Pelayanan Satu Pintu Penanggulangan Kemiskinan DI Sragen (original) (raw)

Efektivitas Perkotaan Gemolong Sebagai Pusat Pelayanan Permukiman DI Kabupaten Sragen

Region: Jurnal Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatif

The existence of dependency between residential service center with service area then resulted in the slice of service range from some service center adjacent. Urban Gemolong as a residential service center with six sub-districts as its service area (Gemolong, Miri, Sumberlawang, Plupuh, Kalijambe, Tanon), does not yet have a complete settlement service as well as the location of the big city (Solo, Porwodari, Boyolali) There is a tendency for the service area to not meet the needs of its services in urban Gemolong. The problem formulation in this research is how effectiveness of urban Gemolong as settlement service center in Sragen regency? The purpose of the study is the effectiveness of urban Gemolong as a settlement service center in Sragen regency. Research method in this research is deductive, with kind of quantitative research. Analytical techniques in this study is scoring analysis for suitability on each variable, and for assessment of its effectiveness by percentage approa...

Kajian Evaluasi Penerapan One Stop Services (Oss)DI Kabupaten Sragen

2007

Berbakal semangat otonomi daerah yang seharusnya dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, Kabupaten Sragen telah melakukan serangkaian langkah-langkah guna membangun sebuah pelayanan perijinan usaha yang sesuai harapan masyarakat, yaitu pelayanan perijinan usaha yang cepat, murah, dan transparan, namun tetap tertib yaitu Pelayanan Perijinan Terpadu atau One Stop Services (OSS). Berdasarkan beberapa sumber diketahui bahwa Kabupaten Sragen merupakan salah kabupaten/ kota di Indonesia yang berhasil dalam hal perbaikan mutu pelayanan perijinan (Suara Merdeka, Selasa 26 Juli 2005). Menyangkut hal tersebut, Kabupaten Sragen termasuk daerah yang berhasil dalam upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif. Pemda di kabupaten ini menerapkan berbagai aturan, yang bisa friendly dengan investasi, secara perlahan-lahan banyak investor yang kemudian membawa modalnya ke kabupaten ini (Pikiran Rakyat, Sabtu, 04 Juni 2005).

Tata Kelola Kolaboratif Dalam Penanggulangan Kemiskinan DI Kabupaten Pinrang

The Indonesian Journal of Public Administration (IJPA), 2018

Abstract, In SDGs regime, collaborative partnership used to reduce poverty. The rise of collaborative governance discourse is just because an involvement of the multiple stakeholders in multiple organizations across multiple jurisdictions who has it’s own understanding of the problem and solution differently. In this paper, we examine the implementation of collaborative governance and it's affected factors in Pinrang's poverty alleviation. Since 2016, local government initiated The Poverty Reduction Department (Bagian Penanggulangan Kemiskinan) as a special board for eradicating poverty by an integrative framework for collaborative governance. This board intended to assist on the Regional Poverty Alleviation Coordination Team (TKPKD), to integrate a number of poverty alleviation program, and also to merge the database differences between The Central Statistics Agency (BPS) and TKPKD. However, while BPK has an important role to play, there are many conditions and settings tha...

Model Penanganan Kemiskinan Kab.Pinrang.docx

Kemiskinan menjadi masalah di hampir semua daerah di Indonesia. Padahal salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia melalui salah satu sasaran pembangunan nasional yaitu dengan menurunkan tingkat kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan sejak tiga dekade terakhir yaitu dengan program-program pembangunan pemerintah di antaranya dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan program lainnya (Hureirah, 2005). Namun faktanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang berkisar 5% - 7% per tahun sejak lebih dari satu dasawarsa terakhir, belum mampu mengurangi jumlah penduduk miskin. Meskipun peringkat Indonesia dibandingkan negara lain dalam hal laju pertumbuhan ekonomi tergolong tidak mengecewakan, yaitu berada pada peringkat 38 dari 179 negara (IMF, 2015), namun pertumbuhan tersebut dirasa belum memberi dampak yang berarti terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang terakhir dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia berkisar 28,5 juta jiwa. Hampir 15% dari jumlah penduduk Indonesia di pedesaan dan hampir 10% jumlah penduduk Indonesia di perkotaan dikategorikan miskin dan berada di ambang kemiskinan. Fakta tersebut menjadikan permasalahan kemiskinan patut mendapat perhatian yang besar dari semua pihak. Sehingga penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara menyeluruh, yang berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan. Beberapa diantaranya yang menjadi bagian dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang perlu tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan implementasinya misalnya peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, perluasan lapangan kerja dan pembudayaan entrepreneurship (Hureirah, 2005).

