dedi arman - Academia.edu (original) (raw)
Papers by dedi arman
Jurnal Ceteris Paribus, Sep 30, 2023
Journal of Philology and Historical Review
This paper discusses the history of the Muhammadiyah school in Tanjungpinang City. Writing using ... more This paper discusses the history of the Muhammadiyah school in Tanjungpinang City. Writing using historical research methods. The data collection was carried out through literature studies and interviews. The Tanjungpinang branch of Muhammadiyah was established in 1939, but the Muhammadiyah school came later. The Junior High School (SMP) was established in 1961. The Muhammadiyah school in Tanjungpinang has experienced a golden age because it was one of the pioneers in the existence of private schools. The formation of the Riau Archipelago Province in 2004 with the capital in Tanjungpinang ironically did not have a positive impact on the development of Muhammadiyah schools. This condition contrasts with the development of Muhammadiyah schools in Batam City which are progressing rapidly. Weaknesses in management in the management of education caused the Muhammadiyah school in Tanjungpinang to experience setbacks. Another reason is that there are Muhammadiyah figures in Tanjungpinang w...
Warisan: Journal of History and Cultural Heritage
This paper examines the adaptation strategies used by Orang Laut in Lingga Regency, Riau Archipel... more This paper examines the adaptation strategies used by Orang Laut in Lingga Regency, Riau Archipelago Province during the Covid 19 pandemic. The research uses historical research methods. From research, it is known, data from the the Kajang Lingga Foundation, that at the peak of the 2020-2021 pandemic, no Orang Laut were found to have contracted Covid 19. Orang Laut had adaptation strategies during the Covid 19 pandemic. Social restrictions were very effective because the Orang Laut villages were separated from the community. other. The sea people do not understand the disease outbreak that is happening but what they do know is that they are not allowed to leave their village. The nature that is still maintained and the diversity of food, make marine people more prepared to face a pandemic in the long term. Staple foods in the form of sago and fish help them remain independent during the pandemic. In medicine, the Orang Laut rely on traditional medicine to cure certain diseases. Medi...
Bandar Maulana: Jurnal Sejarah Kebudayaan
Tulisan ini membahas tentang peran Siantan (Anambas), Kepulauan Riau pada abad XVIII sebagai daer... more Tulisan ini membahas tentang peran Siantan (Anambas), Kepulauan Riau pada abad XVIII sebagai daerah pelarian politik dan pusat aktivitas bajak laut atau lanun. Penulisan menggunakan metode sejarah dan studi kepustakaan. Sejumlah bangsawan dari Kesultanan Siak, Kesultanan Palembang, dan bangsawan Bugis dari Luwu hijrah ke Siantan setelah kalah dalam perebutan kekuasaan di negerinya. Di Siantan, penguasa yang tersingkir ini menyusun kekuatan kembali untuk merebut kekuasaan. Keberadaan orang laut menjadi kekuatan utama untuk menguasai lautan dan melakukan perompakan di Laut Cina Selatan serta wilayah lain. Selain politis, aksi perompakan juga bermotif ekonomi untuk mencari kekayaan. Ikatan perkawinan menjadi sarana yang ampuh dalam mempererat hubungan antara para penguasa pendatang dengan penduduk Siantan.
Dedi Arman, 2023
Salah satu karakteristik Covid-19 adalah penyakit ini bisa menginfeksi siapa saja, tanpa ada perb... more Salah satu karakteristik Covid-19 adalah penyakit ini bisa menginfeksi siapa saja, tanpa ada perbedaan etnis atau suku bangsa. Sekalipun demikian, dampak keparahan dan kematian bisa berbeda di tiap negara atau bahkan populasi etnis di dalam satu negara. Di Indonesia, dampak kesehatan dari Covid-19 terhadap masyarakat adat juga beragam dan bahkan belum banyak yang diketahui atau didokumentasikan. Pemerintah belum melakukan pemilahan data dampak Covid-19 terhadap berbagai kelompok etnis, namun lebih pada sebaran wilayah administratif (Prasetyo et al, 2021). Ada kesan masyarakat adat enggan untuk melaporkan diri apabila mengalami gejala-gejala yang mirip seperti Covid-19. Laporan mengenai kasus dan kematian Covid-19 di masyarakat adat di Indonesia hanya ada di media massa secara sporadis. Sulitnya mengetahui dampak pandemi Covid-19 pada masyarakat adat disebabkan tidak adanya pendataan yang spesifik terkait dampak pandemi di masyarakat adat di Indonesia. Selain itu tes dan tracing Covid-19 rata-rata tidak berjalan baik di wilayah terpencil.
PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi
Riau Province is currently one of the largest rubber producing regions in Indonesia. Rubber was p... more Riau Province is currently one of the largest rubber producing regions in Indonesia. Rubber was produced by two regencies, namely Indragiri Hulu and Kuantan Singingi, which during the Dutch colonial era were included in the Indragiri Afdeeling area, Riau Residency. The existence of rubber plantations in Riau can be traced to its historical roots. This paper aims to examine the history of rubber plantations in the Indragiri Afdeeling in the 1920s. Writing using historical research methods. From the study it can be concluded that rubber has been planted in the Indragiri Afdeeling since 1910 but grew rapidly in the 1920s. Rubber is exported directly to Singapore. The existence of rubber plantation has an impact on the regional socio-economic revival. Among them, the people of Indragiri became heterogeneous due to the large number of migrants working in rubber plantations. A few highways, houses, and markets were built. Sea and land transportation is more available. More and more reside...
The province of the Riau Islands is called the land of a bushel of pepper(negeri segantanglada). ... more The province of the Riau Islands is called the land of a bushel of pepper(negeri segantanglada). In the Riau Islands Malay language, pepper is called sahang and is currently a less popular plantation commodity than other crops such as rubber and oil palm. This paper examines the pepper plantation business in Riau Islands in the 19 th century. This study uses historical research methods which in collecting data using literature studies and interviews. The results show that pepper only entered the Riau Islands at the end of the 18 th century, along with the entry of gambier from Sumatra. In 1787, the Sultan of Riau Lingga Johor Pahang, Mahmud RiayatSyah and his followers, the Bugis and Malays moved the center of government from Bintan Island to DaikLingga to escape Dutch pressure. This policy also had an impact on the pepper plantation business abandoned by the Bugis and Malays. The Chinese who originally worked as laborers or coolies on plantations, turned into garden owners. In the 19th century, pepper plantations were cultivated on a large scale in a number of areas in the Riau Islands, such as Bintan, Batam, Lingga and Karimun. Pepper is mostly exported to Singapore and a small part is sold to Java. The late 19 th to early 20 th centuries occurred a decline in pepper production in Riau Islands. This is influenced by the decline in demand due to the condition of pepper prices on the world market. The owners of pepper plantations and at the same time owning gambier gardens and left the two plantation commodities. They have other side businesses, such as shipping and gambling.In the early 20 th century, pepper and gambier plantations were changed to rubber plantations. In addition, they still have other side businesses, such as shipping and gambling.
Local History & Heritage
This paper discusses the history of Siantan Island (Anambas) in the South China Sea as a center o... more This paper discusses the history of Siantan Island (Anambas) in the South China Sea as a center of pirate activity (lanun and political escape areas in the 18th century. The writing uses historical historical research methods and uses library research to extract sources. From the research, it is known that a number of nobles from the Sultanate Siak, the Sultanate of Palembang and the Bugis nobility from Luwu moved to Siantan after losing the power struggle in their native area. In Siantan, the nobles gathered strength by relying on the Orang Laut. The existence of the Orang Laut became the main force to become pirates (lanun), rulers of the sea and carry out piracy in the south China sean and The South China Sea and other areas. The act of piracy ois not only political purposes, but also for economic reasons to seek wealth. Marriage ties are a powerful tool in strengthening relations between the immigrant aristocrats and the Siantan people. The nobles in Siantan then returned to th...
