Nya. Sejak awal mula sejarah islam hukum bersumber pada Syari’ah (wahyu Allah dan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam). Dan dalam pembahasan hukum islam, terdapat masa-masa dimana terdapat penetapan hukum islam. Melalui makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai Hukum Islam pada masa Tabi’in.
B. RumusanMasalah
1. Seperti Apakah Kondisi Tarikh Tasyri’ dimasa Tabi’in?
2. Bagaimana Kondisi Masyarakat beserta Keadaan Pendidikannya dimasa Tabi’in itu?
3. Apa Penyebab Munculnya Hadits-haditas Palsu dimasa Tabi’in ?
4. Siapa Sajakah Mufti Mashur Pada Masa Tabi’in ?
C. TujuanPenulisan
1. Agar Mengetahui Kondisi Tarikh Tasyri’ dimasa Tabi’in.
2. Agar Kita Mengetahui Keadaan Masyarakat Beserta Pendidikannya pada Masa Tabi’in
3. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Penyebab Munculnya Hadits-hadits Palsu di Masa Tabi’in.
4. Agar Kita Tahu dan Mengenal Siapa Saja Mufti dimasa Tabi’in.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tabi’in
Tabi'in artinya pengikut, adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah Para sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup di masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Generasi Tabi’in mengambil dan penerimaan pelajaran dari sahabat mengenai tafsir Al-Qur’an, hadis, fatwa-fatwa mereka dan lebih khususnya pengetahuan penetapan hukum serta metode- metode penetapan-penetapan hukum.[ ] Keberadaan Tabi’iin ini diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat (At-Taubah 100).
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١٠٠
Artinya: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 100).
Keberadaan Tabi’in juga dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’uttabi’in). ”[Diriwayatkanoleh Al-Bukhaariy no. 3650. Diriwayatkan pula oleh Muslim no. 2535, An-Nasaa’iy 7/17, Ahmad 4/426-427, dan Abu Dawud no. 4657.]. Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memberitakan, sesungguhnya sebaik-baik generasi adalah generasi Beliau secara mutlak. Itu mengharuskan (untuk) mendahulukan mereka dalam seluruh masalah (berkaitan dengan) masalah-masalah kebaikan”.[ ]
B. Kondisi Masyarakat
Saat itu pandangan pemerintah terhadap ilmu pengetahuan sungguh antusias terbukti dengan banyaknya pembuktian ilmu pengetahuan yang terdiri diantaranya tentang hukum Islam, As-Sunnah, tafsir dan lain-lain. Karena banyaknya sahabat-sahabat yang sudah wafat, maka sebagian sahabat yang masih hidup adalah sebagai guru dari orang-orang yang meminta fatwa serta belajar kepadanya, mereka mempunyai hadits-hadist dan yang diriwayatkan dalam jumlah yang besar, sebagian diantaranya : Musnad Abu Hurairah 313 halaman dari Musnad Ahmad bin Hambal, Musnad Abdullah bin Umar 156 halaman, dalam Musnad Abu Bakar tertulis 41 halaman serta Musnad Ali dalam 85 halaman.
Zaman tabi’in ini pemerintahanya dipimpin oleh Bani Umayyah. Pemerintahan ini dipimpin oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan radhiallahu’anhu yang sebelumnya pernah menjadi Gubernur Damaskus. Fitnah besar yang dihadapi umat islam pada akhir pemerintahan khalifah Ali ibn Abi Thalib radhiallahu’anhu ini adalah tahkim.
Pendukung Ali yang tidak menyetujui tahkim tidak lagi mendukung Ali (sehingga mereka keluar dari Jama’ah umat rasulullah Shallallau’alaihi Wasallam) yang kemudian dikenal sebagai Khawarij. Kelompok ini memusuhi sahabat bahkan mengkafirkan orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim. Dengan terbunuhnya Ali kemudian Muawiyah mengambil alih kepemimpinan umat islam dengan digantinya sistem pemerintahan menjadi sistem kerajaan. Ketika itu umat islam, terpecah menjadi 3 yaitu golongan khawarij, golongan syi’ah, dan jumhur. Fase ini merupakan awal zaman Tabi’in.[ ]
1. Khawarij adalah mereka yang kecewa dengan proses tahkim (Perdamaian) pada masa Ali. Akibat kejahilan mereka akan ilmu Sunnah Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam, mereka mengkafirkan Ali pun juga Muawiyah Radhiallahu’anhuma serta siapa saja yang terlibat dan setuju dengan tahkim. Dan mereka berpendapat wajib untuk melantik seorang khalifah yang taat agama versi mereka.
