Epistemologi Tafsir Sufi Perspektif Esoterik-Fenomenologi (original) (raw)

Covid-19 ditinjau dari Epistemologi Tafsir Sufi

Jurnal Bimas Islam, 2020

Abstrak Artikel ini ditulis sebagai tawaran epistemologis bagi umat muslim, untuk berdamai dan beradaptasi dengan pola hidup baru untuk tetap bertahan di tengah Pandemi Covid-19 yang saat ini melanda hampir seluruh negara di dunia. Ini merupakan sebuah ajakan untuk menjadikan pandangan dan ideologi islam yang moderat (wasaṭiyah) dalam segala sesuatu, termasuk dalam menyikapi wabah penyakit sebagai pandangan hidup. Harapannya, wabah tidak dijadikan sebagai wahana kepanikan, akan tetapi dijadikan sebagai wahana untuk memahami hakikat agama, perbaikan diri dan masyarakat. Pada artikel ini, penulis menggunakan epistemologi tafsir sufi sebagai pisau analisa untuk mengupas kandungan beberapa ayat Al-Quran. Tulisan ini juga dapat disebut sebagai salah satu jenis tafsir tematik karena penulis berupaya membahas (menganalisa) kandungan ayat-ayat Al-Quran berdasar pada sebuah tema. Hal yang menarik dari artikel ini adalah Covid-19 dapat menjadi salah satu referensi (miṣdāq) dari ayat-ayat peru...

Epistemologi Ta'wil; Membedah Dimensi Esoterik al-Quran.rtf

Ta’wil merupakan salah satu metode untuk memahami al-Quran yang telah dirumuskan oleh para ulama klasik, selain metode tafsir. Ta’wil dibangun atas dasar pemisahan antara parole dan langue atau antara aspek lahiriah dan batiniah teks, dan karenanya sangat mungkin penafsiran al-Quran akan melahirkan pemahaman yang berbeda antara dimensi parole (kalām) dan langue (lughat) tersebut. Bahkan dalam sudut pandang ta’wil, memahami parole (kalām) jauh lebih penting daripada langue (lughat) karena ta’wīl berusaha melampaui simbol (mitsāl) untuk menembus rahasia bathin teks untuk mencapai kembali makna aslinya. Konsekuensinya, ta’wil cenderung melahirkan watak subjektivisme dalam memahami al-Quran. artinya, makna al-Quran yang sesungguhnya sangat tergantung pada siapa yang memahaminya. Karena itu, ta’wīl hanya bisa dikerjakan oleh yang berwenang (otoritas) dalam Islam yang benar-benar mengetahui bahasa simbolik dan yang telah mengembara menuju dimensi rohaniyyah (spiritual) dalam hidupnya. Dengan demikian, sumber pokok ilmu pengetahuan dan tradisi berpikir ‘irfānī adalah “experience” (pengalaman) batin yang amat mendalam, sedangkan metode memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara qiyās ‘irfāni; yakni berangkat dari ma‘nā menuju lafzh, dari bāthin menuju zhāhir

Diskursus Tafsir Esoteris dalam al-Qur’an

Jurnal At-Tadbir : Media Hukum dan Pendidikan, 2022

Hadis yang menyatakan bahwa al-Qur’an memiliki dimensi makna eksoteris, zâhir dan esoteris, bâtin secara historis telah berimplikasi pada keniscayaan penafsiran esoteris terhadap al-Qur’an, terutama oleh dan bagi para sufi. Namun eksistensi penafsiran ini beragam, baik dilihat dari sisi epistemologis dan metodologis. Sehingga dirasa penting bagi peneliti untuk membahas diskursus makna esoteris dalam tafsir al-Qur’an dari landasan historis, metodologis dan taksonominya serta perdebatan tentang boleh atau tidaknya penafsiran yang berpegang pada makna ini. Dengan penelitian kepustakaan serta pendekatan historis peneliti ini berkesimpulan 1) Tafsir esoteris memiliki legitimasi historis masa Rasulullah saw dan teologis dari al-Qur’an dan Sunnah; 2) Tafsir esoteris haruslah didasarkan pada makna literalitas, tekstual ayat; 3) Tafsir esoteris yang karena sumbernya adalah wijdâniyyah individu seorang sufi, maka hasil penafsirannya bukanlah kewajiban yang harus diamalkan oleh orang lain.

