Politik Uang (original) (raw)

Politik Uang dan Pilkada

Jurnal Bawaslu DKI, 2017

Dalam pelaksanaanya, pemilu di Indonesia sering terlihat tidak sehat. Pemilu yang dinilai sebagai pesta demokrasi rupanya belum bisa mengimplementasikan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Karena, di dalam proses pelaksanaannya, pemilu masih disuguhi kecurangan yang dilakukan oleh para peserta pemilu. Salah satu kecurangan pemilu adalah adanya praktik politik uang.

Makalah Politik Uang

Hubungan yang rumit antara kekuatan keuangan dan sistem politik adalah subjek yang menarik perhatian akademis, yang mencerminkan keprihatinan mendalam atas implikasi etika dan demokrasi dari titik interseksi tersebut. Teori-teori pembangunan keuangan dalam ekonomi politik menunjukkan bahwa di negara-negara yang sejumlah kecil elitnya mengendalikan keputusan-keputusan politik, pembangunan keuangan selalu sengaja dihambat untuk mencegah akses terhadap keuangan bagi calon pesaing, sehingga keinginan untuk mempertahankan legalitas status quo kekuasaan dapat dipastikan.

hukum politik uang

ABSTRAK Hukum politik uang adalah suatu praktek yang biasa terjadi di masyarakat menjelang pemilihan umum dimana para simpatisan membagikan uang, atau sembako kepada pemilih agar menarik perhatian.Dalam prakteknya dilapangan politik atau yang lebih dikenal money politik sudah bukan menjadi rahasia umum lagi oleh karena itu Badan Pengawas Pemilu menindak tegas bakal calon peserta yang mengikuti pemilihan umum karena praktik yang demikian menjadikan prinsip demokrasi itu menjadi luntur. Kandidat atau Calon wakil biasanya menggunakan kegiatan keagamaan untuk kampanye, dan dalam acara tersebut para kandidat biasanya membagikan barang atau iming-iming agar memberikan suara pilih untuk kandidat tersebut. Dan Islam memandang politik uang sebagai perbuatan yang haram dan dilarang karena melaggar syariat, dan perbuatan politik uang termasuk risywah.

Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

MONEY POLITIK PADA PEMILU DI INDONESIA

Susanti , 2022

This research aims to determine the actions of money politics in elections in Indonesia. Money politics in Indonesia is not something that is foreign to the Indonesian people because most of the election activities in Indonesia involve money politics or bribery for the sake of a victory in achieving a position/power. The economic situation is one of the most difficult situations to deal with for people who are less fortunate, sometimes due to economic factors, people accept money politics from various legislative pairs, especially this (money politics) is something that cannot be denied because it can be said that for the Indonesian nation it has become a culture, especially in rural areas. The data source in this study is based on references or literature related to the topic being discussed or related to the problem being discussed. Not only that, we can see the source of data from this study from our environment, especially where we live when conducting election general.

TOR Seminar Politik Uang

Politik uang adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan gejala politik serba uang dalam pelaksanaan pemilihan umum, secara akademik konsep yang biasa digunakan untuk menjelaskan fenomena semacam ini adalah vote buying yang secara harfiah berarti pembelian suara. Salah satu definisi vote buying yang sering dikutip banyak kalangan adalah pertukaran dukungan politik dengan keuntungan material pribadi. Dalam konteks Pilkada di Indonesia, terdapat sedikitnya empat lingkaran perputaran politik uang. Pertama, transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan pasangan calon kepala daerah yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik paska Pilkada. Kedua, transaksi antara pasangan calon kepala daerah dengan partai politik yang mempunyai hak untuk mencalonkan. Ketiga, transaksi antara pasangan calon dan tim kampanye dengan petugas-petugas Pilkada yang mempunyai wewenang untuk menghitung perolehan suara. Tujuannya adalah agar kandidat memiliki kesempatan untuk memperoleh tambahan suara guna memenangkan pemilihan. Keempat, transaksi antara calon atau tim kampanye dengan calon pemilih dalam bentuk pembelian suara. Kandidat peserta pemilu memberi atau membagi-bagikan uang langsung kepada calon pemilih dengan harapan mendapatkan suara secara instan. Keempat lingkaran politik uang tersebut melibatkan sedikitnya lima aktor, yakni penyandang dana atau donor, kandidat politik dan timnya, partai politik, penyelenggara pemilu, dan calon pemilih. Hubungan di antara kelima aktor tersebut bersifat saling menguntungkan, yang membuka peluang terjadinya tukar-menukar kepentingan, di mana kandidat kepala daerah berada di posisi sentral untuk bertransaksi dengan keempat aktor lainnya. Pertanyaannya kemudian, mengapa politik uang atau vote buying dimaknai sebagai bentuk "kejahatan Pemilu"? Sedikitnya terdapat tiga argumen mengapa politik uang harus dianggap sebagai praktik ilegal dalam kontestasi politik. Alasan pertama, yang paling mendasar, politik uang dianggap dapat mereduksi implementasi prinsip keadilan dalam pemilu. Rasionalitas pemilih dalam menilai kualitas kandidat (perorangan maupun partai politik) dapat terganggu manakala peserta pemilu menawarkan iming-iming berupa uang atau materi lainnya. Alasan kedua, vote buying dianggap dapat mencemari proses pemilu sehingga mempengaruhi kualitas demokrasi secara keseluruhan. Adanya iming-iming uang dapat membuat pemilih mengabaikan evaluasi terhadap indikator-indikator objektif-rasional yang seharusnya melekat pada partai politik atau kandidat perorangan.