2. Syi’ah adalah orang- orang yang fasik dengan dalih mengutamakan Ali- Bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu. Mereka mengangap khalifah hanya milik Ali dan keturunannya saja, pemikiran ini muncul dari seorang yang bernama Abdullah bin Saba’ yang berpura-pura masuk Islam pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi dari Shan’a, Yaman, yang berpura-puramasuk Islam dan berpura-pura menampakkan rasa cinta kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Dialah yang menjadi penyebab utama terbunuhnya Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
3. Jumhur kaum Muslimin adalah mayoritas muslim yang meiliki sifat adil dan selalu berhati-hati. Saat itu pandangan pemerintah terhadap ilmu pengetahuan sungguh antusias terbukti dengan banyaknnya pembuktian ilmu pengetahuan yang terdiri diantaranya tentang hukum Islam, As-Sunah, Tafsir dan lain-lain. Pada saat itu karena banyaknya sahabat yang sudah meninggal, maka sebagian sahabat yang masih hidup adalah sebagai guru dari orang- orang yang meminta fatwa serta belajar kepadannya.
A. Latar Belakang Perencanaan adalah pemikiran sebelum pelaksanaan sesuatu tugas.Apabila penyusun... more A. Latar Belakang
Perencanaan adalah pemikiran sebelum pelaksanaan sesuatu tugas.Apabila penyusun cermati secara keseluruhan maka Perencanaan Pengajaran berarti pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum mengajar tersebut di dalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu situasi interaksi guru – murid, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Karena dengan perencanaan itu, maka seseorang guru akan bisa memberikan pelajaran dengan baik, karena ia dapat menghadapi situasi di dalam kelas secara tegas, mantap dan fleksibel.
Karena membuat perencanaan yang baik, maka seorang akan tumbuh menjadi seorang guru yang baik. Seorang bisa menjadi guru yang baik adalah berkat pertumbuhan, berkat pengalaman dan akibat dari hasil belajar yang terus menerus, walaupun faktor bakat ikut pula berpengaruh.
Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan, buaian, tumbuh berkembang dari anak-anak, remaja, sehingga menjadi dewasa sampai keliang lahat, sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat. Oleh sebab itu, tidak lah heran jika konsep belajar dan pembelajaran perencanaan lah yang dahulu lebih ditekankan kepada istilah mengajar atau pengajaran, yang berfokus pada aktivitas guru (teacher-centered) menuju pembelajaran yang berfokus kepada aktivitas siswa (student-centered).Karena aktivitas mengajar tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belajar karena sambil mengajar pada hakikatnya guru juga belajar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Maksud dari Perencanaan Pembelajaran?
2. Bagaimana Prinsip-prinsip Umum atau Dasar yang Harus Dijadikan Pegangan Guru Dalam Proses Perencanaan Pembelajaran ?
3. Apa Saja Masalah-masalah Pokok Dalam Perencanaan Pembelajaran ?
4. Bagaimana Cara Untuk Menyusun Langkah-langkah Perencanaan Pembelajaran?
5. Apa Saja Macam-macam Perencanaan Pembelajaran itu?
6. Apa Saja Manfaat dan Pentingnya Perencanaan Pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar Kita Mengetahui Maksud dari Perencanaan Pembelajaran.
2. Agar Kita Mengetahui Prinsip-prinsip Umum Dalam Proses Perencanaan Pembelajaran.
3. Agar Kita Mengetahui Masalah-masalah Pokok Dalam Proses Perencanaan Pembelajaran.
4. Agar Kita Mengetahui Cara Untuk Menyusun Langkah-langkah Perencanaan Pembelajaran.
5. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Macam-macam Perencanaan Pembelajaran.