Tafsir Esoterik sebagai Ruang Eksplorasi Batin al-Qur'an

Al-Mustafid: Journal of Quran and Hadith Studies

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan tafsir esoterik sebagai ruang eksplorasi batin Al-Qur’an. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka. Hasil dan pembahasan dari penelitian ini menunjukkan bahwa tafsir esoterik merupakan tafsir yang secara khusus mengeksplorasi ruang batin al-Qur’an yang telah ada semenjak nabi Muhammad Saw. Terdapat banyak pro kontra terkait tafsir ini. Namun, disisi lain telah hadir syarat-syarat diterimanya tafsir esoterik oleh al-Dzahabi sebagai filter. Hal ini semakin diperkuat oleh pengklasifikasian tafsir esoterik menjadi 4 macam oleh Ahmad Khalil sebagai bentuk legitimasi. Kesimpulan yang dicapai dalam penelitian ini adalah tafsir esoterik sebagai ilmu alat yang dgunakan untuk mengeksplorasi lebih jauh terkait ruang batin Al-Qur’an.

Epistemologi Tafsir Sufi Al-Ghazali Dan Pergeserannya

Jurnal THEOLOGIA, 2018

In the history of tafsir development, there is a certain moment where there are some interactions between the Qur'an and the Sufis. Epistemologically, Sufis have a peculiar characteristic in looking at the Qur'an. The Sufis thaught that the Qur'an has two dimensions, esoteric and exoteric. These two sides are one unity and can not be separated. Al-Ghazali has its own nomenclature to refer to the ẓahir and inner sides of the Qur'an. The esoteric and exoteric dimensions of the Qur'an in the term al-Ghazali are called 'ilm sadf and 'ilm lubāb. The process of crossing from sadf to lubāb involves the role of imagination in istiqāmah suluk ilā Allāh. Viewed from the perspective of epidemiological division ala Abid al-Jabiri, the epistemology of al-Ghazali include the category of 'irfānī. But in its development al-Ghazali made a dialectic between the epistemology 'irfānī and bayānī at the same time, although the nuances of irfānī still remain dominant. This research attempts to answer the problem of how the process of the dialectic epistemology of al-Ghazali and how its building style. This kind of dialectic is one of al-Ghazali effort to built the harmonization between sadf science which tends to bayānī with the science of lubāb which tend to irfānī. Clearly, the process of this dialectic can be seen in one of his works Ihyā' 'Ulūm al-Dīn. This research uses the qualitative method and includes library research.

Epistemologi Tafsir Dan Takwil

2018

Telah terjadi perdebatan yang sangat serius mengenai bagaimana seharusnya karakteristik metode pemaknaan terhadap teks al-Quran jika ingin menempatkan teks dan konteks (pembaca) secara harmonis dan bersamaan, dengan tidak lebih memenangkan salah satu diantara keduanya. Tulisan ini berupaya secara metodologis menelusuri bagaimana konsep takwil dan tafsir menciptakan keterpaduan antara (1) pengarang teks (Allah-Muhammad-ummat Muhammad pada masa awal sebagai konteks pertama bagi teks Al-Quran), (2) Teks (objek bacaan-teks yang tertulis dan diwariskan hingga sekarang) dan (3) pembaca (subjek-dengan segala konteks yang baru). dalam hal ini akan berfokus kepada metode tafsir dan takwil sebagai pangkal epistemologi dalam penafsiran al-Quran.