Togak Tonggol sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat Langgam, Pelalawan, pun mengalam... more Togak Tonggol sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat Langgam, Pelalawan, pun mengalami serangkaian adaptasi, meski tetap mempertahankan substansinya sebagai sebuah tradisi yang menyatukan pebatinan. salah satu bentuk adaptasinya yaitu pelaksanaannya yang tidak lagi menjadi sebuah peristiwa komunitas pebatinan dalam lingkup terbatas, melainkan menjadi sebuah peristiwa yang melibatkan tidak hanya pebatinan-pebatinan lain, melainkan juga berbagai unsur kepemimpinan lokal tradisional (sultan) dan kepemimpinan administratif modern (bupati)
Berisi tentang karya - karya budaya yang telah ditetapkan sejak tahun 2013 s.d. 2018. Dalam buku ... more Berisi tentang karya - karya budaya yang telah ditetapkan sejak tahun 2013 s.d. 2018. Dalam buku ini khusus yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau dan Riau. Karya budaya yang telah ditetapkan dari Provinsi Kepulauan Riau, antara lain Ghazal, Gurindam 12, Makyong, Gendang Siantan, Gubang, Pantun Melayu, dan Mendu. Karya budaya dari Provinsi Riau, antara lain Tenun Siak, Koba, Pacu Jalur, Menumbai Pelalawan, Randai Kuantan, dan Nyanyian Panjang
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya merupakan sebuah wadah untuk memuat hasil-hasil penelitian s... more Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya merupakan sebuah wadah untuk memuat hasil-hasil penelitian sejarah dan budaya di berbagai daerah di Indonesia. Diterbitkan oleh kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya volume 6 nomor 1 tahun 2020 ini ditampilkan 6 (enam) artikel yang ditulis oleh penulis/peneliti berasal dari Universitas „Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Universitas Batanghari Jambi, UIN Imam Bonjol Padang, BPNB Jawa Barat, BPNB Kepulauan Riau, dan BPNB Sumatera Barat
Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2017
Buku ini membahas aktivitas perdagangan lada di Jambi abad XVI-XVIII. Dasar pemikiran penulisan b... more Buku ini membahas aktivitas perdagangan lada di Jambi abad XVI-XVIII. Dasar pemikiran penulisan buku ini adalah kenyataan yang menunjukkan Jambi pernah mengalami kejayaan perdagangan lada. Kondisi ini menarik untuk diungkap. Apalagi fakta yang diungkap Sejarawan Gusti Asnan, pelayaran dan perdagangan rempah di Sumatra terabaikan dalam penulisan sejarah. Tak ada satu penelitian yang khusus membahas pelayaran dan perdagangan rempah di Sumatra
Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya, 2019
Naskah ini membahas tentang perdagangan lada Jambi yang meliputi wilayah produksi, produksi, tran... more Naskah ini membahas tentang perdagangan lada Jambi yang meliputi wilayah produksi, produksi, transportasi, pemasaran dari hulu ke hilir dan aktor-aktor yang terlibat dari keseluruhan perdagangan. Jalur perdagangan dibagi dua, Pertama, dari daerah produksi di hulu dibawa ke hilir (Pelabuhan Jambi). Kedua, dari hulu melalui jalur alternatif ke Muaro Tebo menuju Selat Malaka melalui Indragiri dan Kuala Tungkal. Adapun pelaku perdagangan melibatkan produsen utama lada di Jambi. Produsen lada, petani Minangkabau yang tinggal di sepanjang Sungai Batanghari, dan pedagang adalah Portugis, Cina, Belanda, dan Inggris, maupun sultan dan bangsawan Jambi. Masa kejayaan perdagangan lada Jambi tidak bertahan lama karena petani lada beralih menanam komoditas lain, seperti padi dan kapas terlebih ketika harga lada anjlok di pasaran dunia.
