SENGKETA TANAH DALAM LINGKUP HUKUM ADAT (original) (raw)
Related papers
HUKUM TANAH DALAM PUTUSAN HAKIM
Sebagai masyarakat Hukum adat, persoalan tanah kemudian menarik untuk dilihat dari berbagai putusan Pengadilan. Berbagai asas, sifat, prinsip dan norma-norma yang dikenal di masyarakat kemudian menjadi pengetahuan dan digunakan didalam berbagai putusan.
KEBERADAAN HUKUM TANAH ADAT DALAM MEWUJUDKAN TERTIB HUKUM AGRARIA
Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dulu. Dalam hukum tanah adat ini terdapat kaedah-kaedah hukum. Keseluruhan kaedah hukum yang tumbuh dan berkembang didalam pergaulan hidup antar sesama manusia dan sebelum berlakunya UUPA ini tanah adat masih tetap milik anggota persekutuan hukum, yang mempunyai hak untuk mengolahnya tanpa adanya pihak yang melarang. Hukum Adat adalah hukum yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati nurani warga masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai dengan adat-istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Dalam kaitan tersebut Hak Ulayat tetap diakui dalam Undang-Undang Pokok Agraria sepanjang eksistensi tanah adat tersebut masih ada, hal ini dapat dibuktikan dengan masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga masyarakat hukum adat, adanya tanah masyarakat hukum adat dan adanya penguasa adat yang diakui oleh kelompok masyarakat adat sebagai pelaksana hak ulayat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang Keberadaan Hukum Tanah Adat dalam Mewujudkan Tertib Hukum Agraria berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agrraria dan untuk mengetahui dan memahami apakah Pluralisme hukum tanah di Indonesia sudah benar-benar ditiadakan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif (normative-legal research), yang dilakukan dengan cara menghimpun bahan-bahan hukum berupa teoriteori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang ada hubungannya dengan pokok bahasan. Hasil penelitian dalam penulisan ini menunjukkan bahwa Hukum Adat memberikan 1 Abuyazid Bustomi, SH.,MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Palembang kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan hukum nasional dan mengakhiri keaneka ragaman hukum tanah yang pluralistis. Hukum adat yang dimaksud dalam UUPA adalah hukum asli golongan rakyat pribumi yang merupakan norma-norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyaraka secara tidak tertulis. Hukum adat yang berlaku di Indonesia menunjukkan adanya suatu nuansa kehidupan atau fungsi sosial yang menjamin keadilan akan tetapi kepastian hukum tidak terjamin. karena aspek penerapan prinsip konstuksi yurisdis hukum adat bersifat abstrak. Namun demikian kedudukan Hukum Adat merupakan sumber utama dalam pembentukan hukum yang berlaku sebanagai hukum tanah Nasional. Hukum Adat atau adat istiadat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, kita meniadakan dualisme hukum pertanahan dengan menempatkan kembali hukum adat pada tempatnya sebagai landasan utama pembentukan hukum agraria nasional. Namun. Perlu diingat bahwa hukum agraria nasional, berdasarkan atas hukum tanah adat yang bersifat nasional, bukan hukum adat yang bersifat kedaerahan atau regional yang bertujuan untuk meminimalisir konflik pertanahan dalam lapangan hukum tanah adat dengan menjadikan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 sebagai induk Hukum Agraria dan benar-benar akan mengurangi konflik pertanahan yang dapat timbul sebagai akibat penerapan hukum tanah adat yang bersifat kedaerahan
Hukum Tanah Adat adalah keseluruhan kaidah hukum yang berkaitan dengan tanah dan bersumber pada hukum adat. Umumnya hukum tanah adat bersifat tidak tertulis. Hukum tanah adat terbagi atas hukum tanah adat administratif dan hukum tanah adat perdata. Hukum tanah adat administratif adalah keseluruhan peraturan yang merupakan landasan bagi ne-aara untuk melaksanakan praktiknya dalam soal tanah, sedangkan hukum tanah adat perdata adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tanah milik perseorangan atau suatu badan hukum. Konsep dasar yang dianut dalam hukum tanah adat adalah adanya hub ngan yang erat antara masyarakat dan tanah. Hukum tanah adat berlandaskan pada asas hukum dan harus selalu memperhatikan upaya-upaya untuk mencari keadilan. Objek hukum tanah adat adalah hak atas tanah adat. Hak atas tanah adat ini terdiri atas hak ulayat dan hak milik adat. Adapun hak ulayat adalah hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya yang memberi wewenang tertentu kepada penguasa-penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum tersebut. Hak ulayat berlaku