Studi Tafsir Tentang Dimensi Epistemologi Tasawuf

Kaca (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin, 2019

Tulisan ini bermaksud untuk mengetahui hakikat epistemologi tasawuf dan dimensi-dimensinya. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Epistimologi tasawuf adalah studi kursus tentang keterkaitan antara syariah dan hakikat, pengalaman spiritual dengan wahyu. Sumber pengetahuan dan kemampuan potensi-potensi intelektual yang mempersepsikan objek pengetahuan. Epistemologi tasawuf mengakomodasikan pandangan empirisme terhadap realitas eksternal, mengingat status eksistensialnya sebagai data indrawi. Dalam hal ini adalah mengakui wahyu sebagai lingkup pengetahuan yang mencakup keduanya. Berkenaan dengan epistemologi tasawuf, paling tidak ada tiga dimensi, yaitu,dimensi esoterik, adalah dimensi batin manusia yang berada di hati (qalb),dimensi eksoterik,yaitu kepercayaan kepada huruf, teks, atau dogma yang bersifat formalistik, dan dimensi neo-esoterik,yaitu konsep bangunan keilmuan yang dituntut untuk lebih humanistik, empirik dan funsional (penghayatan terhadap ajaran Islam, bukan pada Tuhan).

Membangun Epistemologi Tafsir Sufi; (Intervensi Psikologi Mufassir)

2015

Jika kita telusuri literature – literature ‘ulu>m al-Qur’a>n maka kita sering mendapati bahwa epistemologi tafsir sufi lahir dari nafas sufisme. Namun demikian epistemologi sufi yang digunakan dalam penafsiran al-Qur’an tidak dapat lepas dari faktor kejiwaan. Hal Ini ditunjukkan dengan produk penafsiran yang berupa identitas perlambangan (alegorasi) ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk metafora jiwa suci yang diorientasikan menuju eksistensi Yang Maha Suci. Pengembangan struktur jiwa dalam sufi terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang kemudian digunakan untuk mengelaborasi makna di balik teks. Menariknya, kejiwaan para sufi yang dikelola melalui latihan-latihan olah jiwa (riya>d}ah) kurang disentuh dan dikritisi sebagai sebuah bentuk epistemologi. Selain proses pengalaman kejiwaan, dalam memahami kalam ilahi para sufi tidak terlepas dari kaidah linguistik serta makna lahiriah dari ayat-ayat dan susunan gramatika. Mereka menjelaskan ayat dengan menembus batas-batas makna tek...

Epistemologi Dakwah Perspektif Kh. Chariri Shofa

2021

The study of the da'wah epistemology from the perspective of KH. Chariri Shofa reveals the concept of thoughts, struggles, masterpieces, and role-model aspects. This typical religious intellectual scholar with his magnum opus of the book "Al-Burhan" summarizes a number of brilliant achievements in the struggle from the local level of Banyumas to the national level. The comprehensive aspect of the da'wah of KH. Chariri Shofa covers literacy regarding Islamic laws, Islamic boarding schools, academic careers, da'wah methodology, and exemplary aspects in the family that inspires society. The climax was the appreciation for KH. Chariri Shofa obtained from the President of the Republic of Indonesia as the winner of the National Sakinah Family Competition in 2016. The epistemology of da'wah built by KH. Chariri Shofa includes the mastery of fundamental sciences in religious texts, especially Arabic language and isṭinbat al-hukmi, spiritual quality, Islamic social ...

Relasi Pengetahuan Islam Eksoteris dan Esoteris

Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, 2015

This article scrutinizes the relationship of Islamic knowledge focusing on esoteric realm and exoteric area or what so-called duality of life. Within intellectual treasures of Islam this dualism have subsequently beat each other. It is sometimes in the form of friction between the scientific and nonscientific, rational and spiritual, the sacred and the profane, theocentric and anthropocentric. However, when carefully understood, the dualism shares the same nature, namely outer and inner aspects. The outer is represented by naming, while the inner can only be understood through the process of interpretation. In other words, these two aspects are represented by two words are name (outer aspect) and meaning (inner aspect). Therefore, Islam is present and it attempts to draw both together. As can be observed in this century, the mentality of modern humans seem to be eroded far from religious norms as people have developed science which leads to religious emptying from its noble values. Therefore, it is important to bring the esoteric realm into modern thought which tends only to put emphasis on exoteric aspect.