Pentingnya Penetapan Perda Pengakuan Perlindungan Masyarakat hukum Adat Mentawai (original) (raw)
Related papers
Perlindungan Dan Pengakuan Masyarakat Adat Dan Tantangannya Dalam Hukum Indonesia
JURNAL HUKUM IUS QUIA IUSTUM, 2013
The research discusses: First, the existence of traditional law community and its regulation in Constitution 1945; second, the attempts that the traditional law community (MHA) must do as to preserve their values in a community; third, the relevance between theory and concept in preparing the development and making of the legal instrument for MHA values conservation. The literature study was conducted by collecting the primary and secondary materials to answer the research questions. The findings conclude that: First, the MHA position has been ratified as stipulated in Article 18B verse (2) and Article 28 verse (3) of Constitution 1945 and in other sectoral laws. Second, the MHA status and other traditional rights are not yet able to apply due to internal factors including the contradiction between the regulations of law related to MHA regulation and external factor, which is state institutions such as Ministry of Forestry and Ministry of Mining with formal evidence can easily turn down the MHA claim and its traditional rights. Third, the strengthening of MHA status and its traditional rights will increase if the Central Government describes them in the more concrete law.
Ketidakteraturan Hukum Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat DI Indonesia
LAW REFORM, 2019
Peraturan perundang-undangan terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat (MHA) sudah banyak dilahirkan tapi masyarakat hukum adat justru merasakan ketidakteraturan hukum. Tulisan ini membahas apa yang menyebabkan ketidakteraturan dalam pengakuan dan perlindungan MHA, bagaimana menjaga orientasi pembaruan hukum terkait MHA, dan tata pikir yang seperti apa perlu dibangun dalam rangka pengakuan dan perlindungan MHA di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa ketidakteraturan dalam pengakuan dan perlindungan hukum MHA terjadi karena banyak sebab, antara lain ragam istilah dan banyaknya dimensi serta lembaga yang menangani MHA itu sendiri. Orientasi pembaruan hukum terkait MHA terlihat adanya pengajuan yudicial review terhadap UU yang tidak sejalan dengan UUD 1945. Ada empat putusan MK yang sangat penting terkait dengan keberadaan MHA, yakni Putusan MK No. 001-21-22/PUU-I/2003 dan No. 3/PUU-VIII/2010 (memperjelas tolak ukur frasa “sebesar-besar kemakmuran rakyat”), Putusan ...
Perda Malinau Nomor 10 tentang pengakuan hak adat masyarakat Inisiatif DPRD
: a. bahwa pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Kabupaten Malinau adalah salah satu langkah politik hukum penting yang harus diambil dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan dalam rangka pemenuhan Hak Asasi Manusia serta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Negara sebagaimana tercantum dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang; b. bahwa setiap orang dalam masyarakat adat di Kabupaten Malinau diakui, tanpa perbedaan, dalam semua hak-hak asasi manusia yang diakui dalam hukum internasional dan nasional, dan bahwa mereka memiliki hak-hak kolektif yang sangat diperlukan untuk pengembangan kehidupan dan keberadaan mereka secara utuh sebagai satu kelompok masyarakat; d. bahwa masyarakat adat di Kabupaten Malinau telah mengalami penderitaan dari sejarah ketidakadilan sebagai akibat dari, antara lain, pemaksaan pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka dan pengambilalihan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam, sehingga menghalangi mereka untuk berdaulat, mandiri dan bermartabat sebagai bagian dari bangsa Indonesia; e. bahwa pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Kabupaten Malinau merupakan kebutuhan yang mendesak sehingga mereka dapat menikmati hak-hak mereka yang melekat dan bersumber pada sistem politik, ekonomi, struktur sosial dan budaya mereka, tradisi-tradisi keagamaan, sejarah-sejarah dan pandangan hidup, khususnya hak-hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan dan huruf e maka diperlukan penyusunan satu Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Malinau. Mengingat………
Tantangan dan Arah Pengaturan Pengakuan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Masyarakat Adat ke Depan
, pendiri dan peneliti pada Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat, Yogyakarta. Kecuali disebut khusus. naskah ini pada dasarnya adalah adaptasi atas Naskah Akademik RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat yang dihasilkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPD RI), tahun 2018. Penulis adalah Ketua Tim Tenaga Ahli yang membantu DPD RI dalam menghasilkan naskah ini. 3 Dengan alasan yang akan dijelaskan pada bagian lain, dalam dokumen ini terma masyarakat hukum adat dan masyarakat hukum adat dapat dipertukarkan satu sama lainnya. Demikian pula, terma masyarakakat adat akan digunakan sebagai terma payung yang dapat menaungi pengertian masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional, sampai tingkat tertentu juga masyarakat daerah.