terhadap semua tanah wilayah itu. baik yang sudah dihaki seseorang maupun yang tidak atau belum dihaki. Selain itu, hak ulayat memiliki kekuatan hukum yang berlaku ke dalam dan ke luar. Ke dalam, hak ulayat berlaku terhadap para anggota masyarakat hukum tersebut, dan ke luar, hak ulayat ini berlaku terhadap orang-orang yang bukan anggota masyarakat hukum tersebut. Masyarakat hukum adatlah yang mempunyai hak ulayat itu dan bukan orang seorang. Hak ulayat ini terdiri atas hak untuk membuka tanah atau hutan dan hak untuk mengumpulkan hasil hutan. Hak milik adat adalah hak perorangan dan hak komunal. Diperkirakan hukum tanah adat ini sudah berlaku sejak jaman kejayaan kerajaan besar, seperti Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dsb. Oleh sebab itu, umumnya hukum adat sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, yakni gotong royong dan asas kekeluargaan. Namun dalam sejarah perkembangannya, hukum tanah adat banyak dipengaruhi oleh politik kolonial. Saat ini, hukum tanah adat dijadikan landasan hukum Undang-undang Pokok Agraria yang mulai berlaku sejak tahun I960. 2. Hak-Hak Perseorangan atas Tanah
PENDAFTARAN TANAH ADAT UNTUK MENDAPAT KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN KEPAHIANG
Abstrak Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria UU No.5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah merupakan urutan Pasal 33 ayat (3) Konstitusi Republik Indonesia 1945 untuk mewujudkan penyatuan hukum tentang pendaftaran tanah adat untuk menjamin kepastian hukum, penggunaan lahan secara teratur dan administrasi sistem pertanahan. Dalam pendaftaran tanah menimbulkan beberapa masalah dan kendala. Kendala masyarakat adalah tingginya biaya registrasi dan masyarakat tidak memahami fungsi sertifikat sehingga masyarakat tidak tertarik untuk mendaftarkan hak atas tanah. Dalam pelaksanaan pendaftaran prosedure tanah sudah lama sekali sehingga hukum adat tibul (adat) yang berlaku di masyarakat cukup kuat untuk mengatur masalah tanah baik dalam bentuk jual beli, hibah dan warisan. Sementara kendala pemerintah (ATR / BPN) tidak ada bukti tertulis tentang hak atas tanah dan biaya terbatas serta tenaga teknis dalam pengukuran dan pemetaan dalam pendaftaran tanah dan kurangnya ekstensi yang diberikan kepada masyarakat oleh kantor ATR / BPN. menyebabkan kurang pemahaman tentang Penggunaan sertifikat. Untuk mengalihkan hak jual beli yang baik, hibah dan warisan sebagian besar masih dilakukan oleh masyarakat di depan kepala desa dan bukti kepemilikan hak untuk ditemukan di masyarakat, yaitu segel yang dibuat oleh kepala desa dan bukti tertulis yang dibuat dalam suatu hubungan kekerabatan.Selain bukti ada bukti tidak tertulis dari budidaya berkelanjutan, penanaman vegetasi dan perbatasan yang keras dan tanda yang diberikan oleh pemegang hak. Untuk mengatasi masalah ini, upaya yang dilakukan oleh kantor ATR / BPN adalah tidak menyerahkan batas waktu untuk pengajuan pendaftaran hak yang tercantum dalam surat pengakuan hak. Untuk hak properti adat tanpa bukti konversi tertulis, biaya mahal diberikan dengan kemudahan dan keringanan dalam sistem pembayaran untuk pendaftaran hak property adat. 1 Egi dandi handika adalah seorang mahasiswa fakultas hokum universitas sriwijaya yang sedang menempuh pendidikan semester 5,kampus indralaya
TINJAUAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SETELAH BERLAKUNYA UUPA
Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh manusia ialah tanah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Munculnya sengketa hukum atas tanah berawal dari keberatan tuntutan suatu hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikan dengan suatu harapan mendapatkan penyelesaian administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Salah satu gagasan yang diangkat dalam naskah ini ialah penyelesaian sengketa hak atas tanah dalam hukum setelah berlakunya UUPA. Kata Kunci: Sengketa tanah, hukum, UUPA
Pencaplokan tanah milik masyarakat adat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari penggusuran dengan menggunakan kekerasan, penaklukan dan manipulasi ideologi dengan cara-cara yang melanggar Hak Asai Manusia. Seluruh tindak tanduk penguasa untuk menaklukan masyarakat adat yang mempertahankan tanah adatnya, selalu dikalim sebagai bahagian dari upaya untuk menegakan stabilitas nasional agar proses pembangunan berlangsung terus. Upaya masyarakat adat untuk mempertahankan hak-haknya akan diklaim oleh penuasa sebagai upaya-upaya melawan hukum, menghambat pembangunan dan dijadikan pembenaran oleh negara dan aparatnya untuk mengkriminlisasi masyarakat adat.