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora
Gambir is one of the most important export commodities from the Riau Archipelago during the Dutch... more Gambir is one of the most important export commodities from the Riau Archipelago during the Dutch colonial era. Gambir seemed to disappear and only left in Lingga and Karimun Regency in its development. This research is interesting in the midst of the government's efforts to redirect the spice route in the archipelago. The article aimed to examine the gambir plantation business in the Riau Islands in the 19th century. The research method used is the historical method that collects sources using library research and interviews. This article concludes gambir seeds were imported from Sumatra. Gambir plantations in the Riau Archipelago are different from other areas, both in ownership and processing procedures. Gambir is marketed to Singapore, Java, and Siam. The existence of the gambir plantation business has a socioeconomic impact. Gambir provided income for the Riau Lingga Kingdom and the Dutch colonial government. In addition, thousands of gambir workers from the Teochew (Tiociu) ethnicity were imported from China and became the forerunner of the existence of the Chinese in the Riau Archipelago. At the end of the 19th century, the gambir plantation business experienced a decline. It is due to the demand for gambir in the international market has decreased. Gambir business is getting more difficult because of the depletion of wood reserves for processing the impact of severe forest damage.
PERADA, 2021
ABSTRAK Tulisan ini membahas peran Yang Dipertuan Muda (YDM) Daeng Kamboja dalam Kerajaan Johor R... more ABSTRAK Tulisan ini membahas peran Yang Dipertuan Muda (YDM) Daeng Kamboja dalam Kerajaan Johor Riau Lingga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dan pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Daeng Kamboja selama 29 tahun memainkan peran penting dalam Kerajaan Johor Riau Lingga yang mendampingi tiga sultan. Sosoknya yang menentukan pengangkatan (penabalan) Sultan Mahmud Riayat Syah menjadi Sultan Johor Riau Lingga dalam usia masih belia. Kepiawaian Daeng Kamboja dalam bidang pemerintahan, politik dan perdagangan menjadikannya sebagai YDM Kerajaan Johor Riau Lingga yang pertama diakui Belanda. Anak bangsawan Bugis ini dikenal sosok pemberani dan pernah terlibat perang dengan Belanda. Keturunan Daeng Kamboja nantinya banyak berkuasa dalam Kerajaan Johor Riau Lingga, salahsatu putranya bernama Raja Ali nantinya ditunjuk sebagai YDM Kerajaan Johor Riau Lingga V. Kata Kunci: Peran, Daeng Kamboja, Kerajaan Johor Riau Lingga. ABSTRACT This article discusses about the ...
Inventarisasi tokoh sejarah dan budaya dari 3 provinsi, yaitu Riau, Kepulauan Bangka Belitung, da... more Inventarisasi tokoh sejarah dan budaya dari 3 provinsi, yaitu Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan Jambi ini ditulis oleh Sita Rohana, Dedi Arman, dan Anastasia Wiwik Swastiwi. Tokoh dari Provinsi Riau terdiri adalah 1. Edi Ruslan PE Amanriza; 2. Hasan Junus; 3. Idrus Tintin; 4. Ismail Suko; 5. Muchtar ahmad; 6. OK Nizamil Jamil; 7. Soesman HS; 8. Taslim; 9. Tenas Effendy; dan 10. UU Hamidy. Tokoh dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah 1. Tony Wen; 2. Letkol HAS. Hanandjoeddin; 3. Mayor Syafri Rahman; 4. Tarman Azzam; 5. Dipa Nusantara Aidit; 6. Hamzah Bahren (Tjing); 7. Kelasi Dua Sahabuddin; 8. Depati Amir; 9. Laksma TNI (Purn) Ir. H. Eko Maulana, M.Sc; dan 10. batin Tikal. Tokoh dari Provinsi Jambi antara lain 1. H. Abdurrahman Sayoeti; 2. Kolonel Abunjani; 3. H.A Thalib; 4. Raden Abdullah; 5. Suln Thaha Syaifuddin; 6. Zulkifli Nurdin; dan Depati Parbo.
Togak Tonggol sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat Langgam, Pelalawan, pun mengalam... more Togak Tonggol sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat Langgam, Pelalawan, pun mengalami serangkaian adaptasi, meski tetap mempertahankan substansinya sebagai sebuah tradisi yang menyatukan pebatinan. salah satu bentuk adaptasinya yaitu pelaksanaannya yang tidak lagi menjadi sebuah peristiwa komunitas pebatinan dalam lingkup terbatas, melainkan menjadi sebuah peristiwa yang melibatkan tidak hanya pebatinan-pebatinan lain, melainkan juga berbagai unsur kepemimpinan lokal tradisional (sultan) dan kepemimpinan administratif modern (bupati).
