TEORI PENGETAHUAN HUKUM DALAM USHUL FIKIH (KAJIAN TEORI HUKUM ALAM) (original) (raw)

TEORI PENGETAHUAN HUKUM DALAM USHUL FIQIH: TEORI HUKUM ALAM

PENDAHULUAN Hukum alam itu sebenarnya bukan merupakan satu jenis hukum, tetapi penamaan seragam untuk banyak ide yang dikelompokkan menjadi satu nama, yakni hukum alam. Salah satu pemikiran hukum alam yang khas adalah tidak dipisahkannya secara tegas antara hukum dan moral. Penganut hukum alam pada umumnya memandang hukum dan moral sebagai pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia dan hubungan sesama manusia. Di dalam aliran hukum alam ini terdapat suatu pembedaan-pembedaan, yaitu hukum alam sebagai metode adalah yang tertua yang dapat dikenali sejak zaman kuno sekali sampai pada permulaan abad pertengahan. Hukum ini memusatkan perhatiannya pada usaha untuk menemukan metode yang bisa digunakan untuk menciptakan peraturan-peratuan yang mampu untuk mengatasi keadaan yang berlainan. Hukum alam sebagai substansi atau isi berisikan norma-norma. Peraturan-peraturan dapat diciptakan dari asas yang mutlak yang lazim dikenali dengan peraturan hak azasi manusia. Ciri hukum ala mini merupakan ciri dari abad ke-17 dan ke-18 untuk kemudian pada abad berikutnya digantikan oleh positivism hukum. Positivisme hukum sendiri ternyata kemudian tidak mampu mengikuti rasa keadilan yang tumbuh di dalam masyarakat karena hukum yang sifatnya tertulis tidak dapat berubah-ubah setiap saat. Rasa keadilan yang tercermin dalam suatu kitab undang-undang misalnya, mungkin hanya selaras dengan keadilan dalam masyarakat pada waktu iberlakukannya kitab undang-undang itu. Masyarakat yang terus berubah membawa serta perubahan pada keadilan yang hidup pada masyarakat itu. Karena dirasakan ketentuan yang ada tidak atau kurang mencerminkan rasa keadilan yang dikehendaki, maka orang berusaha mencari keadilan yang dikehendaki, maka orang berusaha mencari keadilan lain, dan ini berarti orang berpegang kembali pada ajaran hukum alam. Ciri tidak adanya pemisahan hukum dengan moral dan berujung pada tujuan keadilan, hal ini sejalan dengan penelitian normatif pada hukum Islam. Penelitian normatif pada hukum Islam juga bertujuan menyelidiki norma-norma hukum Islam untuk menemukan

PERBEDAAN TEORI HUKUM DAN FILSAFAT HUKUM

Terdapat banyak definisi dan perumusan tentang filsafat. Pada umumnya filsafat diartikan sebagai Karya manusia tentang hakekat seseuatu. Muchtar Kusumaatmadja merumuskan Hakekat Sesuatu Inti atau Dasar yang sedalamdalamnya dari sesuatu. 1 Sedangkan untuk filsafat hukum terdapat banyak definisi dari beberapa pakar ahli. Soetikno mengatakan Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum. Sedangkan, Satjipto Raharjo Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta system hukumnya sendiri. 2 Purnadi dan Soerjono Soekanto mengatakan bahwa Filsafat hokum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai; kecuali itu filsafat hokum juga mencakup penyerasian nilai-1 Pengantar Metode Penelitian Hukum, H.Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi Hal 3 2 https://kuliahade.wordpress.com/2009/11/22/pengertian-filsafat-hukum-menurutpara-ahli/

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL MELALUI PENGEMBANGAN SUI GENERIS LAW

It"s cannot deny that intellectual property right laws, in certain aspects are possible for using to protect traditional knowledge from their utilization. However, in the same time, intelectuual property rezim also become "a tool" to legitimate of biopiracy practices. Due to the massive of international pressure, mostly developing countries, and the awereness that intellectual property regimes doesn"t optimal to protect traditional knowledge, it develops a discourse to develop a sui generis law outside of intellectual property right regimes. By using the normative method and qualitative approach, this research shows that in order to develop the sui generis law in Indonesia, there are several minimum elements that shall be contained in it, inter alia: the purposes of protection; scope of protection; creteria of protection; the beneficiaries of protection: the holder of traditional knowledge; the kind of rights to be granted; how does the rights acquired; how to enforce it; how does the rights lost or expired; and dispute resolution.