PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (original) (raw)

SUBKULTUR NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Penitentiary is a place for a convicted criminal or a prisoner to spend their condemnation period. The main purpose of penitentiary or correctional facility is as re-socialization of a prisoner, so that after the condemnation period is over, she or he will be able to come back to the community in a better behaviour. During the period in the penitentiary, a prisoner will experience some kind of deprivation that leads into prisoner subculture.

KECEMASAN PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS II A WAY HUI BANDAR LAMPUNG

Kecemasan adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon psikologis terhadap antisipasi bahaya yang tidak rill atau yang terbayangkan. Dalam keadaan terpidana atau menjalani masa vonis narapidana mengalami kecemasan baik narapidana yang baru masuk dan narapidana yang menjelang bebas. Kecemasan jika dibiarkan dapat mengurangi bahkan dapat meniadakan potensi yang dimiliki narapidana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat kecemasan pada narapidana yang baru masuk dan narapidana yang menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Wayhui Bandar Lampung yang masing masing kelompok berjumlah 35 orang untuk narapidana yang baru mauk dan 27orang untuk narapidana yang menjelang bebas.Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif komparatif dengan pendekatan kohort. Variabel indpendennya adalah narapidana yang baru masuk dan narapidana yang menjelang bebas, variabel dependennya adalah tingkat kecemasan. Data dikumpulkan dengan mengisi lembar kuesioner yang mengadopsi teori Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji-tHasil penelitian membuktikan bahwa pada α 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan pada kecemasan naraidana yang baru masuk dan narapidana yang menjelang bebas. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,031, dimana tingkat kecemasan narapidana yang menjelang bebas lebih tinggi dibanding narapidana yang baru masuk.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa narapidana yang menjelang bebas Lembaga Pemasyarakatan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi di banding dengan narapidana yang baru masuk Lembaga Pemasyarakatan.

PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP NARAPIDANA RISIKO TINGGI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Dhimas Aditya Naraharyya, 2020

ABSTRAK Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti ingin menggambarkan atau melukiskan fakta-fakta atau keadaan ataupun gejala yang tampak. Lembaga pemasyarakatan sebagai salah satu wadah pembinaan narapidana juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi narapidana dengan memberikan program pembinaan kerohanian dan kemandirian, berupa pelatihan berbagai keterampilan dan bimbingan kerohanian sebagai bekal bagi narapidana untuk kembali ke masyarakat. Asesmen Risiko adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko pengulangan tindak pidana narapidana atau klien pemasyarakatan. Asesmen Kebutuhan adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kebutuhan pembinaan atau pembimbingan yang paling tepat bagi narapidana atau klien pemasyarakatan berdasarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Hal ini disebabkan karena masih ada kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan protap perlakuan terhadap

PEMENUHAN HAK MENDAPATKAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN POHUWATO

Tahkim, 2020

Republic of Indonesia Law Number 12 of 1995 concerning Corrections has requested permission for fostered citizens. Penitentiaries allow approval for article 14 paragraph (1) Number 9. Granting remission rights for fostered residents, narcotics are not in accordance with other fostered citizens, therefore it needs to be asked. narcotics are classified as extraordinary crimes. In that case there are special requirements that must be resolved to get remission that is through good behavior, also must be a justice collaborator. This has been regulated in Republic of Indonesia Government Regulation Number 99 of 2012 concerning the Second Amendment to Republic of Indonesia Government Regulation Number 32 of 1999 concerning Provisions and Procedures for the Implementation of the Rights of Prisoners. Article 34 A. Pohuwato Penitentiary in granting remission has agreed to the provisions of the necessary legislation and must maintain that quality so as to provide remission to prisoners. Keywords: remission, inmate, recovering narcotics, correctional institution.

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUTUNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN(Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo)

2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk provided by UPN Jatim Repository Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAMPAK AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN DI PERAIRAN LAMPIA, DESA HARAPAN

2020

ABSTRAK Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk mengetahui aktivitas-aktivitas masyarakat di Perairan Lampia, Desa Harapan yang berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan dan untuk mengetahui dampak aktivitas masyarakat terhadap lingkungan di Perairan Lampia, Desa Harapan. Metode penelitian yang akan digunakan adalah desk study (studi literatur), yaitu mencari dan menghimpun berbagai referensi berkaitan dengan dampak aktivitas masyarakat terhadap lingkungan di Pantai Lampia, Desa Harapan. Hasil dari kegiatan literatur didapatkan Adanya kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan seperti membuang sampah , adanya konflik kepentingan dalam pemanfaatan wilayah perairan, penebangan hutan pesisir dan masih seringnya terjadi kegiatan destructive fishing mendorong hal ini terjadi. Akses terbuka perairan wilayah penangkapan Teluk Bone, belum memiliki kawasan konsevasi di ekosistem terumbu karang, jauhnya akses dari daratan untuk melaksanakan kegiatan pengawasan, kegiatan penangkapan dan pasca penangkapan masih sederhana, masyarakat belum mengetahui tentang PUU yang berkaitan langsung dengan ekosistem terumbu karang,rendahnya kualitas SDM aparat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang, serta pelimpahan kewenangan pengelolaan kelautan ke Pemerintah Provinsi merupakan unsur yang menjadi kelemahan yang menimbulkan dampak bagi pengelolaan lingkungan di Perairan Lampia, Desa

HUBUNGAN KENAKALAN REMAJA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA KABUPATEN PASAMAN

Dalam kehidupan ini, manusia sejak awal hingga sekarang selalu mengalami perubahan-perubahan, baik pada fisik maupun mentalnya, baik perubahan positif ataupun perubahan negative. Perubahan-perubahan tersebut tidak lain merupakan hasil karya, cipta, dam karsa manusia yang selalu berkembang dan berjalan seiring dengan bergulirnya waktu.