Jurnal Ceteris Paribus, Sep 30, 2023
Journal of Philology and Historical Review
This paper discusses the history of the Muhammadiyah school in Tanjungpinang City. Writing using ... more This paper discusses the history of the Muhammadiyah school in Tanjungpinang City. Writing using historical research methods. The data collection was carried out through literature studies and interviews. The Tanjungpinang branch of Muhammadiyah was established in 1939, but the Muhammadiyah school came later. The Junior High School (SMP) was established in 1961. The Muhammadiyah school in Tanjungpinang has experienced a golden age because it was one of the pioneers in the existence of private schools. The formation of the Riau Archipelago Province in 2004 with the capital in Tanjungpinang ironically did not have a positive impact on the development of Muhammadiyah schools. This condition contrasts with the development of Muhammadiyah schools in Batam City which are progressing rapidly. Weaknesses in management in the management of education caused the Muhammadiyah school in Tanjungpinang to experience setbacks. Another reason is that there are Muhammadiyah figures in Tanjungpinang w...
Warisan: Journal of History and Cultural Heritage
This paper examines the adaptation strategies used by Orang Laut in Lingga Regency, Riau Archipel... more This paper examines the adaptation strategies used by Orang Laut in Lingga Regency, Riau Archipelago Province during the Covid 19 pandemic. The research uses historical research methods. From research, it is known, data from the the Kajang Lingga Foundation, that at the peak of the 2020-2021 pandemic, no Orang Laut were found to have contracted Covid 19. Orang Laut had adaptation strategies during the Covid 19 pandemic. Social restrictions were very effective because the Orang Laut villages were separated from the community. other. The sea people do not understand the disease outbreak that is happening but what they do know is that they are not allowed to leave their village. The nature that is still maintained and the diversity of food, make marine people more prepared to face a pandemic in the long term. Staple foods in the form of sago and fish help them remain independent during the pandemic. In medicine, the Orang Laut rely on traditional medicine to cure certain diseases. Medi...
Bandar Maulana: Jurnal Sejarah Kebudayaan
Tulisan ini membahas tentang peran Siantan (Anambas), Kepulauan Riau pada abad XVIII sebagai daer... more Tulisan ini membahas tentang peran Siantan (Anambas), Kepulauan Riau pada abad XVIII sebagai daerah pelarian politik dan pusat aktivitas bajak laut atau lanun. Penulisan menggunakan metode sejarah dan studi kepustakaan. Sejumlah bangsawan dari Kesultanan Siak, Kesultanan Palembang, dan bangsawan Bugis dari Luwu hijrah ke Siantan setelah kalah dalam perebutan kekuasaan di negerinya. Di Siantan, penguasa yang tersingkir ini menyusun kekuatan kembali untuk merebut kekuasaan. Keberadaan orang laut menjadi kekuatan utama untuk menguasai lautan dan melakukan perompakan di Laut Cina Selatan serta wilayah lain. Selain politis, aksi perompakan juga bermotif ekonomi untuk mencari kekayaan. Ikatan perkawinan menjadi sarana yang ampuh dalam mempererat hubungan antara para penguasa pendatang dengan penduduk Siantan.
Dedi Arman, 2023
Salah satu karakteristik Covid-19 adalah penyakit ini bisa menginfeksi siapa saja, tanpa ada perb... more Salah satu karakteristik Covid-19 adalah penyakit ini bisa menginfeksi siapa saja, tanpa ada perbedaan etnis atau suku bangsa. Sekalipun demikian, dampak keparahan dan kematian bisa berbeda di tiap negara atau bahkan populasi etnis di dalam satu negara. Di Indonesia, dampak kesehatan dari Covid-19 terhadap masyarakat adat juga beragam dan bahkan belum banyak yang diketahui atau didokumentasikan. Pemerintah belum melakukan pemilahan data dampak Covid-19 terhadap berbagai kelompok etnis, namun lebih pada sebaran wilayah administratif (Prasetyo et al, 2021). Ada kesan masyarakat adat enggan untuk melaporkan diri apabila mengalami gejala-gejala yang mirip seperti Covid-19. Laporan mengenai kasus dan kematian Covid-19 di masyarakat adat di Indonesia hanya ada di media massa secara sporadis. Sulitnya mengetahui dampak pandemi Covid-19 pada masyarakat adat disebabkan tidak adanya pendataan yang spesifik terkait dampak pandemi di masyarakat adat di Indonesia. Selain itu tes dan tracing Covid-19 rata-rata tidak berjalan baik di wilayah terpencil.
PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi
Riau Province is currently one of the largest rubber producing regions in Indonesia. Rubber was p... more Riau Province is currently one of the largest rubber producing regions in Indonesia. Rubber was produced by two regencies, namely Indragiri Hulu and Kuantan Singingi, which during the Dutch colonial era were included in the Indragiri Afdeeling area, Riau Residency. The existence of rubber plantations in Riau can be traced to its historical roots. This paper aims to examine the history of rubber plantations in the Indragiri Afdeeling in the 1920s. Writing using historical research methods. From the study it can be concluded that rubber has been planted in the Indragiri Afdeeling since 1910 but grew rapidly in the 1920s. Rubber is exported directly to Singapore. The existence of rubber plantation has an impact on the regional socio-economic revival. Among them, the people of Indragiri became heterogeneous due to the large number of migrants working in rubber plantations. A few highways, houses, and markets were built. Sea and land transportation is more available. More and more reside...
The province of the Riau Islands is called the land of a bushel of pepper(negeri segantanglada). ... more The province of the Riau Islands is called the land of a bushel of pepper(negeri segantanglada). In the Riau Islands Malay language, pepper is called sahang and is currently a less popular plantation commodity than other crops such as rubber and oil palm. This paper examines the pepper plantation business in Riau Islands in the 19 th century. This study uses historical research methods which in collecting data using literature studies and interviews. The results show that pepper only entered the Riau Islands at the end of the 18 th century, along with the entry of gambier from Sumatra. In 1787, the Sultan of Riau Lingga Johor Pahang, Mahmud RiayatSyah and his followers, the Bugis and Malays moved the center of government from Bintan Island to DaikLingga to escape Dutch pressure. This policy also had an impact on the pepper plantation business abandoned by the Bugis and Malays. The Chinese who originally worked as laborers or coolies on plantations, turned into garden owners. In the 19th century, pepper plantations were cultivated on a large scale in a number of areas in the Riau Islands, such as Bintan, Batam, Lingga and Karimun. Pepper is mostly exported to Singapore and a small part is sold to Java. The late 19 th to early 20 th centuries occurred a decline in pepper production in Riau Islands. This is influenced by the decline in demand due to the condition of pepper prices on the world market. The owners of pepper plantations and at the same time owning gambier gardens and left the two plantation commodities. They have other side businesses, such as shipping and gambling.In the early 20 th century, pepper and gambier plantations were changed to rubber plantations. In addition, they still have other side businesses, such as shipping and gambling.
Local History & Heritage
This paper discusses the history of Siantan Island (Anambas) in the South China Sea as a center o... more This paper discusses the history of Siantan Island (Anambas) in the South China Sea as a center of pirate activity (lanun and political escape areas in the 18th century. The writing uses historical historical research methods and uses library research to extract sources. From the research, it is known that a number of nobles from the Sultanate Siak, the Sultanate of Palembang and the Bugis nobility from Luwu moved to Siantan after losing the power struggle in their native area. In Siantan, the nobles gathered strength by relying on the Orang Laut. The existence of the Orang Laut became the main force to become pirates (lanun), rulers of the sea and carry out piracy in the south China sean and The South China Sea and other areas. The act of piracy ois not only political purposes, but also for economic reasons to seek wealth. Marriage ties are a powerful tool in strengthening relations between the immigrant aristocrats and the Siantan people. The nobles in Siantan then returned to th...