Perspektif Spasial Penanggulangan Kemiskinan DI Yogyakarta

Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya., 2018

Kemiskinan merupakan salah satu dimensi dari lima dimensi perangkap kemiskinan menurut Robert Chambers. Dimensi kemiskinan tersebut adalah kerentanan, kelemahan jasmani, ketidakberdayaan, dan isolasi wilayah. Isolasi wilayah berhubungan dengan aksesibilitas. Sementara itu akses merupakan media terbukanya peluang-peluang sosial dan ekonomi. Kajian berikut melihat kemiskinan berdasarkan kondisi topografi sebuah wilayah sebagai alat untuk menggambarkan asksesibilitas. Kajian ini juga bertujuan mengetahui tingkat kemiskinan yang pada akhirnya digunakan untuk menentukan program penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan ditentukan berdasarkan penerima beras miskin. Jumlah keluarga miskin di kedua daerah penelitian adalah 207. Selain wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner, penelitian ini juga melakukan kajian kualitatif dengan cara wawancara mendalam. Tujuan penelitian tentang tingkat kemiskinan dan penentuan program penanggulangan kemiskinan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabel silang. Faktor yang mempengaruhi kemiskinan dianalisis dengan menggunakan koefisien regresi. Karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi kepala keluarga miskin di kedua daerah penelitian tidak menunjukkan perbedaan. Rata-rata umur kepala keluarga sekitar 50 tahun, tingkat pendidikannya rendah yaitu SMP, dan kepala keluarga pada umumnya bekerja di sektor jasa. Potensi ekonomi keluarga miskin tidak menunjukkan perbedaan menurut kondisi topografi. Keluarga miskin didaerah dataran berinvestasi dalam bentuk tabungan, sementara keluarga miskin di daerah perdesaan berinvestasi berupa perhiasan. Meskipuntingkat kemiskinan di kedua wilayah tidak menunjukkan perbedaan, namun kemiskinan di daerah perdesaan lebih disebabkan faktor budaya atau kultur, sementara itu kemiskinan di daerah dataran bersifat struktural. Faktor kemiskinan mempengaruhi jenis program penanggulangan kemiskinan agar efektif dan tepat sasaran. Manajemen implementasi program merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam realisasi program penanggulangan kemiskinan yang ditentukan.

Peran Pemerintahan Desa Menanggulangi Kemiskinan Dengan Program Jalan Lain Menuju Mandiri Dan Sejahtera

JISIP : Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Permasalahan kemiskinanmenjadi masalah utama pemerintahan pusat hingga pemerintahan daerah untuk menanggulangi kemiskinan tersebut, sampai akhirnya dibuatlah Progran Jalan Lain Menuju Mandiri Dan Sejahtera (JALIN MATRA) dengan kelompok sasarannya adalah kepala keluarga perempuan. Programpemerintahanpusat ini sesuai dengan ProgramPemerintahan Provinsi Jawa Timur untukmelaksanakan pembangunan berkelanjutan yang fokusnya rakyat miskin, sasarannyaadalah Kepala Rumah Tangga Perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, Teknik Pengumpulan Data; observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik Penentuan Informan:purposive sampling. Analisis Data:melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Teknik Menguji Keabsahan Data: triangulasi. Hasil Penelitian ini menunjukkan:Peran pemerintahan desa dalam menanggulangi kemiskinan dengan melaksanakan Progran Jalan Lain Menuju Mandiri Dan Sejahtera (JALIN MATRA) yang didukung dengan pendanaan/anggaran, fasilita...

Peluang Penanggulangan Kemiskinan DI Era Disrupsi

Jurnal Analis Kebijakan, 2019

Penurunan angka kemiskinan dalam 4 (empat) tahun terakhir ini tidak terlalu signifikan yaitu 0,51 juta jiwa. Melihat kondisi lingkungan strategis saat ini, kebijakan penanggulangankemiskinan seharusnya mampu menangkap peluang dan fokus pada masalah prioritas yang harus diselesaikan di era disrupsi. Tulisan ini menjelaskan peluang apa yang perlu ditangkap dan masalah prioritas dalam penanggulangan kemiskinan di era disrupsi. Selain itu, tulisan ini juga berupaya menjelaskan risiko yang muncul dan menjadi penghambat penanggunalangan kemiskinan di era disrupsi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat dua peluang besar yang berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat miskin yaitu: pertama, adanya pergeseran relasi produksi dan modal. Hal tersebut akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru yang dapat memberikan lapangan pekerjaan. Kedua, desa berpotensi menjadi pusat ekonomi baru di Indonesia. Fenomena tersebut akan menjadi solusi bagi penanggulangan kemiskinan di desa. Guna memanfaat...

Implementasi Program Mandiri Pangan Dalam Penanggulangan Kemiskinan DI Kota Semarang

2015

One of poverty reduction program in Semarang is independent food program. This program is implemented in village where most society are poor. It began in 2010, and the village that implemented this program are Wates Village in Ngaliyan sub district and Wonolopo Village in Mijen sub district. This research used descriptive qualitative methods. Selection of informants used purposive sampling. Implementation of the program is observed through the implementation model of George C. Edward and Van Meter and Van Horn. The factors that affect the implementation of independent food program are communication, resources, dispotition, standards, and objectives. Based on the result of research, the implementation of the independent food program to reduction poverty in Semarang not going well, because there is deficiency. First, the lack of understanding Mekar 3 goats group cause the goats die. Second, the lack of human resources from Ketahanan Pangan office to control independent food program in...