REKONSEPTUALISASI GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DI ERA REFORMASI (Relevansi Kewenangan Ahlu al-Halli WA al-‘Aqdi) (original) (raw)
Related papers
GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA
Garis-garis Besar Haluan Negara adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk lima tahun guna mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
REFORMASI TASAWUF AL-GHAZALI DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM
Jurnal Adz-Dzikr Vol 1 No1 Juli -Desember, 2015
Tulisan ini menjelaskan tentang reformasi tasawuf al-Ghazali dan relevansinya dengan pendidikan Islam. Reformasi tasawuf al-Ghazali merupakan hasil dari pengembaraan intelektualisme dan perjalanan rohaninya yang panjang, sehingga ia memilih tasawuf sunni berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama'. Al-Ghazali berhasil mengintegrasikan tiga keilmuan Islam yang pada awalnya berjalan masing-masing, yakni ilmu kalam, fiqh dan tasawuf. Al-Ghazali telah berhasil menghubungkan rumusan-rumusan dogmatic dan formal dari ilmu kalam ortodoks dengan ajaran tasawuf yang dinamis. Ia telah memberi pelajaran yang sangat berharga kepada golongan skolastik murni serta mampu melenturkan watak dogmatis ajaran agama yang ekstrim dan memasukkan dimensi yang vital di antara segi-segi lahiriah (eksoterik) dengan segi batiniah (esoteric). Corak tasawuf al-Ghazali adalah psikomoral yang mengutamakan pendidikan moral. Orientasi tasawuf al-Ghazali lebih mengarah kepada konsep pengembangan kesempurnaan manusia (insan kamil) atau manusia yang bertaqwa. Reformasi tasawuf al-Ghazali bila dihubungkan denga tujuan pendidikan Islam nampak sangat revan, karena tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya kwalitas manusia yang berakhlak mulia, manusia yang baik, yang senantiasa mengabdi kepada Allah, dinamis dan bergerak terus menuju pencitanya yaitu Allah SWT.
REFLEKSI MENGHIDUPKAN KEMBALI EKSISTENSI MPR DAN GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA (GBHN)
Administratio : Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, 2019
Tulisan ini membahas mengenai problematika antara Haluan Negara dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang sekaligus menjelaskan perbedaan antara UUD 1945 sebelum dan setelah amandemen. Perkembangan realitas perpolitikan dan demokrasi di Indonesia di era reformasi, dengan dipilihnya Pemilihan Presiden secara langsung telah mengakhiri Pemilihan Presiden melalui MPR, sekaligus memberikan kesempatan visi-misi Presiden saat kampanye sebagai acuan dalam menjalankan roda pemerintahan, perubahan konstitusi ini juga memiliki semangat demokrasi konstitusional di Indonesia. Setelah Amandemen UUD 1945 telah menempatkan prinsip supremasi konstitusi menggantikan supremasi parlemen. Tetapi polemik yang hadir di tengah masyarakat, mengenai ketiadaan Haluan Negara bahwa rencana pembangunan negara yang dianggap tidak konsisten dan berkesinambungan sebab hanya berdasarkan visi-misi calon presiden saat kampanye. Sedangkan keinginan menghadirkan kembali GBHN karena menganggap bahwa dengan adanya GBHN maka pembangunan strategis negara tidak lagi ditentukan oleh selera dan kepentingan rezim itu sendiri.
REFORMASI HUKUM WARIS DI NEGARA-NEGARA MUSLIM
The development of Islamic law in the modern world shows that Islamic law of inheritance (faraid) has become the most persistent part to the influences of modernity. The sacredness of faraid and its detailed Quranic regulation are among the reasons behind this situation. The development of Muslim family system from extended to become nuclear family system, however, has forced Muslim countires to reform their regulation of law. One of important fruits of the reform is strengthening the right of spouse and the descendant of muwarith, as the member of nuclear family. Husband or wife has a right to receive return (radd). Orphaned granchildren can replace the position of his/her parent to receive the wealth from his/her granparents under the framework of obligatory will or substitute heirs (plaatvervuling). Abstrak: Dalam sejarah perkembangan hukum Islam di dunia modern, ketentuan waris Islam (faraid) menjadi aspek hukum yang paling lama dapat bertahan dari pengaruh kemodernan. Adanya keyakinan akan sakralitas faraidl di kalangan umat Islam dan aturan yang sangat terperinci dalam sumber hukum utama (al-Qur'an) merupakan salah satu sebab konsistensi umat Islam dalam menggunakan ketentuan faraidl. Akan tetapi, perubahan sistem keluarga dalam masyarakat Muslim ke arah sistem keluarga inti (nuclear family) telah memaksa negara-negara Islam untuk melakukan reformasi hukum waris. Hasil dari reformasi hukum waris mewujud dalam bentuk penguatan aturan tentang hak waris angggota keluarga inti, yaitu pasangan dan keturunan pewaris (cucu yatim).
