PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN MASALAH PERHUTANAN SOSIAL DI PROVINSI LAMPUNG (original) (raw)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL PADA PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DI WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI TIMUR

I Wayan Sulistyobudhi, 2021

Kawasan Hutan di Bali mengalami deforestasi dan degradasi akibat terjadinya eksploitasi liar dan okupasi kawasan hutan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan yang kehidupannya sangat tergantung dari hutan, tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat yang ada di sekitar hutan sebagian besar masuk dalam kategori miskin dan berpendidikan rendah.Terjadinya kasus penebangan pohon dalam kawasan hutan secara illegal (illegal logging), adanya perambahan, pengerjaan, pendudukan kawasan hutan, bahkan konversi kawasan hutan menjadi tanah milik melalui pensertifikatan illegal (illegal occupations) dan terjadinya kebakaran hutan merupakan fakta riil yang menyebabkan terjadinya deforestasi dan degradasi kawasan hutan Bali. Guna mencegah dan mengurangi terjadinya permasalahan-permasalahan tersebut, hutan harus dikelola dengan baik dan benar atau dikelola secara lestari. Pengelolaan hutan diharapkan dapat mewujudkan hutan yang lestari dan memberikan manfaat yang optimal, baik manfaat ekologi, sosial dan ekonomi. Untuk mewujudkan ketiga manfaat tersebut, dalam pengelolaan hutan yang merupakan beban dan tanggung jawab pemerintah diperlukan pemberdayaan masyarakat setempat. Salah satu kegiatan inovatif kehutanan yang berbasis pemberdayaan masyarakat adalah Perhutanan Sosial. Melalui program perhutanan sosial masyarakat kini mempunyai akses untuk mengelola dan memanfaatkan hutan dengan tetap mengedepankan asas kelestarian hutan

TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP SESERAHAN ADAT MASYARAKAT LAMPUNG

TAHKIM, 2024

The purpose of this research is to find out the traditional heritage of the Lampung community in a sociological review of law and to reveal some of the concepts of Lampung's customary inheritance that occur in the community which has become a habit to date in Islamic law and legal sociology. This study uses the method of literature (library research) or qualitative, the approach used is a normative approach. The results of this study are gifts, namely giving offerings to the bride to buy household furniture to be brought during the wedding ceremony procession where the cost of purchasing these items is from the money given by the man where in determining the woman's family determines according to the ability of the man and the majority mostly based on social class or in other terms the gift is given by the parents or relatives of the bride, the gift can be postponed or promised by the relatives of the bride during the wedding ceremony. Sociological review of law, the people of Lampung are used to this concept of surrender, and if something is not according to custom, there will be no social sanctions in society, but the community will discuss it. Therefore, look for a partner who is kafa'ah so that there is no social gap. Keyword: Legal sociology, delivery money

PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN MASYARAKAT DI KONSENSI TAMBANG PT. MAHAKAM SUMBER JAYA KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA

Undip jurnal, 2019

The control and ownership of lands by communities in forestry areas are not to be managed as arable land in accordance with their purpose. But in reality these lands are owned and controlled either individually or in groups on the basis of SKT or SKPT issued by the village / Lurah or Camat government. From this SKT or SKPT as the basis for ownership to be traded for companies, especially coal mining companies. The many interests behind forestry lands are one of the causes of land disputes so that dispute resolution through negotiation and mediation does not produce the best solution and investment in mining in the forest area as a trigger for the emergence of land tenure control by the community or farmer groups by publishing SKPT by controlling new land or land without owner, land abandoned by the owner or land of unknown location. ABSTRAK Penguasaan dan kepemilikan lahan-lahan oleh masyarakat di kawasan kehutanan bukan untuk dikelola sebagai lahan garapan sesuai peruntukannya. Tapi pada kenyataannya lahan-lahan tersebut dimiliki dan dikuasai baik secara individu maupun kelompok dengan dasar SKT ataupun SKPT yang dikeluarkan oleh pemerintah Desa/Lurah atau Camat. Dari SKT ataupun SKPT inilah sebagai landasan kepemilikan agar dapat diperjual belikan untuk perusahaan-perusahaan khususnya perusahaan pertambangan batubara. Banyaknya kepentingan yang berada dibelakang lahan-lahan kehutanan menjadi salah satu penyebab terjadinya sengketa lahan sehingga penyelesaian sengketa baik melalui negosiasi maupun mediasi tidak menghasilkan solusi terbaik serta masuknya investasi di bidang pertambangan di kawasan hutan sebagai pemicu munculnya penguasaan lahan garap oleh masyarakat maupun kelompok tani dengan menerbitkan SKPT dengan menguasai lahan-lahan baru atau lahan-lahan tanpa pemilik, lahan-lahan yang ditinggalkan oleh pemiliknya maupun lahan-lahan yang tidak diketahui lokasinya.