6. Agar Kita Mengetahui Apa Saja Manfaat dan Pentingnya Perencanaan Pembelajaran.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang berbagai kajian keilm... more Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang berbagai kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadits banyak sekali bahasan dalam ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, terutama masalah ilmu hadits.
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam.Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya segi pandangan saja.Misalnya hadits ditinjau dari segi kualitas sanad dan matannya yang tentu peninjauan inti tersebut adalah bagaimana derajat hadist itu sendiri.Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadits maka pada bahasan ini kami akan membahas pembagian hadits dari segi kualitas sanad baik dia shahih, hasan ataupun dha’if.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pembagian hadits dari segi kualitas sanad?
2. Apa yang dimaksud dengan hadits Shahih, Hasan atau Dha’if itu?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar kita mengetahui pembagian hadits dari segi kualitas sanad.
2. Agar kita bisa memahami secara rinci apa itu yang dimaksud dengan hadits Shahih, Hasan ataupun Dha’if.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Shahih
1. Definisi Hadits Shahih
Kata “Shahih” dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata “as-saqim” orang yang sakit, jadi yang dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Hadits yang bersambung sanad (jalur transmisi) nya melalui periwayatan seorang periwayat yang ‘adil, Dhabth, dari periwayat semisalnya hingga ke akhirnya (akhir jalur transmisi), dengan tanpa adanya syudzûdz (kejanggalan) dan juga tanpa ‘illat (penyakit).
Atau bisa disimpulkan juga bahwa hadits shahih adalah hadits yang sanadnya muttashil (bersambung) melalui periwayatan para perawi yang ‘adil, dhabth dan mutqin di setiap thabaqahnya hingga berakhir ke ujung sanadnya, terbebas dari berbagai penyakit seperti syaadz (keganjilan) ataupun mu’allal (mempunyai cacat atau ‘illat).
Hadits shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih lidzatihi dan shahih lighairihi.Shahih lidzatihi (dalam bahasa Indonesia bermakna : shahih dengan zatnya) yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah disebutkan diatas, atau dengan kata lain, ia memang telah shahih dengan sendirinya tanpa bantuan penguat dari jalur lain. Adapun shahih lighairihi (bermakna : shahih dengan selainnya) yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat diatas secara maksimal seperti misalnya diantara para perawinya ‘adil namun ada yang kurang dhabth atau kurang mutqin, dan ia dikuatkan oleh perawi lain yang satu thabaqah dengannya dari jalur yang lain, jadi ia shahih dengan bantuan penguat dari jalur lain.
Diantara syarat-syarat perawi ‘adil, yaitu ia haruslah beragama Islam, telah baligh, berakal atau mumayyiz, selamat dari sifat fasiq dan selamat dari kebiasaan-kebiasaan yang tidak Islami. 3 syarat pertama diwajibkan ketika ia menyampaikan hadits, adapun untuk menerima hadits maka tidak disyaratkan ia telah baligh dan mumayyiz.Dan kedhabithan para perawi hadits terbagi menjadi dua, yaitu dhabth hapalan (hifzh), maksudnya adalah ia menguasai hadits dengan hapalan-hapalannya. Yang kedua adalah dhabth kitab, maksudnya adalah ia menguasai hadits dengan bantuan catatan-catatannya atau kitabnya. Oleh karena itu kerapkali kita temukan perkataan para ulama ketika men-jarh wa ta’diil mengenai seorang perawi, “Fulan shahih jika meriwayatkan dari kitabnya, adapun dari hapalannya maka ia dha’iif,” dan sebaliknya.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berputarnya zaman berbagai macam pemikiran manusia ... more PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berputarnya zaman berbagai macam pemikiran manusia pun terus berkembang, baik dari belahan bumi timur, barat, selatan dan utara semua menjadi dekat dengan berbagai macam sarana kemajuan alat komunikasi.
