MENGGALI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL TRADISI SEDEKAH BUMI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS: Studi Deskriptif Naratif di Desa Pegagan Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu (original) (raw)

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TRADISI SEDEKAH BUMI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL ADAT MASYARAKAT DESA KEDUNGADEM KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR

Abstrak Artikel penelitian ini mendiskripsikan tentang Penanaman Pendidikan Karakter Melalui Tradisi Sedekah Bumi sebagai Kearifan Lokal Adat Masyarakat Kedungadem Bojonegoro Jawa Timur. Kita tahu bahwa budaya sebagai kearifan lokal memiliki nilai tambah tersendiri, hal ini didasari atas pentingnya budaya sebagai bentuk perwujudan karakter bangsa. Suku Jawa di Indonesia memiliki beragam budaya, salah satunya ialah ritual budaya sedekah bumi. Suatu wujud perayaan atas ekspresi rasa syukur masyarakat kepada Tuhan dari limpahan rahmat dan rezeki yang telah diberikan (panen raya). Ekspresi rasa syukur tersebut menjelma menjadi suatu warisan tradisi dari nenek moyang yang harus dijaga dari tahun ke tahun. Sehingga banyak nilai dan pesan yang terkandung di dalamnya, tidak terkecuali penanaman pendidikan karakter pada anak. Karena pendidikan karakter menjadi salah satu tujuan dari pelestarian budaya yang dimaksud. Karakter yang baik, berkaitan dengan mengetahui yang baik (knowing the good), mencintai yang baik (loving the good), dan melakukan yang baik (acting the good). Sehingga bagaimana ketiga poin tersebut bisa dimnifestasikan dalam kehidupan sehari-hari.

KEARIFAN LOKAL SEBAGAI MODAL BUDAYA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (STUDI KASUS DALAM TRADISI MATERUNA NYOMAN DI DESA TENGANAN PAGERINGSINGAN, KARANGASEM, BALI)

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui latar belakang dilaksanakannya tradisi Materuna Nyoman di Desa Tenganan Pagringsingan; (2) Untuk mengetahui prosesi tradisi Materuna Nyoman di Desa Tenganan Pagringsingan; (3) Untuk mengetahui Nilai-nilai pendidikan karakter apa saja yang terdapat dalam tradisi Materuna Nyoman di Desa Tenganan Pagringsingan Penelitian ini secara metodologis menggunakan pendekatan kualitatif, teknik penentuan informan dengan purposive sampling dan informan terus dikembangkan dengan teknik snowball. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan : (1) wawancara mendalam dengan membuat pedoman wawancara; (2) Observasi partisipasi; (3) Analisis dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) latar belakang dilaksanakannya tradisi Materuna Nyoman di Desa Tenganan Pagringsingan adalah karena merupakan ritual siklus hidup yang diperuntukkan bagi anak laki-laki yang telah memiliki kesiapan, baik mental maupun fisik, untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang akan dipikul selama mengikuti proses ritual. Ritual ini juga dilatarbelakangi sebagai persiapan generasi muda memasuki berbagai organisasi adat dan masa grahasta; (2) terbagi dalam lima tahap, tahap pertama yaitu Purnama Kawolu (upacara pokok) dapat dibagi menjadi 4 tahapan sebagai berikut: 1) upacara Base Pamit, 2) Upacara Padewasan/kagedong, 3) Upacara Kagedong, 4) Upacara Matamyang, 5) Upacara Malegar. Tahap Kedua pada sasih Kesanga yaitu Ngiterang katikung, Ngejot Katipat. Tahap ketiga pada Sasih Kedasa dilaksanakan upacara Namyu. tahap keempat dilaksanakan pada Sasih Desta, yaitu Ngejot Gede, dan tahap kelima pada Sasih Sada para teruna Nyoman melaksanakan upacara Katinggal; (3) (1) nilai kesabaran,; (2) Tanggung Jawab dan Disiplin, (3) Nilai Toleransi, (4) Kekeluargaan, (5) Mandiri dan bekerja keras, Kata Kunci: Materuna Nyoman, Kearifan lokal, Pendidikan Karakter

