PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITOR LEASING DALAM KEADAAN MEMAKSA PANDEMIK COVID-19 (Studi Penelitian PT. Federal International Finance Cabang Pematangsiantar) (original) (raw)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS EKSEKUSI PAKSA PERUSAHAAN LEASING MELALUI DEBT COLLECTOR (STUDI KASUS: PT ADIRA FINANCE SYARIAH, DESA GAMPA, KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN, ACEH BARAT

Deby Arianti, 2022

Hak dan jaminan setiap konsumen haruslah dilindungi dari berbagai pihak, khususnya dalam bidang hukum yang mengaturnya. Diperlukan adanya perhatian cukup terhadap perlindungan konsumen guna menghindari terjadinya berbagai kecurangan transaksi, tindakan diskriminasi dan penganiayaan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Eksekusi Paksa Perusahaan Leasing Melalui Debt Collector berdasarkan pada kasus PT Adira Finance Syariah yang terjadi di Aceh Barat. Mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif yang diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, artikel, situs web, dan tesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih lemahnya perlindungan konsumen dan sanksi bagi perusahaan terkait tindakan eksekusi paksa PT Adira Finance Syariah saat melakukan Sewa Guna Usaha (Leasing). Jika terjadi wanprestasi pada transaksi sewa guna usaha, maka pihak terkait dapat menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dapat mengambil jalur pengadilan maupun diselesaikan diluar pengadilan baik secara mediasi ataupun negosiasi.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR DAN KREDITUR DALAM MELAKUKAN PERJANJIAN BAKU

DiH Jurnal Ilmu Hukum Volume 15 Nomor 29 Februari 2019 – Juli 2019 , 2019

Yusmita, Riski Pebru Ariyanti, Enricho Duo Putra Njoto, Rizal Yudistira Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia Abstrak Perjanjian atau Verbintenis yaitu suatu hubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua orang atau lebih, satu pihak mendapatkan prestasi dan pihak lainnya diwajibkan untuk menunaikan prestasi. Dalam perjanjian antara debitor dan kreditor agar mendapatkan suatu kepastian maka harus dibuatkan suatu perjanjian baku. Perjanjian baku atau klausula baku adalah setiap aturan/ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam setiap dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Dalam perjanjian baku berlaku “take it or leave it contract” maksudnya disini apabila setuju maka perjanjian tersebut berjalan dan apabila tidak setuju maka tidak terjadi perjanjian artinya perjanjian tersebut tidak akan dilakukan, sehingga tidak ada aturan yang memperbolehkan pihak debitur ikut memberikan pendapat dalam membuat perjanjian baku. Dalam melakukan suatu perjanjian tidak menutup kemungkinan bahwa pihak debitur juga melakukan suatu tindakan wanprestasi yang dapat merugikan pihak kredit. Hasil dari penulisan ini dapat diketahui bahwa dalam permasalahan antara pihak kreditur dan debitur yang melakukan suatu perjanjian baku maka diperlukan adanya sarana perlindungan hukum preventif, maka disini pihak debitur harus diberikan kesempatan untuk mengajukan suatu keberatan apabila klausula yang terdapat dalam perjanjian baku tersebut merugikan pihak debitur. Perlindungan hukum terhadap pihak debitur juga tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Upaya penyelesaian kredit macet dapat ditempuh dengan dua jalan yaitu upaya litigasi melalui jalur pengadilan dan upaya non-litigasi melalui upaya preventif yaitu tindakan untuk mengantisipasi munculnya kredit macet, early warning, dan upaya negosiasi. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam upaya menangani kredit macet karena debitur wanprestasi meliputi hambatan normatif adalah hambatan yang bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku, hambatan internal timbul dari permasalahan di dalam instansi yang bersangkutan, dan hambatan eksternal yaitu hambatan yang datang dari debitur.

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR ATAS PERBUATAN WANPRESTASI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

Deby Arianti, 2022

Dalam proses pemberian kredit, seringkali ditemukan adanya wanprestasi dari debitur yang menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur. Sehingga dalam hal ini, diperlukan aturan hukum dalam suatu perjanjian kredit berupa jaminan dengan pembebanan hak tanggungan sebagai upaya menjamin kewajiban pembayaran utang pihak debitur sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Maka dari itu, tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Pihak Kreditur Atas Wanprestasi Debitur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi pustaka (library research) dengan pendekatan kualitatif yang diperoleh dari karya-karya para ahli yang ada dalam bentuk bentuk buku, jurnal/artikel ilmiah ataupun dalam bentuk blog pada internet. Hasil yang diperoleh dari penelitian hukum ini merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur ketika debitur wanprestasi. Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 perjanjian kredit merupakan perjanjian dalam bentuk dokumen, berupa akta dibawah tangan dan akta autentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu diterbitkannya Sertifikat Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan sebagai alat bukti kewajiban hipotek yang mempunyai kekuatan dan keberlakuan yang sama dengan putusan hakim. Apabila debitur melakukan cidera janji atau wanprestasi, maka pihak debitur dapat meminta bantuan langsung kepada pengurus Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk eksekusi saham melalui pelelangan umum untuk membayar utang-utang si debitur.

