IJTIHAD SEBAGAI PROSES ISTINBAT HUKUM ISLAM YANG FILOSOFIS Gustria (original) (raw)

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM, 2019

Disusun Oleh : Dwi Intan Fitriany (153120027) Abd. Azis R. (153120028) FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM/ESY-1 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALU TAHUN AKADEMIK 2016

IJMA DAN FATWA SAHABAT : SEBAGAI PILAR KEKUATAN HUKUM ISLAM Gusnawati

Ijma da fatwa are two vital concepts in islamic law which are the main foundation for the formation of law. Ijma, is a process whwre muslim scholars have agreed an a law based on the interpretation of the koran and the hadis of the prophet muhammad SAW. Ijma is considered a strong source of law because it is based on the approval of authiritative scholars in the religiuous field. Companions'fatwas, on the other hand, are legal view decisions taken by the companions of the prophet muhammad SAW. These two concepts are very important in the aplication of law in muslim societies because they provide a solid basis and have authority in making legal decisions. Companions' ijma and fatwa also demonstrate the principle of consenus and repect for religious figures who are competent in islamic law. With the existence of ijma and fatwa from friends as a legal foundation, muslims can also live according to the teachings of their religion with guidelines set by ulama and friends who are considered to have knowledge and experience in understanding islamic law.this research aims to examine in depth position, founction and relevance of ijma and companion fatwa in the islamic legal system. Through literature studies and analysis of various sources,it is hoped that this research can contribute to a more campreensive understanding of these two concepts.

REKONSTRUKSI IJTIHĀD DALAM ILMU UṢŪL AL-FIQH

Al-Qur'an and Sunnah, needs of understanding and extracting optimally, so that the contents of law can be applied for the benefit of people. The way-to understand and to extract the contents in these two sources-called ijtihād. Thus, ijtihād is needed on istinbāṭ of law from many arguments of the texts (naṣ), eventhough it is qaṭ'ī in which the uṣūliyyūn have agreed that it is not the area for re-extracting to the law (ijtihādiyyah). The problem in this case is that even a qaṭ'ī argument according to the most of uṣūliyyūn has not been qaṭ'ī argument in the other uṣūliyyūn opinion. Reconstruction of ijtihād becomes an alternative, with some considerations: First, weight and tightening the requirements to become a mujtahid, which is almost impossible controlled by someone at the present time; Second, the increasing complexity of the problems faced by the ummat which is very urgent to get the solution; Third, let the period without ijtihād (vacuum of mujtahid) is contrary to the basic principles of Islamic law are always sāliḥ li kulli zamān wa makān. This paper present to discuss further about the urgency of the reconstruction of ijtihād in the challenge of modernity. [] Al-Qur'an maupun sunnah sangat membutuhkan pemahaman dan penggalian secara optimal agar isi kandungan hukumnya dapat diterapkan bagi kemaslahatan umat. Cara untuk menggali dan mengeluarkan isi kandungan yang ada dalam kedua sumber tersebut dinamakan ijtihād. Ijtihād sangat dibutuhkan pada setiap istinbāṭ hukum dari dalil naṣ, sekalipun dalil naṣ tersebut bersifat qaṭ'ī yang oleh para uṣūliyyūn sudah di-sepakati tidak menjadi wilayah untuk dijitihadi lagi. Permasalahannya adalah bahwa sesuatu dalil naṣ yang sudah bersifat qaṭ'ī sekalipun oleh sebagian besar uṣūliyyūn, belum tentu dipandang qaṭ'ī oleh sebagian uṣūliyyūn yang lain. Rekonstruksi ijtihād menjadi se-buah alternatif, dengan beberapa pertimbangan: Pertama, berat dan ketatnya persyaratan-persyaratan menjadi seorang mujtahid, yang hampir tidak mungkin di-kuasai oleh seseorang pada masa sekarang; Kedua, semakin kompleksnya permasalah-an yang dihadapi oleh ummat yang sangat mendesak untuk mendapatkan solusi; Ketiga, membiarkan satu periode tanpa ijtihād (kevakuman mujtahid) adalah bertentangan dengan prinsip dasar hukum Islam yang selalu sāliḥ li kulli zamān wa makān. Tulisan ini hadir untuk mendiskusikan lebih jauh tentang urgensi rekonstruksi ijtihād dalam menghadapi tantangan modernitas.

IJTIHAD SEBAGAI ALAT PEMECAHAN MASALAH UMAT ISLAM

Abstrak Secara istilah ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah Saw. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi'in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu apa yang kita kenal dengan masa taklid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa periode tertentu pula (kebangkitan atau pembaruan), ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak bisa dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks. Tidak semua hasil ijtihad merupakan pembaruan bagi ijtihad yang lama sebab ada kalanya hasil ijtihad yang baru sama dengan hasil ijtihad yang lama. Bahkan sekalipun berbeda hasil ijtihad baru tidak bisa mengubah status ijtihad yang lama. Hal itu seiring dengan kaidah ijtihad yang tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad pula. Berdasarkan pelaksanaan ijtihad bahwa sumber hukum Islam menuntun umat Islam untuk memahaminya. Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah al-Qur'an, hadis, ijma dan qiyas.