Togak Tonggol sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat Langgam, Pelalawan, pun mengalam... more Togak Tonggol sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat Langgam, Pelalawan, pun mengalami serangkaian adaptasi, meski tetap mempertahankan substansinya sebagai sebuah tradisi yang menyatukan pebatinan. salah satu bentuk adaptasinya yaitu pelaksanaannya yang tidak lagi menjadi sebuah peristiwa komunitas pebatinan dalam lingkup terbatas, melainkan menjadi sebuah peristiwa yang melibatkan tidak hanya pebatinan-pebatinan lain, melainkan juga berbagai unsur kepemimpinan lokal tradisional (sultan) dan kepemimpinan administratif modern (bupati)
Berisi tentang karya - karya budaya yang telah ditetapkan sejak tahun 2013 s.d. 2018. Dalam buku ... more Berisi tentang karya - karya budaya yang telah ditetapkan sejak tahun 2013 s.d. 2018. Dalam buku ini khusus yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau dan Riau. Karya budaya yang telah ditetapkan dari Provinsi Kepulauan Riau, antara lain Ghazal, Gurindam 12, Makyong, Gendang Siantan, Gubang, Pantun Melayu, dan Mendu. Karya budaya dari Provinsi Riau, antara lain Tenun Siak, Koba, Pacu Jalur, Menumbai Pelalawan, Randai Kuantan, dan Nyanyian Panjang
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya merupakan sebuah wadah untuk memuat hasil-hasil penelitian s... more Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya merupakan sebuah wadah untuk memuat hasil-hasil penelitian sejarah dan budaya di berbagai daerah di Indonesia. Diterbitkan oleh kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya volume 6 nomor 1 tahun 2020 ini ditampilkan 6 (enam) artikel yang ditulis oleh penulis/peneliti berasal dari Universitas „Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Universitas Batanghari Jambi, UIN Imam Bonjol Padang, BPNB Jawa Barat, BPNB Kepulauan Riau, dan BPNB Sumatera Barat
Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2017
Buku ini membahas aktivitas perdagangan lada di Jambi abad XVI-XVIII. Dasar pemikiran penulisan b... more Buku ini membahas aktivitas perdagangan lada di Jambi abad XVI-XVIII. Dasar pemikiran penulisan buku ini adalah kenyataan yang menunjukkan Jambi pernah mengalami kejayaan perdagangan lada. Kondisi ini menarik untuk diungkap. Apalagi fakta yang diungkap Sejarawan Gusti Asnan, pelayaran dan perdagangan rempah di Sumatra terabaikan dalam penulisan sejarah. Tak ada satu penelitian yang khusus membahas pelayaran dan perdagangan rempah di Sumatra
Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya, 2019
Naskah ini membahas tentang perdagangan lada Jambi yang meliputi wilayah produksi, produksi, tran... more Naskah ini membahas tentang perdagangan lada Jambi yang meliputi wilayah produksi, produksi, transportasi, pemasaran dari hulu ke hilir dan aktor-aktor yang terlibat dari keseluruhan perdagangan. Jalur perdagangan dibagi dua, Pertama, dari daerah produksi di hulu dibawa ke hilir (Pelabuhan Jambi). Kedua, dari hulu melalui jalur alternatif ke Muaro Tebo menuju Selat Malaka melalui Indragiri dan Kuala Tungkal. Adapun pelaku perdagangan melibatkan produsen utama lada di Jambi. Produsen lada, petani Minangkabau yang tinggal di sepanjang Sungai Batanghari, dan pedagang adalah Portugis, Cina, Belanda, dan Inggris, maupun sultan dan bangsawan Jambi. Masa kejayaan perdagangan lada Jambi tidak bertahan lama karena petani lada beralih menanam komoditas lain, seperti padi dan kapas terlebih ketika harga lada anjlok di pasaran dunia.