KEPASTIAN HUKUM ATAS TANAH MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG
Masyarakat hukum adat adalah istilah resmi yang diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan dan peraturan perundang-undangan lainnya sebagai padanan dari rechtgemeenschapt. Tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama bagi masyarakat Hukum Adat. Hubungan antara tanah dengan masyarakat itu sendiri senantiasa terjadi dalam berbagai kepentingan. Karena pentingnya tanah bagi masyarakat hukum adat sehingga pemerintah mengatur ketentuannya, akan tetapi ketentuan tersebut mengalami Antinomy Normen (Konflik Norma). Karena terjadinya Antinomy Normen (Konflik Norma) telah menunjukan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan pengakuan hak masyarakat khsususnya masyarakat hukum adat atas tanah yang masuk dalam kawasan hutan sehingga berimplikasi pada penerapan unsur tindak pidana. Oleh karena itu diperlukan adanya harmonisasi antara Kementerian/Lembaga serta harmonisasi regulasi. Selain itu, adanya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 memberikan solusi penyelesaian yang lebih menekankan kepada prinsip administrasi daripada pengenaan pidana sebagaimana upaya penyelesaian administrasi ini mempertegas ketentuan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM HAL TERDAPAT SERTIPIKAT GANDA
CA., MM Fenomena kasus "sertipikat ganda", menimbulkan sengketa perdata antar para pihak, untuk membuktikan jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut diselesaikan melalui lembaga peradilan. Rumusan masalah penelitian ini yaitu (1) faktor-faktor apa saja yang menyebabkan diterbitkannya sertipikat ganda hak atas tanah?, (2) bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah tersebut?.
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG ATAS KASUS GADAI TANAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN KEPERDATAAN
Sandi Fernando-Persada Bunda, 2020
ABSTRAK: Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang merupakan potensi berharga untuk membangun konsepsi hukum yang berkembang mengikuti masyarakat dan menjadikan sarana untuk mengubah masyarakat dengan memfungsikan hukum sebagai pengatur masyarakat. Salah satu contoh dalam kehidupan masyarakat kita adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Tetapi terkadang tidak mudah memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga untuk masyarakat yang tinggal di pedesaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dilakukan upaya dengan meminjam uang dengan menggadaikan tanah yang dimiliki kepada orang lain sebagai kompensasi atas uang yang diterima Istilah gadai berasal dari bahasa Belanda yaitu pand. Salah satu turunannya adalah pandrecht atau hak gadai yang menurut pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pada dasarnya adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda bergerak kepunyaan orang lain, yang melampaui perjanjian diserahkan penguasanya kepada kreditor untuk dapat diambil pelunasan atas suatu utang dari hasil penjualan benda tersebut secara didahulukan dari kreditor-kreditor perjanjian lainnya. Gadai tanah adalah suatu perbuatan hukum yang berdiri sendiri karena berlangsung menurut aturan Hukum Adat atau kebiasaan masyarakat setempat. Walaupun gadai tanah adalah suatu perbuatan hukum yang berdiri sendiri, tetapi dalam perspektif hukum jaminan keperdataan. Kata Kunci : Mahkamah Agung, Tanah, Hukum PENDAHULUAN Hukum meliputi semua aspek kehidupan manusia sehingga dalam penerapannya hukum digolongkan ke dalam bidang-bidang tertentu dengan disesuaikan pada tugas dan fungsinya. Salah satu bidang yang erat dalam kehidupan dan tingkah laku manusia dengan lingkungan di sekitarnya adalah bidang hukum perdata. Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan ekonomi dan untuk meningkatkan taraf hidup kehidupan. Salah satu contoh dalam kehidupan masyarakat kita adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Tetapi terkadang tidak mudah memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga untuk masyarakat yang tinggal di pedesaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dilakukan upaya dengan meminjam uang dengan menggadaikan tanah yang dimiliki kepada orang lain sebagai kompensasi atas uang yang diterima. Pelaksanaan gadai tanah tersebut biasanya dilakukan