AMAN , 2016
Tinjauan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat rentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (Kemudian disebut Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat) ini adalah analisis hukum doktrinal atas muatan materi pengaturan tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Dalam pendekatan tersebut, maka mengasumsikan hukum merupakan sebuah sistem, dan Raperda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat adalah satu produk hukum di level daerah sehingga harus konsisten dan koheren dengan produk hukum lain, terutama yang bersifat hirarkis demi mendatangkan kepastian hukum. Analisis doktrinal dalam tinjuan ini juga menggunakan sumber hukum sekunder berupa literatur antropologi dan sosiologi tentang masyarakat hukum adat. Literatur antropologi dan sosiologi tentang masyarakat hukum adat membantu menjelaskan kerangka konseptual masyarakat hukum adat yang akan diatur dalam Raperda ini. Penggunaan pendekatan ilmu antropologi dan sosiologi dalam kerangka regulasi masyarakat hukum adat telah lama digunakan sejak masa kolonial Hindia Belanda sampai dengan sekarang. Secara umum, Tinjauan hukum ini menggunakan metode kajian hukum normatif dengan menggunakan sumber data hukum primer dan sekunder yang relevan dengan objek kajian. Tinjauan hukum ini diperuntukkan untuk masukan terhadap penyempurnaan muatan materi Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat sebagai bagian dari produk perundang-undangan. Sistematika penulisan tinjauan hukum ini dibagi atas lima (5) bagian, yaitu: pertama, pendahuluan; menjelaskan latar belakang dan metodologi penulisan tinjauan hukum, kedua; konsep masyarakat hukum adat; menjelaskan kerangka konsep masyarakat hukum adat, Ketiga, Kerangka hukum pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat; menjelaskan dasar yuridis pengaturan masyarakat hukum adat, terutama terkait dengan kedudukan Peraturan Daerah Provinsi dalam pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat keempat; Analisis muatan materi Raperda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat; berisi elaborasi normatif atas muatan materi raperda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, kelima; Rekomendasi ; berisi masukan penyempurnaan isi raperda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
Peran Masyarakat Adat Dalam Mempertahankan Eksistensi Hukum Sasi
Batulis Civil Law Review
The purpose of this research is to analyze and find out the function and role of Sasi Law in the management of the environment, natural resources and ecosystems in it by the people in Negeri Seith and Negeri Ouw, Central Maluku district, and regulations in Seith and Ouw countries in maintaining the existence of Sasi law. This research method is empirical law, which is a research based on field data by taking data according to the sample and conducting an assessment of positive legal provisions and legal principles. The results of the study show that the implementation of Sasi is currently experiencing degradation because it has not been carried out as the implementation of Sasi was originally, even though Sasi has been considered as part of customary law in each Negeri. The regulation of Sasi is not regulated in a Negeri Regulation so that it binds the community and people in each Negeri, as well as being a guide for the next generation to be maintained.
Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat
KOALISI KAWAL RUU MASYARAKAT ADAT debtWATCH Indonesia (dWI), Jurnal Perempuan, Kalyanamitra, Kemitraan, Komnas Perempuan, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Lakpesdam NU, Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN), PEREMPUAN AMAN, PPMAN, Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Samdhana Institute, Sawit Watch, Satunama, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), HuMa, Nurul Firmansyah, Luluk Uliyah.