Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Terhadap Urban Heat Island di Kota Pontianak (original) (raw)

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik (Studi Kasus DI Kota Pontianak, 2016)

2018

The urban growth at this time indicates unbalance movement activities, where many of it must be able to maintain and ensure its sustainability of resources and preservation of environmental quality. To minimize the negative impact of the environmental hazards against physical development in urban area is through green open space planning. The purpose of this study was to identify and analyze the needs and availability of green open space in Pontianak city in 2016 based on the area. The results showed that the availability of green open space in Pontianak city was 1,190 ha and the need of green open space was 2.156 ha (20% of area)Keywords: Availability, green open space, need

Pengaruh Setting Ruang Terbuka Terhadap Sebaran Teritori PKL DI Waterfront Kota Pontianak

LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR, 2021

Pontianak waterfront city merupakan salah satu program yang terus dilakukan oleh pemerintah Kota Pontianak. Salah satu kawasan waterfront yang menarik untuk dikunjungi adalah kawasan Waterfront Seng Hie. Keberadaan waterfront Seng Hie memberikan dampak yang positif membantu meningkatkan citra Kota Pontianak sebagai Kota Tepian air, disisi lain ternyata memberikan dampak negatif, yaitu menjadi magnet kegiatan PKL yang tidak terencana sebelumnya. Kondisi ini jika tidak mendapat perhatian khusus, maka berpotensi munculnya konflik penggunaan ruang antara pengunjung dan para PKL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor Setting ruang yang mempengaruhi pola sebaran teritori PKL di Waterfront Kota Pontianak. Secara umum, hasil penelitian ini akan menjadi masukan Pemerintah Kota Pontianak dalam upaya memperbaiki kualitas ruang terbuka di tepian air dan akan bersinergi dengan keberadaan PKL. Metode digunakan dalam penelitian ini adalah pemetaan perilaku, yang akan terkait deng...

Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dalam Mewujudkan Kota Hijau (P2KH)

2017

Berbagai upaya dilakukan pemerintah guna meningkatkan jumlah RTH perkotaan agar tercipta keseimbangan lingkungan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di perkotaan salah satunya yaitu Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Kota Kotamobagu sejak tahun 2013 merupakan salah satu kota yang termasuk dalam program P2KH. Beberapa program telah di jalankan guna untuk menambah jumlah ruang terbuka hijau yang ada di Kota Kotamobagu. Namun, beberapa program yang di jalankan terkesan tidak terealisasi dan terkelola dengan baik. Oleh karena itu, Tujuan penelitian ini adalah perlu dievaluasi apa-apa saja ruang terbuka hijau yang ada di Kota Kotamobagu, serta sejauh apa Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dalam hal ini atribut Green open space dan atribut Green community di Kota Kotamobagu berjalan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, SIG, dan AHP dibantu dengan software ArcGIS 9.2 dan Expert choice. Berdasarkan hasil penelitian RTH...

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Dalam Pembangunan Kota Pematangsiantar

Jurnal Regional Planning

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas Ruang Terbuka HIjau (RTH) Publik yang tersedia saat ini di Kota Pematangsiantar serta mengetahui kebutuhan dan pengelolaan Ruang Tebuka Hijau (RTH) Publik yang sesuai dengan tuntutan Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 di Kota Pematangsiantar. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang meliputi data kualitatif dan kuantitatif. Yang mengacu pada data kualitatif, yaitu data yang terbentuk bukan angka atau menjelaskan secara deskripsi tentang kondisi ruang lingkup studi atau data yang tidak bisa langsung diolah dengan menggunakan perhitungan sederhana. Dimana yang termasuk dalam jenis data kualitatif ini adalah, kondisi fisik lokasi studi, kebijakan pemerintah dalam mengelolah RTH Publik, Data kuantitatif, yaitu data yang menjelaskan kondisi penelitian dengan tabulasi angka-angka yang dapat dikalkulasikan untuk mengetahui nilai yang diinginkan dengan menggunakan metode perhitungan sederhana. Dalam studi ini yang termasuk jenis data k...

Persepsi Masyarakat Perkotaan Terhadap Pentingnya Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) DI Kota Pontianak

2016

The grew of urban communities caused the needs of population increased and followed by increasing of facilities and infrastructure for balenced the fulfillment of urban comunities. And this cause the shift of vegetation in urban areas, so that the vegetation cover were decreases. This study aimed to observe the area of green open space in Pontianak and analyze public perception of the importance of the function of urban green open space in Pontianak, this research is expected to help the government to manage of green open space (RTH) in Pontianak, and provide information to the public about the importance function of the green open space in Pontianak, and can be used as material for further research. This study used a qualitative approach with descriptive survey method by interview and questionnaire tools. Sampling was done by purposive sampling (random sampling with the desired state) by 90 respondents that representing 10% of the 857 households. The result of the reseach can be co...