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR DALAM PENGELOLAAN HUTAN

1. PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Permenhut No. 62 tahun 2013). Pada pasal 6 UU 41 tahun 1999, hutan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Adanya tiga fungsi hutan tersebut maka hutan perlu dijaga dan dikelola dengan baik agar hutan dapat lestari, dan tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarak sekitar hutan. Pengelolaan hutan saat ini banyak mengalami kegagalan. Terbukti dengan banyaknya kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia, seperti penyalahgunaan fungsi kawasan, kerusakan ekosistem akibat manusia, bencana alam dan masih banyak yang lainnya. Kerusakan hutan disebabkan manusia masih mengedapankan sifat antroposentris, dimana manusia masih mementingkan akan kebutuhan hidupnya sendiri tanpa memperhatikan kondisi alam di sekitarnya. Kerusakan hutan ini tentu akan berakibat buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat sekitar hutan merupakan elemen yang paling merasakan secara langsung dampak dari kerusakan hutan. Selain itu, kerusakan hutan secara tidak langsung akan merubah kebudayaan masyarkat sekitar hutan. Oleh karena itu, pengelolaan hutan sebaiknya melibatkan masyarakat sekitar hutan sehingga pengelolaan hutan dapat lestari, karena masyarakat sekitar hutan bersinggungan langsung terhadap hutan. Pengelolaan hutan oleh masyarakat tentu mempunyai cara-cara tersendiri yang berbeda dengan pengelolaan hutan oleh pemerintah, dan menjadi sistem budaya yang melekat di masyarakat. Budaya masyarakat desa hutan terbentuk dari hubungan timbal balik yang berkesinambungan dengan lingkungan sumber daya hutan. Norma-norma yang belaku dimasyarakat dan ditaati oleh setiap elemen masyarakat dapat menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. Pengelolaan hutan oleh masyarakat dengan menggunakan norma-norma tersebut tentu mempunyai nilai positif dan nilai negatif bagi lingkungan. Nilai positifnya yaitu apabila pengelolaan hutan dilakukan dengan baik maka hutan akan lestari dan kerusakan hutan dapat dihindari. Kebutuhan masyarakat akan hutan dan hubungan timbal balik antara hutan dan masyarakat dapat terjalin dengan baik. Sedangkan, nilai negatif dari pengelolaan hutan oleh masyarakat yaitu apabila pengelolaan hutan tidak dilakukan dengan baik, tentu akan menimbulkan banyak bencana seperti kerusakan hutan, penebangan liar, deforestasi, bencana alam, dan lain-lain. Norma-norma atau aturan-aturan tersebut disebut dengan kearifan lokal (local wisdom). Norma-norma tersebut diakui dan ditaati oleh setiap elemen masyarakat, sehingga norma-norma tersebut dapat menjaga stabilitas alam sekitar masyarakat dan menjadi sesuatu kebudayaan yang melekat pada masyarakat tersebut. Kearifan lokal

PERKEMBANGAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DI SUMATERA BARAT

Studi Lapangan BPSDM Kalimantan Timur, 2021

PHBM merupakan inovasi yang melibatkan para pihak yang memiliki komitmen kuat memberdayakan masyarakat sekitar kawasan hutan di Sumatera Barat. PHBM memungkinkan perbaikan tata kelola kehutanan dalam konteks pemulihan ekonomi masyarakat dan reformasi sosial. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan terus mendorong implementasi PHBM untuk mewujudkan cita-cita hutan lestari dan masyarakat sejahtera.

PENANGANAN MASALAH-MASALAH SOSIAL DI KECAMATAN KAWASAN PERBATASAN KABUPATEN SANGGAU

Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK), 2019

This study aims to analyze the handling of social problems that occur in the border area of Entikong. This study uses a descriptive research design, where the author can describe and describe the actual situation or reality about the analysis of social problems in the Entikong Border Area District systematically, factually and accurately about the facts and the relationship between the phenomena under study. The results showed that the handling of social problems in the border district in Sanggau Regency was carried out through the construction of infrastructure such as the construction of the National Development Plan and its supporting facilities, construction of access roads to the provincial, district and inter-village capitals; the construction of a superstructure which includes making development policies for border areas, institutions and environmental development; and community development through human resource development, village development, and community cultural development.