Setiap manusia menyadari bahwa mereka tidaklah hidup sendiri, mereka senantiasa hidup berdampingan dengan berbagai elemen masyarakat.Pelan tapi pasti berbagai pemikiran manusia yang mulanya hanya seputar politik ataupun ekonomi kini pemikiran tersebut telah menyentuh ranah agama.
Dizaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam jika ada pemikiran yang menyimpang mengenai agama yang dibawanya tentu beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak akan tinggal diam, apalagi mengatasnamakan Islam sebagi alirannya. Beliau awali dengan dakwah, mengingatkan dengan kelemah lembutan beliau, hingga akhirnya peperangan pun tidak ragu untuk beliau perintahkan kepada para sahabatnya. Sebagai contoh kecil adalah Musailamah Al-Kadzab, ia merupakan seseorang yang mengaku Nabi Palsu dizaman beliau
Berbagai macam fitnah telah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam sabdakan sejak 1.400 tahun yang lalu, mengenai berbagai macam golongan-golongan sesat yang membangkang kepada ajarannya.Dan yang menentang para Khulafaur Rasyidin dan memisahkan diri dari kaum muslimin. Dengan berbagtai macam dalih hawa nafsu, merekapun membuat kelompok baru dan sungguh benar apa yang dikatakan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pun benar-benar terjadi, mulai dari dibunuhnya Sayyidina Umar Radhiallahu ‘Anhu ketika Sholat, dibunuhnya Sayyidina Ustman Bin Affan oleh para pemberontak, hingga fitnah yang menimpa Sayyidina Ali Radhiallahu ‘Anhu
Pada makalah ini kami selaku penyusun makalah secara ringkas akan membahas mengenai sejarah dan apapun yang berkaitan dengan Mu’tazilah dan Syi’ah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Inti dari Pemahaman Mu’tazilah?
2. Bagaimana Inti dari Pemahaman Syi’ah ?
3. Bagaimana Sejarah Awal Mulanya Mu’tazilah dan Syi’ah Muncul ?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar kita mengetahui Inti Pemahaman Mu’tazilah.
2. Agar kita mengetahui Inti Pemahaman Syi’ah.
3. Agar Kita Bisa Memahami Awal Mula Munculnya Aliran Mu’tazilah dan Syi’ah.
A. Rumusan Masalah 1. Apa tujuan KH. Ahmad Dahlan Mendirikan Muhammadiyah? 2. Bagaimana Majelis T... more A. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan KH. Ahmad Dahlan Mendirikan Muhammadiyah?
2. Bagaimana Majelis Tarjih itu terbentuk?
3. Seperti apa Sistem Pendidikan Muhammadiyah itu?
B. Tujuan Penulisan
1. Agar bisa mengetahui lebih jauh tujuan KH. Ahmad Dahlan Mendirikan Muhammadiyah.
2. Agar kita bisa Mengetahui Sejarah Berdirinya Majelis Tarjih.
3. Agar kita bisa Memahami Sistem Pendidikan yang telah dilakukan oleh Organisasi Muhammadiyah
C. Latar Belakang
Sebagai sebuah gerakan Islam yang lahir pada tahun 1912 Masehi dan kini hampir memasuki usia 100 tahun, telah banyak yang dilakukan oleh Muhammadiyah bagi masyarakat dan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga harus diakui bahwa Muhammadiyah memiliki kontribusi dan perhatian yang cukup besar dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Persyarikatan Muhammadiyah telah menempuh berbagai usaha meliputi bidang dakwah, sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya, yang secara operasional dilaksanakan melalui berbagai institusi organisasi seperti majelis, badan, dan amal usaha yang didirikannya.
KH. Ahmad Dahlan merumuskan sebuah sistem baru model pendidikan dengan menggabungkan sistem pondok dan gaya pendidikan barat yang dikemas untuk menyebarkan agama islam demi mencetak manusia yang mempunyai landasan gerakan tajdid dan tanzih dalam koridor Islam yang dikembalikan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, serta mengesampingkan status sosial maupun fasilitas yang ada.