Maskuliniti yang Diruntuhkan Feminiti (original) (raw)

Konstruksi Maskulinitas Perempuan Melawan Tindak Kekerasan pada Film Thriller

2021

Di tengah konstruksi yang berlangsung di masyarakat tentang perempuan sebagai makhluk yang indah dengan karakter lemah lembut, manja, dan situasi memburuknya berbagai tindak kekerasan dengan memposisikan perempuan sebagai korban, Film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak justru hadir dengan sebuah konstruksi tentang maskulinitas perempuan. Tulisan ini menggambarkan suatu riset yang bertujuan untuk mengetahui konstruksi maskulinitas perempuan dalam melawan tindak kekerasan terhadap perempuan. Penelitian tersebut merupakan suatu analisis semiotika terhadap berbagai adegan dan dialog dalam film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak karya Mouly Surya dengan pendekatan kualitatif yang kemudian dibedah dengan analisis yang dilandasi teori Konstruksi Sosial Realita pemikiran Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Kajian dalam penelitian ini juga menghubungkan antara proses konstruksi realitas yang terjadi melalui film ini dengan fenoemena maraknya tindak kekerasan yang terjadi pada perempua...

“TAFSIR FEMINISME” DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI

Fatimah Mernissi is a Muslim woman born and raised in a harem environment. Constrained with large walls and strict guarding. So that Fatimah and other female members in the harem were strictly prohibited from interacting with the outside world. Plus, some statements about women he got in school, which he said were an "insult" to women. This is what made the female members, especially Fatimah herself, want to fight for freedom against women. There are no more restrictions and oppression of women. So Fatimah initiated a "Feminism" movement, with the aim of reviving women's ranks. Fatimah also made some criticisms of the Hadith, which according to her lacked respect for the position and role of women. Fatimah also confirmed that "Feminism" is not taking ideas from the West, but Islam also has its own concept regarding this matter.

Refresentasi Perempuan Maskulin Dalam Film

IKRA-ITH HUMANIORA : Jurnal Sosial dan Humaniora

Penelitian ini membahas tentang representasi perempuan maskulin dalam film Seperti Dendam, rinduharus dibayar tuntas, menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Adapun tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui makna denotasi, konotasi, serta mitos perempuan maskulin dalam film seperti dendam,rindu harus dibayar tuntas. Dalam penelitian ini juga menggunakan teori semiotika konstruksi sosial olehBerger dan Luckma. Lalu beberapa konsep yang terkait dengan penelitian, seperti konsep komunikasi,komunikasi massa, film, perempuan maskulin, dan makna. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,dengan menggunakan metode semiotik dan menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Teknikpengumpulan data untuk penelitian ini adalah observasi, studi pustaka, dan sumber lain. Teknik keabsahandata yang dugunakan adalah triangulasi metode triangulasi teori. Hasil dari kesimpulan penelitian, terdapatmakna denotasi, konotasi, mitos serta representasi perempuan maskulin yang digamb...

FEMININITAS DAN KEKUASAAN

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 10 No. 1 Tahun 2008 , 2008

This article shows the change and continuity of femininity construction in Indonesian public using the media. It started with the femininity construction during the colonial era, which showed how femininity was used by the colonial government and by the Indonesian movement at that time. It was a public space construction, which negociated places to support some types of femininity construction. By describing this construction process, the article wish to show that power plays an important role. Being feminine women is not of women wish but more on how the society at large preserve some types of femininity discourse. The article also shows that such construction process at the end is also a big demand from capitalistic interest. The capital and the global are two other sources of power that at present depict what kind of women to be constructed.

PERBEDAAN GAYA KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF MASKULIN dan FEMININ

2015

At the present time there are enough women who are leaders and can work well in performing their duties and functions. There are at least five (5) requirements that have been met in order to achieve effective leadership are: (1) knowledge within the organization, (2) has a good reputation and school reports, (3) have the ability and strategic skills, (4) has a personality and high integrity, and (5) have high motivation power. Although sex differences that men and women are biologically, but in reality, gender is considered normal treatment is expected to be feminine women and men are expected to be masculine. Basically women and men having sex-role stereotypes that will affect their personality and behavior. The purpose of writing this article is to see whether the manager's leadership style differs from the male leadership styles of women managers and managers discuss how men and women describe their leadership style tendencies. This article discusses the characteristics of fe...

Maskulinitas sebagai Tonggak Keempat dalam Kajian Feminisme Hubungan Internasional

Indonesian Perspective, 2021

International relations as an academic field of study has a reputation for being masculine, violent, aggressive, or even brutal because of its focus on power projections and the state as the main actor. His academic and practical discussions rarely discuss issues related to other matters outside of defense, military, and state power, such as issues of gender equality or social welfare that have international and transnational dimensions. This paper criticizes the conception of masculinity which has been the heart of various schools of thought in international relations through the lens of feminism. This paper will explore more deeply the approaches and main ideas in the concept of masculinity and international relations, by focusing on the ideas promoted by the realism and constructivism paradigms. These ideas will then be contested with the concepts narrated by feminists in international relations. After reviewing the masculinity approach, this paper will also attempt to map the co...

