Pedoman Ketentuan Impor Produk Kehutanan (original) (raw)
Related papers
Kumpulan peraturan untuk perkebunan - mr
Jakarta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) mendukung penuh program Penghargaan Piagam Hak Kekayaan Intelektual 2013 yang digagas oleh BSA | The Software Alliance. Dukungan resmi tersebut disampaikan secara langsung oleh Direktur Jenderal HKI, Prof. Ahmad M. Ramli, S.H., M.H., FCBArb., pada saat memberikan sambutan dalam kegiatan peluncuran Program Piagam HKI 2013, pada Kamis, 31 Oktober 2013 di Jakarta.
REGULASI BAGI INDUSTRI BERBASIS KAYU DAN HASIL HUTAN
Industri berbasis kayu dan hasil hutan dalam melaksanakan produksinya, kini tidak lagi bebas menggunakan bahan baku. Sebagai pengolah kayu dan hasil hutan, para pengusaha industri disektor ini perlu pula mencermati dan memahami perubahan yang terjadi terkait dengan regulasi dibidang bahan baku dan hasil hutan. Peraturan tentang persyaratan pengadaan dan perdagangan kayu dan hasil hutan, tentu secara langsung maupun tidak langsung, akan dapat mempengaruhi industri berbasis kayu dan hasil hutan. Tulisan ini disusun sebagai bahan informasi bagi aparatur pembina dan kalangan industri berbasis kayu dan hasil hutan serta pihak pihak yang berkepentingan. B. Gambaran Umum Perkembangan regulasi di bidang kayu dan hasil hutan di Indonesia, kini telah memasuki tahap pemberlakuan SVLK. Selanjutnya, gambaran umum tentang REGULASI BAGI INDUSTRI BERBASIS KAYU DAN HASIL HUTAN disajikan dalam bentuk tanya jawab. Apakah SVLK? Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia. Mengapa SVLK ? Sistem verifikasi legalitas kayu diterapkan di Indonesia untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Unit manajemen hutan tidak khawatir hasil kayunya diragukan keabsahannya. Industri berbahan kayu yakin akan legalitas sumber bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di luar negeri.
KERTAS KEBIJAKAN: Arah Pengaturan Perubahan UU Kehutanan
Peraturan perundang–undangan pada tingkat undang–undang yang mengatur kehutanan adalah Undang–undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (selanjutnya disebut UU 41/1999), sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang–undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang–undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang–undang. Dalam batang tubuhnya –yang terdiri dari 83 (delapan puluh tiga) pasal– UU 41/1999 mengatur secara berbagai cakupan pengurusan (bestuuren) hutan, dari perencanaan hingga ke pengawasan. Setelah tujuh belas tahun diundangkan sejak tanggal 17 September 1999, implementasi UU 41/1999 mendapat tantangan, baik yang disebabkan tunggakan permasalahan masa lalu, maupun persoalan baru yang muncul pasca reformasi. Kertas kebijakan ini dibuat dengan latar belakang seperti di atas, sehingga tujuannya adalah memberikan usulan substansi perubahan dan pokok-pokok pikiran alternatif tentang apa saja yang harus diatur dan bagaimana mengaturnya di batang tubuh UU.
Paket Informasi Implementasi Kebijakan Hutan Adar
Pengelolaan hutan adat di Indonesia memasuki era baru dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 sehingga hutan adat tidak lagi menjadi bagian dari hutan negara dan hak ulayat menjadi lebih penuh dalam pengelolaan hutan adat. Karena suatu produk kebijakan baru tidak lepas dari kebijakankebijakan sebelumnya, baik mengadopsi, negasi, maupun adaptasi, maka paper ini bertujuan untuk melihat kebijakan-kebijakan pendahulu yang terkait dengan pengaturan hutan adat sehingga dapat diketahui dinamika penguasa dalam memandang masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya. Kebijakan-kebijakan ini dikaji secara antarwaktu dan disusun secara periodik, dimulai dari periode kolonial, periode awal kemerdekaan, periode orde lama, periode orde baru, hingga periode reformasi. Melalui pengkajian kebijakan-kebijakan tersebut, didapat enam komponen pengaturan yang dinamis antar periode meliputi 1) sikap terhadap kapitalisme, 2) dualisme hukum, 3) pengakuan terhadap hukum adat dan hak ulayat, 4) pemaknaan terhadap hak ulayat, 5) hubungan antara Negara dan sumber daya lahan, dan 6) penetapan kawasan hutan. Dinamika tersebut menyiratkan saratnya kepentingan, dapat mencerminkan kehendak penguasa khususnya pada masa-masa pemerintahan yang otoriter, atau juga mencerminkan tuntutan publik khususnya di masa ketika iklim berdemokrasi semakin membaik. Dinamika ini akan terus berlanjut pasca putusan MK. Terdapat implikasiimplikasi dari putusan MK yang menjadi pekerjaan berikutnya untuk senantiasa dikawal agar implementasinya tidak keluar dari semangat pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat, hak ulayatnya, dan kearifankearifannya.
Pemenuhan Peraturan Pelabelan pada Produk IRTP di Kabupaten Kebumen
Jurnal Mutu Pangan : Indonesian Journal of Food Quality
Label regulations on food products must be adhered by food industries, including SMEs. The lack of awareness or understanding of SMEs on food labeling regulation causes non-complience of SMEe food products with regulations. The objective of this study was to evaluate the level of compliance with labeling regulations and consumer awareness of the labels on SMEs food products in Kebumen. Purposive sampling was used to determine the sample size. The data from product labels was analyzed by content analysis techniques on four distinct groups of elements, i.e. technical labeling, label writing, minimal information, and information that cannot be included. SMEs products that met writing labeling requirement were 27% and those that fulfilled the minimum label information requirement (excluding halal provision) were 40.81%. The food product with halal label was only 18%.
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pengadaan tanah untuk investasi dalam perspektif Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Investasi dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menitik beratkan penelitian terhadap data kepustakaan dengan menelusuri asas-asas hukum yang terdapat dalam hukum positif dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara penelusuran literatur dan peraturan perundang-undangan melalui studi kepustakaan untuk memperoleh bahan hukum, yang terdiri dari : bahan hukum primer, yakni peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian ini; bahan-bahan hukum sekunder, yakni literatur hukum, dan hasil-hasil penelitian terutama yang berkaitan dengan pengadaan tanah dan investasi; dan bahan hukum tersier, antara lain index dibidang hukum kamus hukum, dan kamus bah...