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora
Gambir is one of the most important export commodities from the Riau Archipelago during the Dutch... more Gambir is one of the most important export commodities from the Riau Archipelago during the Dutch colonial era. Gambir seemed to disappear and only left in Lingga and Karimun Regency in its development. This research is interesting in the midst of the government's efforts to redirect the spice route in the archipelago. The article aimed to examine the gambir plantation business in the Riau Islands in the 19th century. The research method used is the historical method that collects sources using library research and interviews. This article concludes gambir seeds were imported from Sumatra. Gambir plantations in the Riau Archipelago are different from other areas, both in ownership and processing procedures. Gambir is marketed to Singapore, Java, and Siam. The existence of the gambir plantation business has a socioeconomic impact. Gambir provided income for the Riau Lingga Kingdom and the Dutch colonial government. In addition, thousands of gambir workers from the Teochew (Tiociu) ethnicity were imported from China and became the forerunner of the existence of the Chinese in the Riau Archipelago. At the end of the 19th century, the gambir plantation business experienced a decline. It is due to the demand for gambir in the international market has decreased. Gambir business is getting more difficult because of the depletion of wood reserves for processing the impact of severe forest damage.
PERADA, 2021
ABSTRAK Tulisan ini membahas peran Yang Dipertuan Muda (YDM) Daeng Kamboja dalam Kerajaan Johor R... more ABSTRAK Tulisan ini membahas peran Yang Dipertuan Muda (YDM) Daeng Kamboja dalam Kerajaan Johor Riau Lingga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dan pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Daeng Kamboja selama 29 tahun memainkan peran penting dalam Kerajaan Johor Riau Lingga yang mendampingi tiga sultan. Sosoknya yang menentukan pengangkatan (penabalan) Sultan Mahmud Riayat Syah menjadi Sultan Johor Riau Lingga dalam usia masih belia. Kepiawaian Daeng Kamboja dalam bidang pemerintahan, politik dan perdagangan menjadikannya sebagai YDM Kerajaan Johor Riau Lingga yang pertama diakui Belanda. Anak bangsawan Bugis ini dikenal sosok pemberani dan pernah terlibat perang dengan Belanda. Keturunan Daeng Kamboja nantinya banyak berkuasa dalam Kerajaan Johor Riau Lingga, salahsatu putranya bernama Raja Ali nantinya ditunjuk sebagai YDM Kerajaan Johor Riau Lingga V. Kata Kunci: Peran, Daeng Kamboja, Kerajaan Johor Riau Lingga. ABSTRACT This article discusses about the ...
Inventarisasi tokoh sejarah dan budaya dari 3 provinsi, yaitu Riau, Kepulauan Bangka Belitung, da... more Inventarisasi tokoh sejarah dan budaya dari 3 provinsi, yaitu Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan Jambi ini ditulis oleh Sita Rohana, Dedi Arman, dan Anastasia Wiwik Swastiwi. Tokoh dari Provinsi Riau terdiri adalah 1. Edi Ruslan PE Amanriza; 2. Hasan Junus; 3. Idrus Tintin; 4. Ismail Suko; 5. Muchtar ahmad; 6. OK Nizamil Jamil; 7. Soesman HS; 8. Taslim; 9. Tenas Effendy; dan 10. UU Hamidy. Tokoh dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah 1. Tony Wen; 2. Letkol HAS. Hanandjoeddin; 3. Mayor Syafri Rahman; 4. Tarman Azzam; 5. Dipa Nusantara Aidit; 6. Hamzah Bahren (Tjing); 7. Kelasi Dua Sahabuddin; 8. Depati Amir; 9. Laksma TNI (Purn) Ir. H. Eko Maulana, M.Sc; dan 10. batin Tikal. Tokoh dari Provinsi Jambi antara lain 1. H. Abdurrahman Sayoeti; 2. Kolonel Abunjani; 3. H.A Thalib; 4. Raden Abdullah; 5. Suln Thaha Syaifuddin; 6. Zulkifli Nurdin; dan Depati Parbo.
Togak Tonggol sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat Langgam, Pelalawan, pun mengalam... more Togak Tonggol sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat Langgam, Pelalawan, pun mengalami serangkaian adaptasi, meski tetap mempertahankan substansinya sebagai sebuah tradisi yang menyatukan pebatinan. salah satu bentuk adaptasinya yaitu pelaksanaannya yang tidak lagi menjadi sebuah peristiwa komunitas pebatinan dalam lingkup terbatas, melainkan menjadi sebuah peristiwa yang melibatkan tidak hanya pebatinan-pebatinan lain, melainkan juga berbagai unsur kepemimpinan lokal tradisional (sultan) dan kepemimpinan administratif modern (bupati).