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TRADISI APITAN DI DESA SERANGAN, KECAMATAN BONANG, KABUPATEN DEMAK

Handep Jurnal Sejarah dan Budaya

As a tradition, Apitan is one of the salvation ceremonial forms in order to express gratitude to the Almighty God. This study examined the ritual process of Apitan tradition and the values of character education found in Apitan tradition in Serangan Village, Bonang Subdistrict of Demak District. The purpose of this research was to find out the ritual process and values of character education contained in the tradition of Apitan in Serangan Village, Bonang Subdistrict, Demak District. This study used qualitative method which data collection techniques were observations, interviews, and documentation. The study has found that the ritual process in the implementation of Apitan tradition begins with opening, greeting, Apitan benediction, eating together, puppet show, and closing. In addition, in the implementation of the Apitan tradition, the values of character education that can be obtained such as religious, honest, disciplined, patriotic, peace-loving and responsible attitudes that care about environment and social. Apitan tradition should be set as an example for young generation because it is Indonesia's cultural heritage which should be maintained and preserved.

NILAI NILAI LOKAL SEBAGAI BASIS PERENCANAAN PERMUKIMAN MUSLIM BERKELANJUTAN DI DESA PEGAYAMAN BALI Endy Agustian

PLANO MADANI VOLUME 6 NOMOR 2, 2017

Kemajemukan merupakan aspek yang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Bali dikenal sebagai daerah yang memiliki keanekaragaman budaya pada penduduknya terutama dalam hal beragama. Hal tersebut secara tidak langsung dapat menyebabkan terjadinya keminoritasan khususnya umat muslim yang tinggal di Bali. Desa Pegayaman merupakan salah satu contoh desa muslim di Bali yang mampu bertahan diantara kentalnya kehidupan umat Hindu di Bali. Keunikan permukiman ini terletak pada kenyataan bahwa semua penduduknya beragama Islam dan masyarakat Pegayaman bukan pendatang tetapi orang asli Bali. Di dalam permukiman, ini seluruh tatanan kehidupan sosial dan keagamaan dilandasi dengan semangat dan ajaran Islam. Sehingga dapat dikatakan bahwa karakteristik jagat Bali sebagaimana yang selama ini dikenal telah hilang di Pegayaman. Penelitian ini menunjukkan adanya empat konsep permukiman Desa Muslim Pegayaman yang meliputi: (1) proses terbentuknya Desa Muslim Pegayaman sebagai hadiah yang memiliki kewenangan tersendiri, (2) pola keruangan berbasis sistem kekerabatan, (3) ruang pertanian sebagai keberdayaan masyarakat, dan (4) masjid sebagai inti tata ruang dan tata sosial budaya. Berdasarkan konsep-konsep tersebut, maka diperoleh satu teorisasi yaitu permukiman Desa Pegayaman Bali berbasis nilai-nilai Islam. Kata Kunci: permukiman, desa muslim, perencanaan

ANALISA KEBUDAYAAN LOKAL Analisis Kebudayaan Molang Are di Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Madura20190608 30111