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Banda Aceh

Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan, 2012

The negative impact of sub-optimization of green open space in the form of declining urban comfort, reduced capacity and carrying capacity of the region which is characterized by the increasing pollution, declining water quality of the soil, increasing the temperature of the city, as well as the decrease in oxygen or air quality in urban areas clean. In order to maintain and improve environmental quality in the city of Banda Aceh, it is necessary to maintain and develop the green space. This descriptive study aimed to determine the broad minimum standards and the adequacy of the required green space in the city of Banda Aceh area based approach and the need for oxygen. Primary data obtained through observation, field surveys, interviews and analysis of maps of Banda Aceh, while the secondary data obtained through the study of literature and of the various agencies associated with this analysis. Data analysis was based on an area of green open space needs be done according to Law No. 26 Year 2007 and based on the need for oxygen using a modified formula Gerakis by Wisesa (1998). The results showed that the standard minimum area needed green space in the city of Banda Aceh based on an area of 1840.77 ha area consists of 1227.2 ha and 613.6 ha of public green space private green space, while based on the oxygen demand of the population, motor vehicles and livestock needed green space an

Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Perkotaan Kabupaten Biak Numfor

JURNAL KEHUTANAN PAPUASIA, 2019

Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis ketersediaan dan kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) pada kawasan perkotaan Kabupaten Biak Numfor. Observasi lapang dilakukan untuk mengkalkulasi ketersediaan ruang terbuka hijau dan dikembangkan dengan metode kuantitatif dalam menganalisis kebutuhan ruang terbuka hijau. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa total luasan kawasan perkotaan di Kabupaten Biak Numfor sebesar 11.498.58 hektar dengan jumlah penduduk pada kawasan perkotaan tahun 2010 sebanyak 75.496 jiwa yang terus meningkat dengan rata-rata laju peningkatan 1,70% per tahun. Ketersediaan ruang terbuka hijau saat ini sebesar 9.211.47 hektar dan diproyeksikan akan meningkat terus sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Dengan tren peningkatan jangka panjang, maka diperkirakan kebutuhan lahan untuk ruang terbuka hijau di Kabupaten Biak Numfor akan menjadi tidak mencukupi sesuai Permen PU No. 5 Tahun 2008.

Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Berdasarkan Serapan Gas CO2 DI Kota Pontianak

Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 2013

ABSTRAKPeningkatan jumlah penduduk Kota Pontianak berdampak pada pengalihfungsian lahanbervegetasi menjadi area terbangun sehingga mengurangi luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota.Dampak yang paling nyata adalah berkurangnya kemampuan vegetasi menyerap CO2 sehingga CO2 yang dihasilkan dari aktivitas kota, baik dari konsumsi energi, perternakan, pertanian danaktivitas manusia terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menghitung luaspenutupan lahan bervegetasi eksisting; (2) menghitung jumlah emisi karbondioksida yangdihasilkan oleh aktivitas kota saat ini; (3) menghitung luas RTH yang dibutuhkan untuk menyerapsisa emisi karbondioksida yang tidak terserap oleh tutupan lahan yang ada di Kota Pontianak.Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi citra Landsat TM 7 tahun 2012dan Ikonos tahun 2008. Sedangkan untuk perhitungan emisi CO2 mengacu pada metode yangdikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 1996 mengenaiGuidelines for Nat...

Ketersediaan Alokasi Ruang Terbuka Hijau Kota Pada Ordo Kota I Kabupaten Kudus

2009

This project was developed based on needs for adequate open area in the regency, in forms of either green or non-green areas. Current activity and population growth has pursued the needs for city green, open space in the City Ordo I. This study aimed to find out allocation of green open area, potentials and problems, ad roles of public agencies in providing the Green Open Area (RTH) in City Ordo I of Kudus Regency. The study was performed by a qualitative approach, in which details in data collection and respondents determination were held in line with the importance and characteristics presumably appropriate to the study purpose. The allocation of the City Ordo I Kudus Regency in the coming five years shall be optimized as such that it can excess the 30% of the area square (44.81%). The area consisted of public sites (32.58%) and private (agricultural) sites (8.23%), so that it can fulfill the demand stipulated in the Act No. 26/2007. However, such condition is believed inadequate to cover the local people's needs for the open area of 76.53 m 2 /individual. The City Ordo I of Kudus Regency has great potentials with its particular characteristics, such as flat topography, adequate hydrological condition, fertile area, and cool weather. The problems faced were, nevertheless, no formal regulations on requirements of the green open area allocation. As no empowerd body dealing with this issue, concerned stakeholders were still less concerned. The legal principle underlying the Green Open Area in the City Ordo I of Kudus Regency yet to apply so that the Green Open Area-related agencies did not have any legitimate authority to implement the Green Open Area.