Wajah Allah yang Tersembunyi Disingkapkan: Etika Eskatologis Matius 25:31-46 sebagai Locus Allah yang Tersembunyi dalam Menyatakan Diri-Nya (original) (raw)
Related papers
Eskatologis Matius dalam Perspektif Nubuatan Hosea
CHARISTHEO: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
This study aims to straighten out the accusation that Matthew as the author of the Gospel of Matthew has misinterpreted Hosea 11:1 which is quoted by him in Matthew 2:15. There are scholars accusing Matthew of misinterpreting Hosea 11:1 when saying Matthew 2:15 is the fulfillment of what was prophesied by the prophet Hosea, because Hosea 11:1 is actually a historical reflection not prophecy. On the other hand, other scholars say that Matthew did not misinterpret Hosea 11:1, because this is the way the New Testament writers used the Old Testament. Where they can direct to Christ. In this study, the author uses the literature research method as a reference in describing the problems studied. The final result of this study, the author will show that Matthew did not misinterpret Hosea 11:1, because Matthew wrote this Gospel under the inspiration of the Holy Spirit, the Exodus is indeed Messianic Eschatology, and Matthew uses the Correspondence Analogy method when interpreting Hosea 11:1...
Aplikasi Talenta (Matius 25:14-30) Dalam Misi Kristen Melalui Media Sosial Facebook
FILADELFIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
Banyak orang Kristen enggan menggunakan talenta yang dimilikinya untuk misi Kristen melalui Facebook dikarenakan malu, gengsi dan takut. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mencari arti talenta dalam Matius 25:14-30 dan menemukan aplikasinya dalam misi Kristen melalui media sosial Facebook. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan kajian biblika dengan pendekatan analisis, buku-buku teologi. Juga studi kuantitatif dengan penyebaran angket. Eksposisi Matius 25:14-30 dipergunakan untuk menarik kesimpulan mengenai talenta di dalam Kitab Matius. Kemudian mengaplikasikannya dalam misi Kristen melalui media sosial Facebook. Hasil dari penelitian ini ialah talenta dalam misi Kristen melalui Facebook dipercayakan kepada pengerjaNya dengan menggunakan dasar pengajaran Injil Kristus. Talenta dalam misi Kristen melalui Facebook dipertanggung-jawabkan untuk memberitakan berita keselamatan. Talenta dalam misi Kristen melalui Facebook diberikan sesuai kesanggupan dan memiliki otoritas ...
Ber Tik-Tok: Sejauh Mana Bentuk Mengekspresikan Diri Dilakukan Dalam Perspektif Etika Kristiani
Vox Dei, 2022
Fokus utama pembahasan yang hendak diteliti dalam artikel ini adalah bagaimana kadar kepatutan atau kewajaran yang sebaiknya dilakukan orang Kristen, ketika mereka mengekspresikan diri dalam ber-Tik Tok. Topik ini perlu dibahas, mengingat aplikasi Tik Tok merupakan salah satu media sosial yang digemari oleh masyarakat Indonesia dari berbagai golongan maupun agama. Di dalam mengerjakan tulisan ini, peneliti menggunakan pendekatan studi literatur dan fenomenologis untuk menjawab pertanyaan penelitian yang hendak dibahas. Adapun pertanyaan itu, apa kelebihan dan kekurangan media ini? Bagaimana bentuk konkret pengekspresian diri yang dilakukan pengguna dalam ber-Tik Tok? Serta bagaimana perspektif etika kristiani dalam ber Tik Tok? Hasil yang didapat adalah bahwa media sosial Tik Tok memudahkan semua pelaku konten untuk viral baik yang positif maupun negatif, karena algoritma Tik Tok For You Page memberi kesempatan yang sama pada semua orang. Bentuk pengekspresian diri yang dominan dalam ber Tik Tok oleh usernya adalah berjoget, menari dan lip sync. Akibatnya, unsur erotisme, sensualitas dengan memperlihatkan lekukan tubuh dan mengejek sering dilakukan. Prinsip etika kristiani melarang keras orang Kristen untuk menampilkan corak kehidupan yang buruk apalagi tidak sopan. Karena orang Kristen dilabeli sebagai suratan Kristus untuk bisa menjadi teladan dalam perkataan maupun perbuatan sebagai terang dunia.
Langit dan Bumi yang Baru: Eskatologi berdasarkan Teologi Biblika tentang Tempat Kediaman Allah
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Popular Christian eschatology tends to nullify the earth from the biblical image of the new heaven and earth. On the contrary, the biblical eschatology shows that the new heaven and earth will be the dwelling place of God who will ultimately be with the redeemed people. Using the method of intertextual exegesis, this study constructs a biblical eschatology in terms of the theme of the dwelling place of God that frames the biblical portraits of Eden in the first creation and the New Jerusalem in the new heaven and earth. Sinful humankind has been expelled from Eden, the first sanctuary, yet the New Jerusalem will be the holy dwelling place of God, where God’s people enjoying eternal life. The new heaven and new earth is the telos of God’s salvation plan where no sin defiles the cosmic temple anymore. The biblical eschatological hope promises God’s people about living as the royal priests on the earth that God will renew at the eschaton. Abstrak Eskatologi Kristen populer cenderung me...