Abstrak Tadisi Molang Are merupakan tradisi yang dilaksanakan pada hari lahir bayi yang ke 40. Tadisi Molang Are diyakini oleh masyarakat madura, khususnya masyarakat blumbungan, kecamatan larangan, kabupaten pamekasan karena berawal sejak kelahiran nabi Muhammad SAW. ketika beliau berumur 7 hari, paman nabi yaitu yaitu Abu Thalib membawanya mengelilingi Ka'bah menggunakan nampan. Hal itu dilakukannya sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya Rasulullah SAW. dan memberi tahu kabar gembira kepada para sanak famili dan tetangga di sekitarnya. Tradisi tersebut tetap ditiru oleh masyarakat sampai sekarang, meskipun hanya sekedar mengelilingi undangan karena ingin mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW. dengan mengikuti cara saat kelahiran beliau. Beberapa objek yang merupakan sasaran dalam prosesi ini yaitu bayi, kereta kecil, gunting, kembang tujuh rupa, dan kambing. Dari beberapa objek tersebut sehingga membentuk prosesi-prosesi pelaksanaan yang diantaranya prosesi aqiqah, mengundang masyarakat setempat, membaca dan shalawat, bayi dibaa mengelilingi undangan, potong rambut, ditiup, undangan mencuci sebagian anggota tubuh dengan kembang tujuh rupa, menyemprotkan minyak pada undangan, penyelipan uang, bayi diletakkan di tengah-tengah undangan, doa dan penutup. Pada prosesi-prosesi mengandung makna pengharapan-pengaharapan baik kepada sang bayi. Mulai dari doa untuk keselamatan sang bayi, shalawat untuk mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW. hingga ditutup kembali dengan pembacaan doa agar semua permintaan dan peng harapan dikabulakan oleh Allah SWT. Tradisi ini diaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari karena agar sang ibu juga dapat mengiku pembacaan doa dengan sempurna karena sudah suci dari nifas. Tradisi ini dilaksanan karena agar mendapat syafaat dari nabi Muhammad SAW. dan juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Karena telah melimpahkan karuni terbesar yaitu seorang bayi. Tidak cuman hal itu tradisi ini lakukan karena merupakan tali silaturrahim dengan sanak famili dan masyarakat stempat, juga untuk membari tahu bahwa bertambahnya umat nabi Muhammad SAW. Dalam tradisi molang are terdapat beberapa perubahan diantaranya: 1. Dulu menggunakan cobik, namun sekarang sudah menggunakan kereta kecil 2. Pencipta wewangian yang awalnya menggunakan kemenyan 3. Pada pembacaan shalawat, sekarang agar lebih meriah menggunakan rebbana. Latar Belakang Kebudayaan daerah merupakan cerminan bagi kebudayaan nasional. Hal itu meupakan landasan utama untuk menunjukkan jati diri bangsa indonesia. Berbagai macam tradisi budaya yang dimiliki nusantara ini sangat beragam.Masyarakat adalah salah satu pencipta budaya, setiap masyarakat memiliki budaya yang berbeda. Sehinga denagn budaya, dapat membedakan antara masyarakat lainnya. Disetiap msyarakat yang berbudaya akan menampakkan ciri khas masing-masing yang berbeda, seperti Molang Are dari Desa Blumbungan Kecamaan Larangan Kabupaten Pamekasan Madura didalamnya terdapat ritual perayaan ketika bayi baru lahir yang bermur 40 hari. Selanjutnya, penulisan artikel ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh tentang tradisi yang ada di Desa Blumbungan yang salah satunya yaitu Molang Are. Dengan penulisan artikel ini, ingin mengurai tentang budaya Molang Are yang dilestarikan oleh masyarakat Blumbungan. Tujuan

ANALISA KEBUDAYAAN LOKAL Analisis Kebudayaan Molang Are di Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Madura20190607 69368

Tadisi Molang Are merupakan tradisi yang dilaksanakan pada hari lahir bayi yang ke 40. Tadisi Molang Are diyakini oleh masyarakat madura, khususnya masyarakat blumbungan, kecamatan larangan, kabupaten pamekasan karena berawal sejak kelahiran nabi Muhammad SAW. ketika beliau berumur 7 hari, paman nabi yaitu yaitu Abu Thalib membawanya mengelilingi Ka'bah menggunakan nampan. Hal itu dilakukannya sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya Rasulullah SAW. dan memberi tahu kabar gembira kepada para sanak famili dan tetangga di sekitarnya. Tradisi tersebut tetap ditiru oleh masyarakat sampai sekarang, meskipun hanya sekedar mengelilingi undangan karena ingin mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW. dengan mengikuti cara saat kelahiran beliau.

TRADISI MABBACA-BACA PABBILANG PENNI Studi pada Masyarakat Suku Bugis Di Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir

Nusantara; Journal for Southeast Asian Islamic Studies, 2021

Tradisi mabbaca-baca pabbilang penni merupakan tradisi membaca doa dalam peringatan arwah (orang yang sudah meninggal) yang dipimpin oleh seorang pabbaca (pendoa). Tulisan ini, merupakan hasil penelitian (field research) dengan menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: mabbaca-baca pabbilang penni merupakan suatu usaha untuk memohon doa keselamatan dan mendoakan orang yang telah meninggal. Dupa atau kemenyan, kue-kue dan lauk pauk adalah simbol yang digunakan dalam tradisi mabbaca-baca pabbilang penni yang memiliki makna tersendiri. Hal ini didasarkan pada karakteristik dari simbol baik dari rasa maupun bentuknya. Adapun faktor yang menyebabkan masyarakat melaksanakan tradisi mabbaca-baca pabbilang penni, yaitu: faktor adat, faktor sosial dan faktor keyakinan yang didasrkan pada pengalaman masyarakat. Sedangkan nilai-nilai yang terkandung da...