REFORMULASI NALAR FIKIH HUDŪD DI INDONESIA; MENUJU TERBENTUKNYA HUKUM PIDANA NASIONAL
Maqashidi, 2019
Membumikan fiqh jinayah di Indonesia masih menyisakan problem di kalangan para ahli. Terlebih apabila dikaitkan dengan transformasinya dalam pembangunan hukum pidana nasional. Formulasi fiqh jinayah, utamanya aspek hudūd cenderung Arabic centris membuat tampilannya memantik stigma. Sementara tuntutan penerapan fiqh jinayah secara literal dan simbolis juga membawa resistensi. Walhasil, maka reformualsi nalar fiqh hudūd di Indonesia menjadi sebuah niscaya. Wilayah yang paling bertanggung jawab di dalamnya adalah bidang ini adalah nalar atau episteme hudūd itu sendiri. Karenanya tulisan ini, berusaha menelaah nalar dalam wacana filsafat ilmu. Paper ini menggunakan pendekatan filsofis-yuridis dengan menggunakan hermeneutika-kritis sebagai pisau analisis. Tujuan paper ini adalah menemukan formula baru nalar atau episteme hudūd dalam fiqh jinayah. Paper ini menyimpulkan bahwa agar fikih hudūd mampu membumi dan berkontribusi terhadap hukum pidana nasional, maka nalar atau episteme mengambil rumusan berbeda dengan nalar tradisional yang selama ini ada.
Violence on behalf religion is a serious issue. Now, it's happened in Indonesia which has some religions protected by constitution. The Subject of it is usually identified as Moslem. Research conducted by the training and development agency of the religious ministry , in 2010, concluded one of the factors of that is the lack of religion understanding in our society, so the writer needs to know the mistakes of understanding about religion that made violence on behalf religion happened in Indonesia. Al-Quran as the holy book of Moslem is usually made as a basic of doing that violence and it command Moslem to fight against. But the interpretation of this command is not by the violence like being happened nowadays. Qur'an has a good concept in order to fight against. It can be read when we are collecting all of verses " qootilu " , as the word of the basic command to fight against. When the writer collected and interpreted this word, writer found a concept of the order of fight against that classified to the three parts: The based, the time and the object of fight against. Beside it, writer found that the order fight against has limitations like do not exceed the limit, do not make breakdown, until doing the obligation, and the last, special limitation of Moslem, until back to the way of Allah. By those limitations written down in Al-Qur'an, Moslem cannot judge the violence in the name of religion as the direction of al-Qur'an because Islam is a religion of peace. So, all of the violence can't be judged the way of Islam, if Moslems do correctly all of the directions in Al-Quran that based on peace and harmony. Keyword: Violence, Fight against, a concept.
AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis
This study aims to analyze the concept of Al-Ishlah wa At-Taghyir which was initiated by Sholah As-Shultan an international scholar and how its relevance to the phenomenon of radicalism in Indonesia. Studies of radicalism, terrorism and extremism have attracted the interest of scientists after the rampant acts of terror that occurred in Indonesia in the last two decades, such as the 2002 Bali bombings, and others. Reforms and improvements to deviations are fundamental things in human life, even the discourse is very much considered by Al-Quran Al-Karim. In QS Al-Kahf, there are several manhajs that are full of reform models to achieve community civilization to become more religious. The research was conducted through a qualitative approach. Through a literature study of Sholah Sulthan's primary work entitled Sūrah Al-Kahfi Manhajiyyāt Fī Al-Islāh Wa At-Tagyīr Dirāsāt Ta'shīliyyah Tathbīqiyyah, the secondary works were taken from other works. The results of the study show several conclusions including: 1) Reform and change are very much considered in the Qur'an, 2) in the QS. Al-Kahf forms of reform reform methods include several forms such as Manhajiyyatu At-Tadarruj min Al-Istid'āf ilā Al-Hiwār wa Minhā ilā At-Tamkīn, Manhajiyyatu Ba'tsu al-Amal Mahma Kāna al-Alam, and 3) Concepts of Al-Ishlah wa At-Taghyir has relevance to the phenomenon of radicalism in Indonesia, among its efforts is to trace the causal factors, then design preventive measures, collaborative efforts from various parties, and be patient with the process.