Eskatologi dalam Teologi Paulus
Bab 1 Pendahuluan 1.1. latar belakang Dalam doktrin kekristenan tentunya banyak sekali doktrin. Misalnya saja doktin tentang akhir zaman. Pada hari-hari ini banyak orang yang berkata jika sudah termasuk pada akhir zaman. Bahkan ada beberapa hamba Tuhan yang berani menentukan waktu kiamat. Menurut rasul Paulus, orang kristen hidup di antara dua masa. Akhir zaman sudah hadir dengan kematian serta kebangkitan Kristus, namun zaman akhir masih akan datang dengan kedatangan-Nya yang kedua kali. Aspek esensial doktrin eskatolog ialah fakta futuristik, yaitu pengungkapan sejumlah peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang melalui nubuat pada masa yang lampau. Sebab itu nubuat Alkitab menjadi fokus dominan dalam penyelidikan dan pembahasan doktrin eskatologi.
Eskatologi Ekstrim terhadap Misi-Misi Mau Kemana
2017
a. Transformasi yang telah terjadi dari Masa ke Masa Di masa lampau, perhatian yang berlebihan terhadap akhir pada akhir zaman membawa pada kelumpuhan misi, pada ketiadaan keterlibatan misioner. Filsafat bukan dipandang sebagai yang diselamatkan melainkan dikutuk. Sebelum akhir zaman waktu yang diberikan adalah bersaksi dan membawa masuk orang sebanyak mungkin yang tersesat. Ortodoksi protestan, Pietisme dan banyak lagi yang rohani menganut satu pemahaman bahwa pesimisme yang terbatas pada dunia. Linz (1964) menganalisis satu abad pemberitaan di Jerman membuktikan bahwa dalam kebanyakan khotbah dunia dianggap sama sekali telah meninggalkan Allah atau sama sekali memalingkan diri dari Allah. Dunia membutuhkan gereja jika ingin diselamatkan, tetapi gereja membutuhkan dunia untuk menjadi gereja. Pernyataan positif yang dapat dibuat tentang dunia dan tentang sejarah ialah membuat misi sejauh kesabaran Allah. Menurut padangan Manicheanis, sejarah dipadang sebagai suatu persekongkolan yang digerakkan oleh kekuatan jahat. Pada konsultasi LCWE di Tailand tahun 1980, pemahaman kuncinya dalah kesempatan-kesempatan, dunia sedang menantikan injil penebusan kekal dan orang sudah siap untuk menjawab secara positif pada undangan untuk menjadi Kristen. McGravran memperlihatkan keyakinan serupa tentang kesempatan yang menantikan gereja dalam penginjilan. Satu-satunya sejarah yang sesungguhnya adalah sejarah misi. Jarum jam dunia yang memberitahukan kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Maksud utama misi adalah persiapan bagi manusia untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Setiap orang dipastikan aman untuk masuk sorga. Sejarah paling hanyalah prolog, suatu persiapan suatu tahapan sementara. Sejarah adalah musuh orang percaya, suatu ancaman yang laten dan suatu sumber penyakit karena kelanjutan sejarah hanya meningkatkan jarak antara masa kini yang membosankan dan masa depan yang indah. Freytag berpendapat kemajuan dalam sejarah dunia terdiri paling dari peningkatan bencana. Perjanjian Baru tidak mengenal kemajuan lain dalam sejarah
ILMU USHULUDDIN, 2017
This paper will briefly explore the main discourses about the triune God in the development of Christian theology to propose some theological moderation about the Divine mystery which Augustine called as the beauty ever ancient but ever new and increasingly alluring. Some of the moderation approaches offered by the author in this article are first, the talk about the Triune God, though imperfect, is finally done so that those who believe in it do not remain silent about mysteries that are very close but also far transcending in their faith and life experiences. Second, ethical kriteria are needed as principles that could guide theological effort so that theologies will be able to produce positive impacts on the real life of all creation. Third, the need to be aware of the limitations of symbols, expressions, metaphors, definitions and discourses about God for God transcends human understanding (apophatic theology). Fourth, because God is a mystery beyond the reach of human understanding, therefore, it needs to be realized that no theology is absolute and monopolizing all discourses rather it is necessary to talk about God in various ways and symbols in order to complement one another. Fifth, apophatic awareness that God is incomprehensible leads to the humility of mystical theology. The study in this paper will begin by briefly describing the development of the theology of the Trinity from the Early Church to the Enlightenment, followed by critical notes and proposals developed by contemporary theologians on the discourse about the Triune God and end up with a concluding note in the form of a way of moderation in doing theology.
Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik dan Agama
Harapan atau ketakutan akan masa depan membuat orang melakukan berbagai hal di masa kini, yang positif maupun negatif. Bayangan masa depan sering kali menghantui sikap dan identitas seseorang di masa kini. Politik identitas yang terjadi akibat perkembangan filsafat postmodern membawa politik ketakutan yang melawan kemajemukan. Bagaimana kita bisa memiliki landasan teologis yang kuat dalam ekspektasi masa depan, dengan tetap memelihara perilaku positif akan masa kini? Bagaimana kita bisa membangun harapan bersama di tengah masyarakat majemuk? Makalah ini akan membahas bagaimana kita bisa membangun harapan masa depan dimulai dari mengingat masa lalu dan mengaktualisasikannya dalam identitas masa kini. Dalam teologi Kristen, identitas dan proses mengingat tidak pernah dapat dipisahkan, seperti yang ditunjukkan oleh Israel. Pusat dari perayaan ingatan ada dalam Ekaristi, di mana kita mengingat Kristus dan kehidupannya di masa lalu, sambil berharap akan pertolongan Allah di masa depan. D...