Maskulinitas dan Feminitas dalam Al-Qur’an (Implikasi Sosial Atas Karakter Negatif)

Nukhbatul 'Ulum : Jurnal Bidang Kajian Islam, 2020

Ulvah Nur'aeni, Maskulinitas dan Feminitas... dan feminin serta karakter positif dan negatif juga terkandung dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, Al-Qur'an membebaskan manusia untuk memilih karakter maskulin atau feminin serta positif atau negatif untuk merepresentasikan kualitas kepribadiannya. Setelah menelusuri ayatayat Al-Qur'an tentang maskulin dan feminin baik positif maupun negatif, penulis menemukan bahwa karakter maskulin dan feminin yang dianggap negatif memiliki implikasi yang merugikan terhadap kehidupan pribadi serta kehidupan sosial yang lebih luas. Berdasarkan uraian ini, maka tulisan ini mencoba mengkaji dan menggali dampak sosial tersebut dengan menggunakan metode tematik Al-Qur'an dan dianalisis dengan teori yang digagas oleh Sachiko Murata.

KONSTRUKSI GAGASAN FEMINISME ISLAM

SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI'AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM OLEH: IHAB HABUDIN O3350110 PEMBIMBING: AGUS MOH. NAJIB, M.Ag DRA. HJ. ERMI SUHASTI S., MSI. JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI'AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009

FEMINISASI KEMISKINAN DI DESA KESAMBEN KULON

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebut saja budaya patriarki. Pemahaman akan 'pengkotak-kotakan' peran laki-laki dan perempuan saat ini masih mendarah daging terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang kurang memberikan pemahaman akan kesetaraan antara hak perempuan dan laki-laki. Budaya patriarki hanya mempersulit dan merugikan posisi perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Tantangan yang dihadapi perempuan dalam keterkungkungan budaya patriarki yang eksistensinya seakan diremukkan oleh dominasi lakilaki dengan penyeragaman pemikiran bahwa perempuan adalah objek bagi kesenangan mereka belaka. Meminjam pendapat Simone De Beauvoir, bahwa perempuan adalah The Second Sex (Beauvoir dalam Tong 2010: 253) yaitu cara pandang lakilaki terhadap perempuan secara etnosentris. Penyeragaman pemikiran seperti ini telah mengakar di sebagian besar masyarakat. Keinginan luhur yang tertancap pada diri perempuan adalah keadilan akan kesetaraan. Bukan dalam subordinat atau berada di titik dominan. Feminisme sendiri bertujuan untuk mencari akar permasalahan yang merupakan titik dasar mengapa perempuan berada dalam dominasi lakilaki serta memperoleh strata yang sama untuk keberlanjutan hidupnya.

Satpol PP Cantik: Spekularisasi Perempuan dalam Fantasi Maskulinitas

Abstrak Artikel ini membahas mengenai keberadaan citra Satpol PP Cantik (Satpoltik) Surabaya dalam media. Satpol PP yang selama ini digambarkan sebagai bangunan institusi dengan imaji maskulin, harus berbagi lahan dengan para perempuan dengan atribut ‘cantik’ yang diberikan. Namun atribut yang diberikan pada Satpoltik, ternyata memiliki konsekuensi yang pada akhirnya malah membentuk identitas feminin yang spekular atau hanya cerminan dari yang-maskulin. Dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis Lacan, artikel ini bertujuan untuk membongkar tiga fase oedipal yang terangkum dalam register riil, imajiner, dan simbolik pada citra Satpoltik. Hasil dari artikel ini menunjukkan bahwa istilah ‘cantik’ yang disematkan pada Satpoltik, tidak lain hanya proses spekularisasi dari dominasi maskulin yang berkorporasi dengan industri media sebagai relation of rulling. Kata Kunci : Satpoltik, Feminin, Maskulin, Psikoanalisis Lacan, Relation Of Rulling Abstract This research discussed about the image of Surabaya’s beauty Satpol PP (Satpoltik) in media domain. For a long time, image of Satpol PP defined as an institution with masculine image, and now it has to share with the woman which has ‘beauty’ attributes that pinned. However, the attributes that given to Satpoltik, actually, has a consequence that built specular feminine identity or just reflection from the masculinity. With the Lacan’s psychoanalysis approach, this article wants to break in three phases of oedipal that enclosed in real register, imaginer, and symbolic on Satpoltik image. The result of this article are showing that the term of ‘beauty’ which given to the Satpoltik, is nothing but a specularization process from masculine domination which incorporate to media industry as a relation of rulling. Keywords :Satpoltik, Feminine, Masculine, Lacan’s Psychoanalysis, Relation Of Rulling