PERBUATAN WANPRESTASI PADA PERJANJIAN KREDIT DI MASA PANDEMI COVID-19 DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA

2021

Virus COVID-19 tidak hanya tersebar di kota Wuhan, tetapi juga menyebar sangat luas hampir ke seluruh negara dalam waktu yang singkat. Pada tanggal 2 Maret 2020 pemerintah mengumumkan bahwa ada 2 WNI yang positif terinfeksi virus corona jenis SARS-CoV-2 di wilayah Depok, Jawa Barat yang diduga setelah bertemu dengan warga asal Jepang yang menetap di Malaysia. Kasus virus corona menyebar di Indonesia berawal dari sebuah pesta dansa yang diadakan disalah satu club musik di daerah Jakarta Selatan yang dihadiri oleh beberapa peserta dari negara lain tidak hanya warga negara indonesia, termasuk warga asal Jepang tersebut dan WNI asal Depok yang merupakan guru dansa dan juga merupakan sahabat dari WNA asal Jepang tersebut.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBERI HAK TANGGUNGAN YANG BUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT Info Artikel

2014

Dewasa ini hampir setiap pertumbuhan ekonomi didukung dengan adanya jasa perbankan. Setiap perjanjian kredit harus menggunakan jaminan sebagai syarat pengajuan kredit. Jaminan yang diberikan debitur kepada bank sangat beragam jenis namun yang sering digunakan jaminan berupa tanah. Berdasarkan observasi di BPR Jateng Cabang Gubug periode Januari tahun 2012 hingga Juli tahun 2013 terdapat 85 debitur atau 71% menggunakan tanah milik sendiri dan 34 debitur atau 29% menggunakan tanah milik orang lain dari total 119 debitur yang menggunakan jaminan tanah. Dari jumlah tersebut dapat dikatakan bahwa di BPR Jateng Cabang Gubug debitur sering menggunakan tanah milik orang lain sebagai jaminan untuk pelunasan atas kreditnya. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif untuk mengetahui prosedur pembebanan Hak Tanggungan dalam hal pemberi Hak Tanggungan bukan sebagai debitur dalam perjanjian kredit di BPR Jateng cabang Gubug Kabupaten Grobogan dan perlindungan hukum bagi pemberi Hak Tanggungan yang bukan debitur. Hasil dari penelitian ini adalah proses pembebanan Hak Tanggungan di BPR Jateng Gubug melalui beberapa tahap yang sesuai dengan prosedur pembebanan Hak Tanggungan. Perlindungan hukum terhadap pemberi Hak Tanggungan yang bukan debitur sudah dilakukan namun masih lemah.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR BANK MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA [Legal Protection for Bank Debtors According to the Laws and Regulations in Indonesia]

Law Review, 2021

The main activity of commercial banks is providing credit. In providing credit, banks are required to make a careful assessment of the business feasibility of a debtor, by applying the Prudent Banking Principle and Know Your Customer (KYC) Principle. The legal relationship between a bank and a debtor customer is based on an agreement, where the relationship must be based on an agreement and the principle of balance between the two parties. Because the bank as the creditor wants the credit to be returned by the debtor as agreed, the bank becomes dominant in determining the terms of credit, including in designing the substance of the credit agreement. This article will analyze the extent of legal protection for bank debtors according to the laws and regulations in Indonesia. The research is normative juridical method, the legal materials used consist of primary legal materials in the form of laws and derivative regulations, secondary legal materials in the form of books and journals i...

PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR YANG WANPRESTASI SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019

MIH UNILAK, 2021

Sertifikat jaminan fidusia berfungsi sebagai jaminan eksekusi ketika debitur cidera janji sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 1999 setelah adanya putusan oleh Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 telah mengubah konsep parate eksekusi jaminan fidusia oleh pihak kreditur (perusahaan pembiayaan) terhadap objek jaminan fidusia apabila debitur wanprestasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Metode dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Hasil dan kesimpulan dalam karya ilmiah ini adalah terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) antara kedua belah pihak dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia harus berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap meskipun sertifikat Jaminan Fidusia telah mencantumkan irah-irah sebagai title eksekutorial serta di dalam perjanjian pembiayaan terdapat klausul pelaksanaan parate eksekusi apabila debitur cidera janji (wanprestasi).