IJTIHAD DALAM INSTITUSI FATWA DI MALAYSIA: SATU ANALISIS

This article will focus on perception and application of ijtihad in the perspective of the Malaysian Institution of Fatwa. The discussion is divided into three sections: First, the introduction of the study. Second, the significance of ijtihad in the historical development of Islamic Law, Third, attempt to strengthen the utilization of ijtihad. In the third section, it will be further divided into two subdivisions: First, rejuvenate professionalism by the mufti profession, Second, strenghten Syariah role in the Malaysian Institution of Fatwa. PENGENALAN Di sepanjang sejarah Islam, ada dua perkataan yang berpengaruh besar terhadap kehidupan ummah Islam. Kedua-dua perkataan ini adalah ijtihad dan jihad, yang berasal dari kata dasar jahada, membawa erti; mencurahkan kemampuan

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Dari sisi metodologis hukum islam dapat dipahami sebagai hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah nabi melalui proses penalaran atau ijtihad. Ia diyakini sebagai hukum yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal. Ruang gerak metodologi antara wahyu sebagai sumber hukum yang memuat petunjuk-petunjuk global dan jedudukan ijtihad sebagai fungsi pengembangannya, memungkinkan hukum islam memiliki sifat elastis dan akomodatif sehingga keyakinan diatas tidaklah belebihan. Karakteristik hukum islam yang bersendikan wahyu dan bersandarkan akal, menurut Anderson, merupakan ciri khas yang membedakan hukum islam dari system hukum lainnya. Syariat islam yang disampaikan dalam Al-Qur'an dan Al-Sunnah seccara komprehensif , memerlukan penelahaan dan pengkjian ilmiah yang sungguh -sungguh serta berkesinambungan. Di dalam keduanya terdapat lafad yang 'am-khash, muthlaq -muqayyad, nasikhmansukh, dan muhkam-mutasyabih, yang masih memerlukan penjelasan. Sementara itu , nas Al-Qur'an dan sunah tekah berhenti, padahal waaktu terus berjalan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang silih berganti (al-wahy qad intaha wal al waqa'I layantahi ). Oleh karena itu, diperlukan usaha penyelesaiian secara sungguh-sungguh atas persoalanpersoalan yang tidak ditunjukan secara tegas oleh nas itu. Ijtihad menjadi sangat penting.

USHUL FIQH: METODE IJTIHAD HUKUM ISLAM

Magnum Pustaka Utama, Yogyakarta; Unimma Press, Magelang, 2019

Buku ini tentang metode ijtihad hukum Islam, yaitu pengambilan dan penetapan hukum berdasarkan istidlal dari luar nash, seperti qiyas, istihsan, maslahah, sad dari’ah, maqasid syariah, adat, istishab, dan qaul sahabi. Buku ini memuat tujuh pokok bahasan. Bab pertama membahas tentang ijtihad; mencakup pengertian, dasar dan syarat, ruang lingkup dan kaidah-kaidah ijtihad. Bab kedua membahas tentang dalil yang menjadi objek sasaran ijtihad dan dalil yang tidak bisa menjadi objek ijtihad. Bab ketiga membahas tentang Sumberijtihad hukum Islam yaitu Alqur’an dan al-sunnah. Bab keempat membahas tentang metode ijtihad dengan ijma’, qiyas, dan istihsan. Bab kelima membahas tentang metode ijtihad dengan maqasid al-syariah, maslahah, dan sad al-dzari’ah. Bab keenam membahas tentang metode ijtihad dengan adat, istishab, qaul sahabi. Kemudian buku ini dipungkasi dengan bab ketujuh yang membahas tentang fatwa, ittiba’, taklid, dan talfiq

IJTIHAD SEBAGAI KUNCI ISLAM UNTUK MENGHADAPI KEHIDUPAN MODERN DALAM PANDANGAN RIFA'AH AL-TAHTAWI

Jurnal Ilmiah, 2023

The development of the times requires humans to behave appropriately towards it. For someone who is religious, everything from his actions will always be associated with the principles that come from the teachings of his religion. The Muslims are no exception. The modern era that is increasingly advanced today poses a challenge for Muslims how to be able to continue their religion properly while living a modern life. This problem is widely discussed into a theme called religious moderation, where religion does not become a barrier for someone to live a modern life. This is not a mistake. As the view of a figure named Rifaah Al-Tahtawi who considers that Islam will continue to be able to face the challenges of modern times because of the power of ijtihad. Therefore, Ijtihad is really the weapon of the Muslims to face the times so that they continue to be on the straight path of Islamic Shari'a law.